Lagi-lagi harga telur kembali meroket. Fakta yang cukup mencengangkan di telinga masyarakat khususnya kaum ibu. Karena baiknya harga bukan pada momen hari raya. Tentu hal ini menimbulkan tanda tanya.
Dewan Pimpinan Pusat Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI), Reynaldi Sarijowan selaku sekretaris Jenderal DPP IKAPPI menyebutkan bahwa harga telur di Jabodetabek berada dikisaran Rp. 31.000 hingga Rp. 34.000 per kilogram. Sedangkan di wilayah timur Indonesia tembus Rp. 38.000 per kilogram bahkan tembus hingga Rp. 40.000 kilogram. Menurut Reynaldi Sarijowan bahwa setidaknya ada dua faktor yang membuat harga telur kembali naik yaitu faktor produksi, yang disebabkan oleh harga pakan yang tinggi dan akibat dari proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan yaitu di pasar, (KumparanBisnis, 28/5/2023).
Kenaikan harga telur yang terus berulang menjadi pertanyaan besar di tengah-tengah masyarakat. Apa yang menjadi penyebab kenaikan tersebut. Negeri yang katanya kaya raya, tongkat dan kayu bisa jadi tanaman ditambah lagi dengan melimpah ruahnya sumber daya alam, malah justru kenaikan harga bahan pokok sering terjadi.
Setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga telur. Pertama, adanya ketidaksesuaian distribusi telur. Kita mendapati bahwa adanya ketidaksesuaian dalam pendistribusian telur ayam, yang sebelumnya di distribusikan langsung ke pasar. Namun kali ini banyak pihak yang mendistribusikan di luar pasar atau memenuhi permintaan diluar pasar secara langsung.
Kondisi ini, menunjukkan bahwa naiknya harga telur ayam bagian dari arus besar liberalisasi pangan. Semestinya telur ayam bisa disalurkan di pasar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, justru stoknya tidak tersedia.
Kedua, proses impor bahan baku pakan tidak menjadi solusi. Alih-alih menjadi solusi justru menambah masalah. Misalnya saja, bahan baku jagung. Pasalnya, impor jagung mungkin bisa menjadi solusi. Namun, jika impor jagung terus berkelanjutan tentu ini tidak baik bagi berbagai sektor yang ada baik bagi peternak ayam petelur maupun pertanian jagung nasional.
Seyogianya, negara harus turut hadir dalam mengatasi masalah harga telur ayam. Sayangnya, justru negara lambat dalam mengantisipasi perihal pengendalian harga telur ayam. Padahal, telur merupakan salah satu bahan makanan yang selalu di butuhkan dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, jika meroketnya harga telur disebabkan karena adanya ketidaksesuaian distribusi telur dan adanya proses impor bahan baku pakan ternak, dalam Islam seorang Khalifah sangat berperan penting dalam mengendalikan harga telur sekaligus menjamin distribusi berdasarkan skala prioritas kebutuhan masyarakat. Tidak seperti dalam sistem kapitalisme, justru negara seolah-olah berlepas tangan dalam pengawasan kenaikan harga bahan pokok.
Jadi, tiada solusi lain selain dari Islam itu sendiri. Karena, Islam adalah agama yang paripurna, memiliki konsep penyelesaian dalam setiap masalah. Seorang kepala negara akan serius dalam mengelola pertanian seperti jagung karena jagung merupakan bahan pakan ternak ayam. Mereka juga akan memberikan jaminan keamanan pada lara peternak ayam, menyediakan fasilitas secara gratis.
Demikianlah, Islam dalam memberikan kesejahteraan bagi para peternak, sehingga tidak terjadi adanya kelangkaan harga telur.
Wallahu a'lam bisshawab
Post a Comment