Oleh: Luwy Sartika |
Indonesia berhasil meraih predikat pertama menjadi surga wisata halal dunia Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023 dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di singapura. Penghargaan ini juga pernah diraih Indonesia pada 2019, berbagi tempat dengan Malaysia. Kali ini Indonesia juga berbagi tempat dengan Malaysia dengan sama-sama mengantongi skor 73. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (menparekraf), Sandiaga Uno mengatakan kenaikan ini merupakan suatu capaian yang luar biasa, dimana pada 2021 Indonesia berada pada posisi ke empat sedangkan pada 2022 menempati posisi ke dua. Untuk berada di posisi pertama, awalnya ditargetkan akan dicapai pada 2025, akan tetapi berhasil diraih pada tahun ini (11 th.co.id, 3/6/23).
Merupakan hasil yang sangat memuaskan melihat prestasi Indonesia yang gemilang pada sektor pariwisata. Bahkan Sandiaga Uno menyatakan bahwa prestasi ini bukan hanya dipertahankan tapi juga ditingkatkan sehingga diharapkan bisa mengakselerasi target peciptaan 4,4 juta lapangan kerja di 2024 yang salah satunya bertumpu pada pariwisata halal (11 th.co.id, 3/6/23).
Indonesia patut berbangga dengan capaian tersebut, apalagi di tengah usaha kebangkitan dari keterpurukan ekonomi pasca pandemi covid19. Sebagai negara mayoritas muslim, sektor wisata halal memang menjanjikan sebagai sumber pemasukan Negara. Bahkan, pemerintah memperkirakan potensi penerimaan devisa dari sektor pariwisata halal tahun ini mencapai sekitar US$5,5 miliar - US$10 miliar atau setara dengan Rp77 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) (CNN Indonesia). Angka yang cukup besar untuk kategori wisata. Namun, sebenarnya ada yang lebih besar potensinya jika dikelola dengan baik tapi sayangnya luput dari perhatian khalayak yakni Sumber Daya Alam (SDA). Indonesia yang disebut-sebut tanah surga memiliki SDA yang sangat melimpah jumlahnya, hasil tambang, minyak bumi, gas alam, dan masih banyak lagi adalah kekayaan milik negara yang begitu besar. Jika ini dikelola oleh negara dengan baik, maka segala kebutuhan rakyat tidak akan kekurangan. Sebagai contoh, perusahaan tambang emas yang dikelola AS di papua, PT Freeport-McMoran Inc mencatat pendapatan US$22,78 miliar atau setara dengan Rp341,70 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar US) (CNBC Indonesia), angka ini hanya di tahun 2022 sedangkan PT Freepot sudah beroperasi sejak masa orde baru, bisa dibayangkan hasil yang diperoleh sejak awal beroperasi hingga saat ini.
Dengan banyaknya hasil SDA yang ada, mengapa Indonesia masih saja kekurangan dana untuk menyejahterakan rakyatnya bahkan kemiskinan adalah masalah yang tak kunjung menemukan ujung batasnya. Sebagai negara yang menganut Sistem Ekonomi Kapitalisme, kekayaan alam yang dimiliki Indonesia harus tersandera dalam kungkungan para swasta yang memiliki modal besar. Mereka diberi ruang yang besar oleh Sistem Kapitalisme untuk menguasai sector-sektor yang memiliki daya sumbang yang besar terhadap pemasukan keuangan negara. Kapitalisme yang dianut negara adalah sistem ekonomi ala barat dimana hukum bisa dibuat sendiri oleh manusia, tentu saja dengan hanya melihat kepentingan beberapa pihak saja. Buktinya, dengan kekayaan alam yang dimiliki negara bahkan, masih sangat banyak rakyat Indonesia yang menderita kemiskinan, kelaparan dan masalah kesejahteraan lain yang seharusnya diselesaikan oleh negara. Kekayaan alam yang ada malah dikeruk tanpa sisa oleh para swasta sedang rakyat yang sebenarnya paling berhak hanya merasakan sedikit sekali hasilnya, tak jarang juga hanya mendapat limbah buangan sisa dari pengerukan SDA tersebut.
Lain halnya dengan Sistem Islam, sebab Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur interaksi Tuhan dengan hamba-Nya. Lebih dari itu, Islam adalah agama yang kompleks, merinci aturan dan tatacara menjalani kehidupan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya dan hubungan manusia dengan orang lain. Dalam hal pariwisata misalnya, objek wisata dalam negara yang menganut Sistem Islam tidak dipandang sebagai sumber pemasukan negara tetapi sebagai sarana untuk mendakwahkan islam kepada seluruh manusia. Manusia yang melihat keindahan dan keagungan suatu tempat bisa menjadi jalan bagi mereka menemukan arti dari sebuah keimanan, naluri beragama akan muncul ketika memikirkan betapa hebatnya zat yang mampu menciptakan serta memelihara tempat tersebut. Sehingga bagi yang sudah beriman, mereka akan semakin kokoh keimanannya sedangkan bagi Non-Muslim maka akan ada proses dakwah menuju Islam dengan memanfaatkan objek wisata tersebut. Bangunan serta peradaban yang dimiliki Islam sangatlah luar biasa, sistem kehidupan yang pernah berjaya selama tak kurang 13 abad ini memiliki peninggalan yang masih bisa dijumpai hingga kini, sebagai sebuah bukti bahwa Islam adalah agama serta aturan kehidupan yang layak untuk diterapkan kembali.
Dalam Islam, tidak ada kategori antara wisata halal dengan non halal. Lagi pula, menempatkan wisata sebagai sumber pemasukan negara bukanlah yang diakui oleh Islam. Perlu dipahami bahwa, meskipun wisata bisa menjadi sumber devisa dengan kriteria dan syarat tertentu, namun bukan berarti itu akan menjadikan sektor wisata sebagai sumber perekonomian negara. Sebab, syariat Islam telah menetapkan bahwa pemasukan negara berasal dari tiga sumber yakni pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat yang terhimpun dalam rumah harta (baitul mal). Pos-pos ini memiliki sumber pemasukan tersendiri, khusus pos kepemilikan umum misalnya yang sumber pemasukannya adalah dari pengelolaan hasil SDA milik negara yang digunakan untuk membiayai semua kebutuhan warga negara. Sehingga kebutuhan warga negara seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lainnya akan terpenuhi dengan baik. Jika negara Indonesia dan Negara-negara di dunia menggunakan Islam sebagai sistem peraturannya, maka akan sangat memungkinkan kesejahteraan akan tercapai, melihat SDA Indonesia yang berlimpah jumlahnya namun sayangnya harus dikuasai asing yang tak memiliki hak apapun. Hasil SDA saja sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menyejahterakan rakyat dibandingkan hasil pengelolaan wisata yang tak sebanding dengan pemasukan negara yang akan diperoleh jika SDA bumi pertiwi ini dikelola sendiri oleh Indonesia. Sudah saatnya Sistem Kapitalisme yang dianut negara hari ini ditinggalkan dan diganti dengan Sistem Islam. Sebab, bukti bahwa kapitalisme hanya mendatangkan kesengsaraan dan keterpurukan terutama bagi kalangan rakyat kecil dan hanya memihak mereka yang memiliki modal dan kekuasaan telah cukup untuk mengklaim bahwa kapitalisme hanyalah sistem yang rusak lagi merusak.
Wallaahu a’lam.
Post a Comment