Pondok pesantren Al Zaytun merupakan sebuah pesantren megah yang berada di Indramayu kini tengah menjadi sorotan. Pasalnya pesantren ini dinilai banyak memberikan ajaran sesat, sehingga menyebabkan kisruh di masyarakat.
Bahkan, terdapat beberapa ajaran menyimpang yang sudah terjadi beberapa puluh tahun silam. Namun pihak pemerintah daerah atau pun pemerintah pusat seolah membiarkan hal tersebut. Pasalnya, MUI pada saat itu telah membentuk tim peneliti khusus untuk mengungkap sederet fakta dan temuan menyimpang di tahun 2002 terkait pesantren itu. Dan hasil temuannya sudah diserahkan kepada pihak berwajib. Kendati demikian, kasus tersebut tidak mendapat kelanjutan dan menghilang tanpa ada penanganan serta tindakan dari pemerintah.
Sampai akhirnya penyimpangan-penyimpangan di pesantren Al Zaytun kian nyata dan memantik kegaduhan di masyarakat. Tak sedikit dari mereka mempertanyakan jika sudah sedari dulu ditemukan ajaran menyimpang, namun mengapa tidak segera ditindak. Terlebih pimpinan pesantren Al Zaytun yakni Panji Gumilang kini telah nyata mengakui bahwa ia seorang komunis usai didemo ribuan warga.
Berdasarkan bukti, temuan dan pengakuan dari pimpinan pesantren Al Zaytun, masyarakat berharap agar pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bekerja sama untuk segera menindak oknum dan membubarkan pesantren tersebut. Jangan sampai antara pemerintah daerah, pemerintah pusat serta aparat saling lempar dalam menyelesaikan persoalan Al Zaytun.
Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila, melarang serta mengharamkan keberadaan komunis di negeri ini. Di sisi lain, pesantren Al Zaytun sendiri terbukti memberikan ajaran menyimpang dari Islam serta pemimpinnya seorang yang nyata mengaku sebagai komunis. Namun, negara seolah lamban menangani permasalahan ini.
Melansir Tempo.co (21/06/2023), ada beberapa temuan MUI di tahun 2002 terkait penyimpangan di pesantren Al Zaytun. Pertama ada indikasi kuat adanya relasi dan afiliasi Al Zaytun dengan organisasi NII KW lX. Kedua ada penyimpangan paham dan organisasi NII KW lX. Ketiga telah ditemukan indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan kurban. Keempat memiliki kepemimpinan kontroversial (Panji Gumilang) yang memiliki kedekatan dengan organisasi NII KW IX. Kelima ada indikasi keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX.
Demikian temuan penyimpangan yang telah ada di pesantren Al Zaytun sejak lama. Akan tetapi kasus ini mengendap begitu saja. Seolah ada pembiaran. Padahal sangat nyata baik kepemimpinan maupun ajaran di dalamnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sehingga berpotensi terjadi pendangkalan akidah umat khususnya bagi para santri di sana.
Sangat berbeda ketika ada sekelompok ormas yang memperjuangkan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Negara bersikap aktif dan sekuat tenaga membubarkan ormas tersebut. Sekalipun tidak ditemukan adanya bukti pelanggaran terkait tuduhan kepada ormas yang dibubarkan.
Hal itu justru semakin menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Ada apa dengan negara ini? Kenapa negara yang berpedoman pada Pancasila namun seperti alergi terhadap nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Sangat jelas dikatakan di sana Indonesia adalah negara berketuhanan yang Maha Esa. Itu berarti bahwa paham komunis bertentangan dengan Pancasila karena ia menafikan adanya peran Tuhan dalam kehidupan. Sudah jelas pula di masa lalu komunis ini telah banyak melakukan tindak kriminal dan menghancurkan bangsa.
Sekali lagi, dalam menyelesaikan persoalan Al Zaytun pihak pemerintah tidak cukup hanya memberikan teguran. Namun harus diambil langkah yang jelas dan tegas, sebelum permasalahan ini kian melebar dan membahayakan umat.
Pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan mempunyai wewenang penuh atas pengambilan keputusan demi terciptanya rasa aman di tengah masyarakat. Maka dari itu, sangat penting bagi para pemangku kebijakan untuk benar-benar menjalankan pungsinya dengan baik. Salah satunya menjadi pelindung dan penjaga agama. Sehingga saat terjadi beragam tindak kejahatan maupun penyimpangan nilai-nilai agama atau pun bertentangan dengan nilai-nilai yang telah disepakati bersama dapat diselesaikan dengan cepat tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat.
Memelihara agama adalah kewajiban negara. Jika di tengah masyarakat sudah terjadi kesalahan atau kesesatan dalam melaksanakan pokok-pokok nilai agama, maka pemeliharaan ini menjadi tingkat daruriyyat atau masuk peringkat primer. Agar berbagai penyimpangan tidak berakibat lebih buruk lagi, kecepatan dan ketepatan menangani permasalahan ini harus segera dilakukan. Ketika hal ini dibiarkan, eksistensi agama di tengah masyarakat bisa terancam.
Dengan demikian, baik masyarakat, pemerintah, maupun para penegak hukum harus saling bersinergi memberikan kontribusi terbaik demi terjaganya agama ini dari rongrongan orang-orang yang ingin menghancurkan agama. Terlebih jika mereka sudah mengatasnamakan sistem yang memusuhi nilai-nilai Islam.
Jika kamu ingin ditolong dan diteguhkan kedudukan, maka tolonglah agama Allah. Begitulah salah satu firman Allah dalam Al-Qur'an.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment