Istiqamah dalam Ketaatan

 


Oleh: Sari Liswantini

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

Dua bulan telah berlalu, Ramadhan telah pergi meninggalkan kita. Tapi segala amalan ketaatan yang telah dilaksanakan haruslah senantiasa dijaga dan melekat pada setiap individu Muslim. Pasalnya, saat itu setiap aktivitas keagamaan, tayangan-tayangan televisi jadi serba islami yang membuat individu-individu menjadi lebih shalih dan masyarakat pun antusias mengerahkan energinya dalam aspek ini.

Namun seusai Ramadhan banyak di antara kita yang kembali futur. Ramadhan berlalu, ramai-ramai kembali mengumbar auratnya. Berbagai perilaku menyimpang kembali terjadi di tengah-tengah masyarakat, mulai dari seks bebas, perselingkuhan serta kasus asusila lain. Masjid-masjid pun mulai sepi ditinggalkan jamaah. Padahal Allah SWT berulang kali menyebutkan la'allakum tattaqun dalam Al-Qur'an, yang artinya ketakwaan itu tidak hanya dilakukan selama bulan Ramadhan saja melainkan di luar Ramadhan, tak hanya di masjid tapi di mana pun dan kapan pun.

Pasalnya, arti takwa termaktub dalam QS al-Baqarah ayat 183. Adapun menurut Syeikh Al Jazairi, takwa yakni mempersiapkan orang-orang yang beriman untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Secara bahasa arti takwa itu sendiri adalah berhati-hati, waspada, takut. Sedangkan secara istilah takwa menurut Thalq ' bin habib Al ' Anazi adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharapkan ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil) dan takut terhadap azab Allah.

Oleh karenanya, orang atau individu yang ketika beribadah, bermuamalah, bergaul, dan mengerjakan kebaikan serta menjauhi semua larangan-Nya berdasarkan dalil dari Allah SWT, bukan atas dasar ikut-ikutan, tradisi, taklid buta atau tujuan duniawi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Imam Ali bin Abi Thalib ra, bahwa orang yang bertakwa memiliki empat ciri, di antaranya, merasa takut kepada Allah SWT yang mempunyai sifat Maha Agung, beramal dengan apa yang diwahyukan oleh Allah SWT, merasa puas dan ridha dengan pemberian Allah SWT meskipun hanya sedikit dan senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian dan kembali menghadap Allah.

Buah dari takwa dan ketaatan itu terlihat dalam setiap aktivitas, di mana pun, kapan pun kita berada. Manusia senantiasa melaksanakan perintah Allah dan berusaha menjauhi segala yang dilarang-Nya. Dan itu semua istiqamah dan konsisten dalam ketaatan. Sehingga kita pun akan merasakan kenikmatan dalam melakukan berbagai aktivitas ketaatan lainnya.

 Selain itu kita akan berusaha jauh dari perbuatan tercela, seperti bohong, gibah, fitnah, dan perbuatan fasik lainnya. Allah SWT akan menjamin kehidupan yang baik,  firman-Nya dalam QS an-Nahl ayat 97 yang artinya, “Barang siapa mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan agar pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Memang, dalam rangka mewujudkan ketakwaan hakiki diperlukan keistiqamahan dalam ketaatan agar individu dan seluruh lapisan masyarakat mampu mewujudkan kehidupan yang islami dan jauh dari berbagai kesulitan hingga tercipta ketenangan dan kebahagiaan yang tidak hanya di dunia tapi akhirat.

Adapun yang perlu dilakukan di antaranya dengan terus meningkatkan kualitas takwa individu dengan mengikuti kajian rutin dan intensif, ajaklah masyarakat mulai dari keluarga, saudara dan teman-teman agar bisa bersama-sama dalam takwa dengan cara berdakwah. Selain individu dan masyarakat perlu adanya pemimpin yang dapat menerapkan syariah Islam agar ketakwaan umat terjaga. Yang terakhir dan yang  paling penting dalam hal mengatur dan dapat terealisasikan semua itu butuh dukungan sistem dan hanya sistem Islamlah satu-satunya yang mampu mewujudkannya.[]

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post