Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai, peribahasa ini cocok untuk menggambarkan keinginan besar dari pemerintah saat ini yaitu untuk menghapus kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024. Sebuah keinginan yang terlampau tinggi hingga menjadi sesuatu yang mustahil bisa tercapai pada sistem kapitalis-sekuler.
Presiden Joko Widodo optimis pemerintahannya bisa menghapus kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024. Ambisi Presiden Jokowi untuk menghapus kemiskinan ekstrem tentunya merujuk pada tujuan pertama pembangunan berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Agenda ini menargetkan berkurangnya kemiskinan ekstrem bagi semua orang yang saat ini berpendapatan kurang dari 1,25 dolar Amerika per hari pada 2030. Hal itu disampaikan usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas ) III PDIP. (tirto.id, 15/6/2023)
Target pemerintah tersebut, menurut pakar peneliti dari SDGs Center, Universitas Padjadjaran Bandung, Profesor Arief Anshory Yusuf, terlalu ambisius. Karena faktanya angka kemelaratan di tanah air masih sangat tinggi pada tahun ini.
Menurut data BPS, pada Maret 2021 ada 2,14 persen atau 5,8 juta jiwa masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori miskin ekstrem. Yang mana menurut perhitungan, dengan pertimbangan berbagai kondisi, kemiskinan ekstrem pada 2024 bisa mencapai 2,6 atau 3,1 persen setara sekitar 7,2-8,6 juta jiwa.
Target waktu penghapusan kemiskinan ekstrim hanya dalam waktu setahun sangatlah ambisius. Karena faktor penyebab terjadinya kemiskinan di negeri ini adalah kemiskinan yang begitu sistemik, ditambah jenisnya termasuk dalam kemiskinan struktural.
Sistem Islam Mengentaskan Kemiskinan
Faktanya, kemiskinan yang terjadi di negeri ini adalah karena penerapan sistem ekonomi kapitalis-sekuler. Dalam sistem ini negara hanya menjadi regulator dan fasilitator bagi para pengusaha (korporasi), bukan sebagai penanggung jawab terhadap rakyatnya.
Secara mendasar, kapitalis-sekuler tidak melibatkan peran agama sebagai aturan dalam kehidupan. Kapitalis membebaskan perekonomian berjalan secara alami tanpa intervensi agama (aturan halal-haram), sehingga berlaku sistem persaingan bebas. Setiap orang bebas berkompetisi tanpa ada halangan regulasi.
Dalam sistem kapitalis, siapa yang memiliki modal dan mampu menggunakan kekuatan modal maka akan dapat menguasai pasar. Termasuk di antaranya distribusi kepemilikan di tengah-tengah masyarakat, sehingga kekayaan alam yang seharusnya dinikmati rakyat dan terdistribusi secara adil dan merata justru hanya berputar pada segelintir orang saja.
Itulah sebabnya, mengapa negara kita Indonesia yang dikenal kaya akan sumber daya alam (SDA), justru masyarakatnya hidup dalam kondisi miskin bahkan berada dalam garis kemiskinan ekstrem. Hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan di tengah melimpahnya sumber daya alam, ibarat kata bagai ayam mati di lumbung padi.
Dengan demikian, mengentaskan kemiskinan dengan aturan dan beragam program tidak akan membawa pada perubahan yang berarti atau berujung sia-sia. Sifatnya hanya sebagai “pereda nyeri” yang efeknya hanya sementara, sebab tidak menyentuh akar permasalahan.
Berbeda dengan sistem Islam, yang merupakan sistem yang memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk permasalahan kemiskinan hingga kemiskinan ekstrem.
Dalam sistem Islam, berbagai kegiatan ekonomi bertujuan mencapai satu tujuan yakni menciptakan kesejahteraan menyeluruh bagi setiap individu masyarakat, baik muslim maupun nonmuslim.
Sistem Islam menjamin kebutuhan atas pangan, papan dan sandang sebagai kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Sistem Islam juga menjamin keamanan, pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat. Negara menjamin kebutuhan pokok dan layanan dasar bagi masyarakat.
Pemerintah sistem Islam akan melaksanakan dua cara dalam mewujudkan kesejahteraan yaitu melalui cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung, negara menyediakan layanan langsung berupa keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada setiap individu masyarakatnya secara gratis dan berkualitas. dengan pembiayaan dari kas baitul maal, di mana anggaran dalam kas baitul maal berasal dari pengelolaan sumber daya alam.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment