Aktivis muslimah ngaji
Seperti api jauh dari panggang. Remaja yang diharapkan menjadi generasi muda bangsa sebagai penoreh tinta emas dalam menciptakan peradaban gemilang masa depan justru kerap menjadi pelaku tindak kejahatan dan kriminal. Generasi muda adalah penentu bangkit atau hancurnya peradaban suatu bangsa. Dan yang terjadi hari ini adalah perilaku kenakalan remaja yang dulu sering menjadi sorotan telah berubah arah menjadi perilaku kriminal.
Saat ini perilaku brutal, bengis dan sadis yang yang jumlahnya terus meningkat dilakukan oleh remaja sudah pada tahap yang mengkhawatirkan.
Realita ini sejatinya menunjukkan sistem pendidikan saat ini telah gagal mewujudkan generasi yang berkepribadian baik dan memiliki iman juga ketakwaan. Lantas, apakah juga akan turut menghasilkan kepribadian yang berkarakter sesuai dengan apa yang tercantum pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional? Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik dan diperuntukkan bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju ke arah hidup yang lebih baik.
Maka jangan kaget apabila pola pendidikan yang sekuler liberal baik dalam konsep pendidikan formal maupun informal di keluarga dan lingkungan merupakan akar terciptanya generasi yang berperilaku sadis dan bengis. Sistem kehidupan sekularisme liberal sadar maupun tidak telah menjadi biang masalah atas rusaknya generasi bangsa saat ini. Label “pelajar toleran” pun sejatinya menunjukkan profil pelajar yang jauh dari ajaran Islam, meragukan keislamannya, dan tidak mau terikat syariat. Pelajar toleran lebih banyak terpapar konten media yang berisi kekerasan, pembunuhan (film-film psikopat), pornografi, seks bebas, musik, ataupun mukbang (makan besar ala selebgram). Hasilnya, lahir pribadi-pribadi hedonis, hidup sesuka hati, dan menabrak nilai-nilai Islam.
Islamofobia juga turut menerpa mereka. Contohnya, fenomena hijrah di kalangan anak muda dicurigai sebagai pintu masuknya terorisme. Pendataan nomor telepon dan akun media sosial mahasiswa baru menjadi antisipasi penyebaran radikalisme. Seorang guru SMA di Yogyakarta yang melatih siswinya menggunakan kerudung malah dianggap sebagai bentuk perundungan. Lebih jauh lagi, temuan pemerintah lewat BNPT mengeklaim ada 198 pondok pesantren terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Siapa Dalangnya?
Islamofobia sesungguhnya merupakan ketakutan akan kebangkitan Islam sebagai ideologi. Hal inilah yang sangat dicegah oleh Barat melalui pemerintahan sekuler kapitalistik. Pelajar menjadi target utama agar tidak lekat dengan ajaran Islam, apalagi memperjuangkan kebangkitan Islam. Walhasil, hasil riset “pelajar toleran makin meningkat” ini menjadi opini strategis untuk membuat remaja ragu atas ajaran Islam.
kebijakan negara. Yakni kurikulum pendidikan yang tegak di atas nilai-nilai sekuler, yang hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademik. Nilai-nilai agama tidak di utamakan. Ada konsekuensi yang harus kita tanggung ketika negara lebih memilih penerapan kurikulum dan sistem pendidikan berbasis akidah sekularisme. Daya rusak akidah ini sangat dahsyat. Lihatlah, betapa perilaku generasi kita yang makin ke sini makin jauh dari karakter umat terbaik.
Perundungan, kekerasan seksual, narkoba, perzinaan, tawuran, bunuh diri, pembunuhan, dan sebagainya, kerap mengintai generasi kita. Perilaku bullying adalah penyakit sosial, hasil dari peradaban sekuler Barat. Sistem sekuler telah membawa generasi saat ini ke dalam jurang kerusakan yang sangat parah.
Generasi Latah
Sungguh sangat disayangkan, sikap generasi muda hari ini sudah terperangkap oleh jebakan 5F+1S (Food, Fun, Fashion, Film, Faith, dan Song) yang digencarkan barat. Walhasil, tolak ukur dalam menentukan baik dan buruk bukan lagi rido Allah, melainkan kesenangan duniawi semata. Dengan dalih “mumpung masih muda nih!” pemuda hari ini sibuk mencoba kesenangan-kesenangan tanpa memperhatikan batasan halal haram.
Padahal, 5F+1S adalah propaganda barat untuk melemahkan profil pemuda muslim dan menjauhkan umat Islam dari kebangkitan. Melalui Fun dan Song, generasi muslim terlena oleh lagu-lagu yang liriknya mempromosikan ide-ide kufur. Generasi muslim juga dialihkan dari mendengarkan murottal dan ceramah-ceramah Ustadz dengan alunan nada lagu. Tak hanya Amerika yang menjadi dalang utama. Akan tetapi negara-negara lain pun ikut andil seperti Korea Selatan punya peran tak kalah besar.
Maka kita mendapati, tahun 2023 yang dipenuhi berbagai konser dengan tiket tak murah kerap dipenuhi oleh kaum muslim khususnya kalangan Milenial dan Zilenial. Sebut saja konser BlackPink, grup wanita dari Negeri Ginseng ini berhasil meledakkan massa di Stadion Gelora Bung Karno. Tiket penjualannya bahkan habis beberapa menit setelah dipasarkan. Tak hanya tiket, atribut pendukung konser serta suvenir eksklusif ludes terjual.
Tak hanya dua band ternama itu yang manggung di negeri ini. Deretan grup musik maupun personal lainnya tengah mengantri. Seperti RedVelvet, BTS, Aespa, Bruno Major, dan lain-lainnya. Sehingga bisa dikatakan negeri ini menjadi pasar empuk bagi mereka.
Sebenarnya, seberapa penting publik harus mengetahui informasi terkait persentase pelajar toleran dan intoleran? Sebab faktanya, hasil temuan itu tidak lebih untuk menyenangkan Barat semata. Baratlah dalang di balik narasi toleran dan intoleran ini untuk mendekonstruksi, melumpuhkan, bahkan melenyapkan ajaran Islam. Kesimpulan ini bisa kita ketahui dari lima upaya Barat.
Pertama, menumbuhkan keraguan pada pelajar akan kebenaran ajaran Islam. Pelajar yang berpegang teguh pada ajaran Islam akan mendapat label “intoleran dan radikal”. Akibatnya, para pelajar muslim lebih memilih meninggalkan ajaran agamanya.
Kedua, menghilangkan rasa kebanggaan pelajar muslim terhadap ajaran agamanya. Islam dituduh sebagai agama yang antagonis terhadap ide kebebasan, HAM, demokrasi, pluralisme, dan nilai Barat lainnya. Hal ini memunculkan rasa rendah diri pada pelajar Islam dan fobia pada ajaran agamanya.
Ketiga, menciptakan suasana ketakutan pada diri pelajar untuk menyampaikan kebenaran Islam.
Keempat, memaksa pelajar Islam menerima konsep moderasi beragama yang mencampuradukkan antara hak dan batil. Lahirlah para pelajar moderat asuhan Barat.
Kelima, menjadi kiblat bagi pelajar muslim. Lewat 4 F (fun, fashion, film, food), Barat mempropagandakan ideologinya. Akhirnya, pelajar muslim meninggalkan perilaku islami dalam berpakaian, makanan, dan hiburan karena menganggap semua itu tidak sesuai perkembangan zaman.
Islam mengatur bagaimana seorang muslim menikmati hidup sekaligus memiliki empati atas nasib sesama. Tidak memikirkan diri sendiri sementara tidak peduli dengan yang lain. Islam adalah agama yang sempurna aturannya yang harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya dalam skala individual saja. Sehingga kehidupan menjadi teratur, dinamis dan sehat. Demikian juga Islam mengajarkan skala prioritas atas amal dalam kehidupan. Mendahulukan yang wajib dan meninggalkan yang haram.
Mendahulukan yang sunah dan meninggalkan yang mubah. Demikian rincinya sehingga seorang Muslim paham betul amalan yang bagaimana yang diterima, yang berpahala dan dosa.
Dalam sistem Islam, akidah Islam adalah landasan dasar dalam pendidikan. Tidak heran jika pada masa diterapkannya, Islam tampil sebagai peradaban dunia, telah lahir banyak individu berkepribadian mulia, berakhlak karimah, dan unggul dalam ilmu dunia.
Inilah pentingnya mengapa kita perlu menegakkan syariat Islam secara kafah agar kehidupan manusia baik secara individu, keluarga dan masyarakat semua terjaga dari perbuatan dosa karena sadar akan adanya yang mengawasi yaitu Allah SWT. Semua orang baik anak-anak bahkan sampai orang dewasa akan terlindungi dan terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Masyarakat akan dididik, dibina serta diarahkan untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sehingga mereka sadar akan identitas yang sesungguhnya yaitu menjalankan syariat Islam secara kaffah dengan adanya perisai yang melindungi setiap kehidupan generasi bangsa. Hanya Islam Lah yang memiliki peraturan yang komprehensif, mampu menjaga anak-anak remaja dari perilaku sadis dan hanya dengan Islam jugalah masyarakat yang islami dapat terwujud.
Sudah saatnya pelajar muslim tampil terdepan menjadi bagian yang memperjuangkan Islam. Jangan terjebak pada narasi “pelajar toleran dan intoleran”. Fokuskan tujuan hidup untuk meraih rida Allah Taala. Pelajar muslim harus mencintai Islam, bukan malah mengikuti langkah-langkah Barat melalui nilai-nilai moderasi beragama dalam pendidikan.
Adapun peran negara adalah yang paling penting yakni melakukan pembinaan kepada masyarakat terutama generasi muda dengan menggunakan berbagai sarana atau media yang ada. Sehingga bisa menutup semua celah yang bisa menjerumuskan kepada kemaksiatan yang bisa merusak generasi muda. Semua ini tidak akan pernah bisa terwujud kecuali dengan penerapan Islam secara kaffah dalam sebuah institusi negara. Wallahu 'alam bishshowwab.
Post a Comment