Oleh: Ummu Nushaybah
(Aktivis Muslimah)
Fenomena jalan rusak menjadi hal yang biasa di Indonesia. Berbagai kisah pilu akibat jalan rusak mewarnai headline media, mulai dari jalan berlubang dan gelap, jalan amblas, kecelakaan maut, hingga jenazah yang terpaksa diangkut menggunakan motor karena sulitnya kendaraan roda empat melewati jalan tersebut. Adanya perbaikan jalan pun hanya bertahan sebentar kemudian jalan retak lagi. Dana perbaikan jalan dianggap terlalu kecil sehingga pembangunan jalan hanya berjalan ala kadarnya, kemudian retak dan berlubang lagi.
Menurut laporan Statistik Transportasi Darat 2021 dari Badan Pusat Statistik (BPS), total panjang jalan di seluruh Indonesia mencapai 546.116 kilometer (km) pada 2021.
Jalan yang kondisinya baik mencapai 232.644 km atau 42,6% dari total panjang jalan di Indonesia. Kemudian sepanjang 139.174 km jalan berada dalam kondisi sedang (25,49%), 87.454 km jalan rusak (16,01%), dan 86.844 km jalan rusak berat (15,9%). Secara kumulatif, panjang seluruh jalanan yang rusak di Indonesia pada 2021 mencapai 174.298 km (31,91%).
Sungguh ironis, di negeri yang kaya sumber daya alam, infrastruktur jalannya pada sebagian besar wilayah sangat buruk. Bahkan menunggu masyarakat berkoar-koar di media sosial, barulah ada tindakan untuk ditangani. Dengan adanya sumber daya alam yang melimpah, seharusnya negeri ini mampu membangun infrastruktur terbaik untuk rakyatnya, termasuk akses jalan yang memadai.
Ini sangat berbeda ketika sistem Islam diterapkan dalam sebuah negara. Peran negara dalam sistem islam adalah mengurus urusan umat. Teringat kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan berlubang di Irak. Seekor keledai tergelincir kakinya lalu jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab bekata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, “Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”
MasyaAllah, Khalifah Umar ra. menangis karena khawatir akan kurangnya periayahan terhadap rakyatnya. Bukan malah senyum-senyum ketika membahas ada kebutuhan rakyat yang tak terpenuhi. Jika saja pemimpin negeri ini mau belajar dari sejarah. Umar ra. saja merasa takut jikalau hewan terluka, bagaimana dengan nyawa manusia yang di dalam Islam sangat berharga? Ingat! Kecelakaan lalu lintas tertinggi akibat jalan rusak.
Solusi Islam Sistemik
Hebatnya Umar bin Khattab ra. ini bukan tersebab oleh dirinya semata, akan tetapi karena keislamannya, dan terpenting adalah sistem Islam yang menaunginya.
Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab sepenuhnya akan kepengurusan jalan, agar tidak terjadi kecelakaan dan aktivitas masyarakat berjalan dengan lancar. Kenyamanan dalam berkendara pun didapatkan.
Betapa rindunya kita akan hadirnya sosok pemimpin dalam sistem Islam, yang selalu ada untuk rakyat, yang takut akan dosa, yang amanah yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Tegaknya sistem Islam dengan semua peraturannya yang sempurna dan paripurna, sungguh kebutuhan yang tak bisa lagi ditunda. Umat begitu membutuhkannya. Mengganti sistem rusak kapitalisme dengan sistem Islam dalam bingkai negara yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu'alam bi shawab
Post a Comment