Guru Madrasah Ibtidaiyah Cimahi
Keberlangsungan jaminan hidup anak-anak menjadi salah satu faktor penentu bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Ironisnya tidak sedikit anak-anak yang justru masih hidup di jalan sebagai anak terlantar.
Berdasarkan data Kementerian Sosial yang diambil dari dashboard data terpadu Kesejahteraan Sosial per 15 Desember 2020, jumlah anak terlantar di Indonesia sebanyak 67.368 orang.
Data dari Badan Pusat Statistik pada Tahun 2022 ada 4,59% bayi di Indonesia yang terlantar. Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan proporsi balita terlantar tertinggi di Indonesia yakni 12,16%. Belum lama ini di Banjarmasin ditemukan seorang bayi yang dibuang dalam kardus. Bayi ini diduga hasil hubungan di luar pernikahan.
Beberapa kasus bayi terlantar yang terungkap menambah jumlah penelantaran anak di Banjarmasin sepanjang Januari hingga April 2023.
Ini beberapa data yang dilaporkan karena masih banyak kasus penelantaran anak di lapangan, mengingat banyak kasus dispensasi menikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah.
Melihat fakta yang ada tentu negara harus mengambil tindakan untuk mencegah agar kasus seperti ini tidak semakin bertambah. Namun sayangnya tindakan yang diambil justru fokus pada masalah cabang, yakni masalah pengasuhan.
Solusi yang diberikan adalah melalui mekanisme calon orang tua angkat, yaitu dengan didirikannya Panti Asuhan khusus anak terlantar, pendidikan kesehatan reproduksi dan sebagainya. Padahal akar masalah sebenarnya adalah pergaulan bebas di kalangan remaja yang akhirnya memicu kehamilan yang tak diinginkan.
Pergaulan bebas ini lahir dari cara pandang terhadap kehidupan yang berlandaskan sekularisme liberal. Paham ini (memisahkan aturan agama dari kehidupan), menjadikan hidup penuh kebebasan tanpa terikat pada aturan agama.
Faktanya negara tidak mencegah konten porno, baik di media sosial maupun di televisi. Negara juga membiarkan industri hiburan malam tetap ada karena ada keuntungan pajak dari industri ini. Gaya hidup liberal dan permisif dianggap sebagai sikap terbuka terhadap budaya western, akibatnya generasi rusak sampai ke akar-akarnya.
Masalah ini tentu tidak akan terjadi jika sistem yang mengatur manusia adalah sistem sahih, yakni sistem Islam melalui institusi negara. Menjadikan akidah Islam sebagai pondasi kehidupan, baik secara individu, mayarakat, maupun negara. Termasuk mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Seorang mujtahid mutlak Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Nidzom Ijtima'i menjelaskan, bahwa dalam sistem pergaulan Islam tidak boleh ada khalwat, ikhtilat, terbuka aurat, dan zina. Islam mewajibkan di antara laki-laki dan perempuan hidup terpisah/infisol, kecuali yang dibenarkan syara.
Wanita dan laki laki diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Wanita wajib menutup aurat secara syar'i, yakni memakai jilbab dan kerudung dan dilarang bertabaruj.
Islam mewajibkan setiap individu untuk menjaga kesucian diri dan mengharamkan shillah jinsiah sebelum pernikahan dan melarang mendekati perbuatan subhat. Selain itu juga ada aturan safar bagi perempuan, yakni wajib ditemani mahramnya.
Inilah konsep sistem pergaulan dalam Islam yang wajib ditaati oleh setiap individu, masyarakat dan negara.
Negara berkewajiban mendorong setiap individu muslim untuk taat, senantiasa berupaya berilmu dan beramal sesuai dengan hukum syariat Islam.
Masyarakat akan melakukan kontrol melalui aktifitas amar ma'ruf nahi mungkar dalam rangka mencegah perbuatan maksiat.
Islam juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang membentuk generasinya memiliki kepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikap terikat dengan hukum syariat Islam.
Alhasil akan mencetak generasi yang sanggup mengemban amanah besar yakni pemimpin peradaban. Demikianlah solusi tuntas yang ditawarkan oleh sistem Islam sebagai solusi masalah kehidupan manusia.
Wallahualam bissawab
Post a Comment