Pemerintah akan melakukan impor beras sebanyak 3 juta ton dari India. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan hal ini dilakukan sebagai langkah untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang biasa menjadi pasokan untuk menjaga stabilitas stok dan harga beras bentuk atas dampak cuaca panas ekstrim atau El Nino yang akan melanda Indonesia.
"Beras kita memang harus ambil (impor) walaupun kadang-kadang enggak populer ya, tapi kita harus ambil inisiatif karena nanti kalau El Nino berat keadaannya kita enggak boleh bertaruh beras kurang kan," kata Zulhas (finance.detik.com, 15/06/2023).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kebijakan impor beras tersebut terlihat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Pasalnya, El Nino merupakan kondisi yang sudah bisa diperkirakan tahun sebelumnya. Dia mengatakan, pengadaan beras Bulog seharusnya sudah ditingkatkan sejak tahun lalu. Pemerintah juga seharusnya bisa menambah produksi sejak jauh hari dengan meningkatkan kualitas benih dan bantuan pupuk.
"Kebijakan impor beras dalam jumlah besar menunjukkan jika pemerintah panik menghadapi El Nino, padahal seharusnya bisa disiapkan sejak tahun lalu. Kebijakan impor memang bisa menjaga keamanan pangan dalam jangka pendek. Namun demikian, hal itu bisa merugikan dalam jangka panjang terutama bagi petani," ujarnya (katadata.co.id, 16/06/2023).
Bukan sekali ini saja pemerintah memutuskan impor beras yang begitu besar-besaran. Kendati untuk mengantisipasi El Nino yang akan melanda, tapi langkah yang dilakukan justru tidak tepat. Ironisnya, beberapa daerah di Jawa dan Bali sedang melakukan panen raya beras yang begitu melimpah, alhasil hasil panen masyarakat lagi-lagi terbengkalai tanpa adanya penyaluran beras yang memadai dengan dilakukannya impor beras sebanyak 3 juta tersebut.
Ini menunjukkan jika keputusan yang diambil oleh pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan kondisi masyarakat, terlebih petani yang terkena imbasnya. Padahal, sudah sewajarnya bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dengan pertimbangan yang matang dan melihat segala aspek kemungkinan yang ada, bukan hanya dengan dalih El Nino yang melanda dan segera memutuskan untuk melakukan impor beras dengan jumlah yang begitu besar.
Jika hal seperti ini terus berlanjut dan berulang, kebijakan impor bisa mengakibatkan matinya minat petani untuk tetap menanam padi karena merasa apa yang mereka lakukan sama sekali tak ada dampaknya. Hanya menghabiskan modal dan tenaga untuk menanam padi, tapi pada akhirnya dipatahkan oleh impor beras yang menjadi andalan pemerintah.
Selain itu, kebijakan impor beras juga bisa mematikan minat generasi muda untuk jadi petani karena mereka menganggap beras bisa diimpor tanpa harus berpayah-payah melakukan riset serta inovasi ini itu di bidang pertanian untuk menghasilkan beras kualitas super karena tak ada peluang bagi mereka nantinya setelah menjadi petani di negara ini.
Walhasil, impor beras hanya akan memeras para petani yamg sudah bersusah payah menanam padi dan mereka pun juga kewalahan dengan hasil panen yang tidak bisa didistribusikan ke daerah-daerah lain karena pemerintah akan mendistribusikan beras impor ketimbang beras petani negara sendiri. Akhirnya, lahan pertanian yang subur dan luas di Indonesia bukan tak mungkin akan beralih fungsi ke hal yang lain dan mengakibatkan impor beras yang harus dilakukan sepanjang masa karena matinya minat para petani tadi.
Impor beras disaat seperti ini memang bukan menjadi jalan keluar yang tepat karena dengan panen raya nan melimpah dari petani Indonesia bisa menjadi stok pangan ke depannya jika El Nino melanda. Beginilah kebijakan impor beras yang begitu beringas dalam sistem ekonomi kapitalis. Hal ini berbeda dengan keputusan kebijakan yang akan ditempuh dalam negara Islam atau sistem Khilafah Islamiyyah.
Islam mewajibkan negara mengurus rakyat, yang berarti penetapan kebijakan harus berpihak pada rakyat dan memudahkan hidupnya, bukan malah keras terhadap rakyat dan begitu loyal pada pemilik modal. Karena dalam Islam pengurusan rakyat menjadi kewajiban dan amanah yang begitu besar pertanggungjawabannya. Bahkan sekelas Khalifah Umar bin Khattab selalu berhati-berhati dalam mengurus rakyatnya dari pagi hingga malam hari karena takut pada pertanggungjawaban kelak.
Suatu waktu, Mu'awiyah bin Khudayj mendatangi Umar pada waktu Zuhur. Kemudian ia bertanya kepada Umar yang terlihat sangat lelah dan mengantuk, "tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?". Umar pun berkata padanya, "sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu'awiyah?".
Tidak hanya Mu'awiyah yang menjadi saksi kepemimpinan Umar yang sayang dengan rakyatnya tersebut. Salah seorang sahabat nabi yang tidak disebutkan namanya pun menceritakan hal serupa bahwa Umar bahkan berpuasa demi hajat rakyatnya.
Kisah kepemimpinan Umar ini menjadi cerminan bagi setiap penguasa negeri, terutama penguasa muslim karena apa yang menjadi pimpinannya akan menjadi tanggungjawabnya dan hanya dalam sistem Islam kepemimpinan luar biasa yang penuh amanah ini bisa dijalankan karena landasannya adalah takwa kepada Allah, bukan kepada pengusaha dan para pemilik modal.
Selain itu pula, setiap keputusan dan kebijakan yang diambil akan berpihak pada rakyat bukan malah menyiksa rakyat. Adapun untuk solusi dampak kekeringan yang akan terjadi akibat El Nino, tentunya kebijakan akan memperhatikan segala hal yang terjadi sehingga dapat tepat melakukan antisipasi tanpa merugikan petani, tentunya dengan persiapan dan perencanaan yang matang.
Wallahhu'alam bishawab.
Post a Comment