Aktivis muslimah ngaji
Sungguh luar biasa! Pemerintah negeri ini dengan tegas menyuarakan antinarkoba demi melindungi generasi. Memang layak diacungi jempol, karena tujuannya yang begitu mulia. Namun, di sisi lain pemerintah juga setia membiarkan liberalisme. Padahal sejatinya, liberalisme adalah induk dari beragam kerusakan hari ini.
Berbicara terkait narkoba, salah satu yang akhir-akhir ini mencuat ialah ganja. Ganja atau mariyuana adalah psikotropika yang mengandung tetrahidrokanabinol dan kanabidiol yang membuat pemakainya mengalami euforia. Memang benar, beberapa negara di dunia telah melegalkan ganja, salah satunya negara di Asia Tenggara, yakni Thailand. (bbc.com, 09/6/2022).
Tepat pada 9 Juni lalu pemerintah Thailand mengeluarkan ganja dari daftar narkotika. Bahkan memberikan satu juta bibit ganja kepada warganya untuk mendorong peningkatan hasil produksi. Anutin Charnvirakul, Wakil Perdana Menteri Thailand dan menjabat Menteri Kesehatan, mengungkapkan bahwa ini adalah kesempatan bagi masyarakat dan negara untuk mendapatkan penghasilan dari ganja dan hemp.
Dari sinilah, muncul wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis atau rekreasi di Indonesia. Akan tetapi, para pemangku kebijakan menyatakan penolakan keras terhadap narkoba, penanaman ganja, dan perdagangan obat terlarang karena tahu bahaya besarnya bagi generasi dan bangsa. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose, menegaskan tidak ada pembahasan untuk legalisasi ganja. (genpi.co, 20/6/2022).
Pada peringatan Hari Antinarkoba Internasional (HANI) 2022 di Bali, Petrus Golose juga memperingatkan para turis, khususnya wisman, bahwa Bali bukan tempat aman untuk menyalahgunakan narkotika. Selain Bali menjadi The Island of Gods (Pulau Dewata) dan Island of Tolerance (tempat penuh toleransi), Bali juga adalah Island of Zero Tolerance of Drug Abuse (pulau yang tidak menoleransi penyalahgunaan narkotika).
Kita perlu mengapresiasi keteguhan pemerintah dalam hal menolak narkoba. Untuk sementara, dapat kita tarik benang merah bahwa pemerintah peduli akan kesehatan generasi, mental, dan fisik. Sebab, generasi adalah aset besar bangsa sebagai penerus estafet perjuangan bangsa. Di pundak pemudalah, harapan dan cita-cita bangsa diletakkan. Ya, cerah atau gelap bangsa di esok hari sangat ditentukan dari kualitas pemuda hari ini.
Dengan demikian, menjadi hal yang wajar apabila sedari dini pemerintah berupaya menjauhkan "bahaya" dari generasi muda. Namun, sesuatu kemudian terlewat dari perhatian pemerintah, yakni bahwa bukan hanya narkoba yang terkategori "bahaya". Karena hari ini, tampak dengan mata telanjang bahwa kerusakan yang menjamah generasi tak hanya datang dari narkoba semata.
Ya, banyak hal bahaya lainnya yang sayangnya sudah menerjang generasi muda, seperti khamr, zina dan lainnya. Semua itu tidak lain bersumber dari paham kebebasan atau liberalisme. Liberalisme yang lahir dari sekularisme, suatu asas yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga yang menjadi pusat perhatian semestinya tumbuh suburnya liberalisme-sekularisme, karena dari sinilah biang segala kerusakan yang terjadi.
Dalam paradigma kapitalisme yang mana sekularisme menjadi asasnya, yang berbuntut pada lahirnya salah satu paham rusak nan merusak, yakni liberalisme. Sejatinya, penolakan narkoba bukan berlandas halal haram, tetapi lebih karena kacamata manusia. Bukankah jika berstandar halal haram, khamr, dan zina termasuk di dalamnya? Namun realitanya, narkoba ditolak sedang zina dan khamr makin marak.
Sejatinya, ketika kita berbicara terkait generasi dan perlindungan terhadap generasi muda bangsa, semestinya kita perlu melakukannya secara komprehensif. Dari akar hingga daun. Dari hulu hingga hilir. Bagaimana mungkin berharap generasi muda menjadi aset bangsa yang cemerlang nan gemilang jika masih berkubang dalam kemaksiatan? Bagaimana mungkin menjadikan generasi muda sebagai tumpuan harapan bangsa jika masih terjerat keharaman?
Sayangnya, saat berbicara tentang problematika generasi muda, kita tidak dapat berharap banyak dari kapitalisme. Karena dalam sistem ini, aturan Allah Swt. dianggap sampah jika tak membawa keuntungan materi. Dalam sistem ini, semua berlandas manfaat, berdasar pandangan manusia semata. Generasi muda hanya diurus setengahnya, sedang setengahnya lagi dibiarkan entah sengaja atau tidak.
Mengingat betapa pentingnya generasi muda dan perannya, kita perlu suatu sistem yang mengatur masalah generasi muda secara keseluruhan, komprehensif. Dari hulu hingga hilir. Tidak hanya pengobatannya, tetapi juga pencegahannya. Setelah menelaah lebih jauh, kita hanya temukan Islam, the one and only yang dapat mengurus problematika pemuda hari ini. Sebab paradigma Islam memandang bahwa bukan hanya narkoba yang harus dilawan, melainkan juga liberalisme yang harus dieliminasi.
Dalam sistem Islam, ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menjaga dan melindungi generasi dari kerusakan dan kemaksiatan. Pertama, pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, yang mampu melahirkan individu-individu yang berkepribadian Islam yang utuh. Selain itu, segala sesuatu yang ditayangkan di media sosial juga betul-betul disaring agar selaras dengan syariat, tak merusak pemikiran dan mental generasi muda.
Masyarakat dalam Islam juga memiliki sumbangsih dalam penjagaan generasi muda, yakni sebagai kontrol sosial, saling ber amar makruf nahi mungkar. Tidak seperti hari ini, yang mana masyarakat cenderung "bodoh amat", tidak peduli yang dilakukan individu lainnya padahal jelas keharamannya. Dalam sistem Islam juga terdapat sistem sanksi yang memberikan efek jera terhadap pelaku kemaksiatan(jawabir) sebagai penebus dosa atas maksiat yang dilakukan(jawajir)..
Begitu sempurna sistem Islam yang tegak sehingga tidak hanya antinarkoba, tetapi juga menihilkan liberalisme dan asasnya sekularisme. Penerapan Islam dalam setiap sudut kehidupan niscaya melahirkan generasi muda yang tumbuh menjadi generasi emas, cemerlang nan gemilang. Tumbuh menjadi generasi penakluk dan pendobrak kebatilan. Wallahualam bissawab.
Post a Comment