Keresahan Para Pedagang Menghadapi Revitalisasi Pasar


Oleh Sriyanti
Ibu Rumah Tangga

Revitalisasi Pasar Banjaran Kabupaten Bandung menuai penolakan dari pihak pedagang yang keberatan dengan proyek tersebut. Oleh karena itu mereka mengajukan gugatan SK Bupati  terkait revitalisasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Mereka juga meminta pengembang untuk menghentikan kegiatannya selama proses hukum masih berjalan. 

Pemkab Bandung sendiri, melalui Kepala Bidang Dinas Perdagangan dan Industri, Dicky Anugrah mengklaim bahwa pembangunan pasar Banjaran ini sudah termasuk bagian dari penataan kota. Hal di atas sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah di tahun 2006-2026. Dengan mekanisme pemanfaatan barang milik daerah melalui investasi swasta, sesuai dengan Permendagri No 19 Tahun 2016. Untuk itu Pemda telah menggandeng PT. Bangun Niaga Perkasa dengan skema Bangun Guna Serah (BGS). Di sisi lain beredar rumor bahwa Bupati Bandung dan Bandung Barat, telah dilaporkan oleh Aktivis Pemuda Bandung Raya ke Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan dugaan adanya gratifikasi atas proyek revitalisasi pasar tersebut. (Harapanrakyat.com Jumat, 26/05/2023)

Polemik antara pedagang dan pemerintah memang kerap terjadi. Para pedagang merasa kecewa dan dirugikan karena dalam proses revitalisasi tersebut, pemerintah  melibatkan pihak luar yaitu para pemilik modal melalui investasi. Bagaimana tidak menyesakkan dada, skema Bangun Guna Serah yang diterapkan investor, akan mengalihkan kepemilikan kios pada pihak pengembang. Sehingga para pedagang harus mencicilnya kembali dengan harga yang mahal dalam kurun waktu yang cukup lama. 

Sementara itu bagi penguasa, masuknya para investor dalam setiap proyek pembangunan merupakan suatu keberuntungan, karena akan meringankan beban mereka dalam memberikan pelayanan terhadap rakyat. Pemerintah tidak harus mengeluarkan dana dari APBD ataupun APBN. Begitu juga bagi para kapital atau pemodal, mereka bisa meraup keuntungan dari proyek tersebut. 

Sisi lain dari investasi adalah memberi celah maraknya gratifikasi juga korupsi. Saat ini begitu banyak pejabat yang tersangkut gratifikasi maupun korupsi. Akibatnya harga kios semakin tinggi memberatkan para pedagang. Keluhan para pedagang seolah tak terdengar, investasi justru diutamakan dengan alasan sebagai penyokong utama  pembangunan.

Inilah buah dari diterapkannya sistem kapitalisme sekular. Negara hanya berfungsi sebagai regulator saja. Perbaikan pasar lebih diperhatikan karena bisa mendatangkan keuntungan bagi investor, pengembang, maupun pihak pemerintah. Dalam kapitalisme, penguasa ibarat penjual bukan pengurus, sementara rakyat sebagai pembeli. Maka yang bisa beli kios dengan harga yang sudah ditentukan silahkan beli, dan bagi yang tidak mampu walaupun keahliannya berdagang akan tersisihkan. 

Kapitalisme berbeda dengan pemerintahan Islam dalam pengelolaan pasar. Pembangunan sarana dan prasarana termasuk revitalisasi sarana umum seperti pasar merupakan kewajiban negara. Tentunya mekanisme pelaksanaannya akan berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme. Pasar memiliki peran penting dalam perekonomian umat. Untuk itu  pemerintah pun akan membangun sarana ini, dengan kualitas terbaik bagi penjual ataupun pembeli. Seandainya para pedagang harus membeli atau menyewa lahan untuk kios, mereka tidak akan pernah dipersulit dengan biaya yang mahal. Begitu juga dengan para pembeli, mereka bisa berbelanja di pasar yang bersih, sehat dan nyaman. Sebagaimana sabda Rasullullah saw. tentang ancaman bagi pemimpin yang mempersulit urusan rakyatnya.
"Barang siapa  yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat susah mereka, maka susahkan lah dia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihi lah dia.” ( HR Muslim)

Atas dasar keimanan yang kuat, seorang pemimpin tidak akan mempersulit urusan rakyat apalagi rakus dan korup. Ia akan menjalankan amanahnya dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan apa yang Allah Swt. perintahkan. Untuk pengembangan pembangunan, pemerintah tidak akan mengandalkan para investor, karena membuka investasi sama saja dengan membiarkan negerinya dijajah. Sektor-sektor vital pun haram untuk dikapitalisasi, karena bertentangan dengan syariah dan dapat menyengsarakan rakyat.

Terkait dengan pembiayaan berbagai pembangunan, sistem pemerintahan Islam mempunyai lembaga keuangan yang sangat kuat yang disebut Baitul mal. Sistem perekonomian  Islam yang shahih telah menjadikan kas negara anti defisit, dengan salah satu pendapatannya diperoleh  dari hasil  SDA yang dikelola oleh pemerintah. Dengan demikian bagi rakyat yang keahliannya berdagang akan difasilitasi melalui pembangun kios yang terjangkau. Di mana pihak pemerintah tidak boleh mengambil keuntungan dan tidak boleh pembangunannya diserahkan kepada swasta, kecuali hanya sekedar mengupah, bukan penyerahan proyek kemudian harga diserahkan kepada mereka. Bahkan negara bisa menyerahkan secara cuma-cuma bagi yang tidak memiliki kamampuan untuk membayar. Hal ini dilakukan karena negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, diantaranya untuk para pedagang.

Hubungan penguasa rakyat benar-benar terjalin indah. Rakyat secara nyata merasakan keberadaan pemimpin, sehingga kesulitan, keluh kesah, dengan mudah disampaikan agar menjadi pertimbangam penguasa. Begitupun pihak penguasa, karena akidah yang bersemayam dalam dadanya, takut jika kelak di akhirat terkategori pemimpin yang memberatkan beban rakyatnya, sehingga berusaha mengurusi mereka agar mendapatkan berbagai kemudahan.

Kita tidak bisa berharap kepada kapitalisme yang mendudukkan materi sebagai panglima bukan keimanan. Sekularisme yang menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan telah menumbuhsuburkan korupsi, gratifikasi, sehingga pertanggungjawaban kepemimpinan terkikis lenyap, kalah dengan kepentingan materi.

Oleh karena itu polemik revitalisasi pasar akan selesai dengan tegaknya sistem Islam yang dibangun di atas pondasi akidah Islam.

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post