FENOMENA FATHERLESS, ANCAM GENERASI


Oleh : Neng Saripah S.Ag

Kita semua tentu sangat setuju, bahwa setiap insan manusia pasti menginginkan yang namanya "bahagia." Begitu pula dengan remaja, ingin merasa bahagia. Dan tentu dalam konteks usia remaja, mereka sangat senang ketika diperhatikan, diperlakukan special, diberi waktu luang, pelayanan, pujian, hak berpendapat, dll.

Terlebih jika semua perlakuan special tersebut di dapatkan dari seseorang yang special juga di benak remaja, seperti ayah misalnya. Sebuah ungkapan menyatakan, ayah mestilah menjadi cinta pertama bagi anak perempuannya, dan ayah pula yang menjadi super hero bagi anak lelaki mereka. Jika peran tersebut benar-benar berjalan, tentu akan kita lihat begitu banyak anak yg merasa bangga, cinta , bahkan bahagia terhadap sosok ayah mereka.

Namun mirisnya, saat ini begitu banyak anak-anak yang tidak mendapatkan sosok ayah dirumah-rumah mereka. Bukan tentang tidak memiliki ayah dalam makna sesungguhnya, hal ini lebih kepada fisik ayahnya ada, namun ayah tidak menjalankan perannya sebagai seorang ayah.

Entah dikarenakan ayah yang terlalu sibuk bekerja, sehingga saking sibuknya, mereka sudah pergi bekerja di saat anaknya masih terlelap kemudian pulang kerja di saat anaknya sudah tertidur lelap kembali, atau ada juga yg memang terjadi GAP (benteng yang sangat tinggi) antara anak dan ayah, sehingga membuat sosok ayah terasa menakutkan serta asing bagi anak.

Tak jarang kita temui anak anak yang takut jika harus berkomunikasi dengan ayah mereka, sehingga jika ada kebutuhan tertentu mereka akan lebih suka berbicara kepada ibu mereka di bandingkan harus meminta izin dari ayah mereka. Jika sudah demikian akhirnya apa yang terjadi:

✔️anak tidak faham sosok ayah sebagai pemimpin.
✔️kurang Percaya diri
✔️sulit berkonsentrasi
✔️tidak semangat belajar
✔️kesulitan bersosialisasi
✔️mudah mengidolakan laki laki
✔️dan yang terakhir yang harus kita waspadai  yaitu psikopat. Merasa benci pada seseorang yang memiliki figur ayah.

Dengan demikian, semestinya tidak aneh jika muncul begitu banyak berita; remaja bertemu teman lelakinya yang dikenal dari medsos kemudian di cekoki minuman lantas setelah itu diperkosa, pun ada pula remaja yang diculik, di bunuh, bahkan remaja yang memiliki penyimpangan seksual seperti; Gay, lesbi, dsb. Itu semua tidak lain dan tidak bukan karena ada luka di dalam hati mereka terhadap sosok laki-laki di rumah mereka. Terlebih saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-3, tingkat fatherless terbanyak di Dunia.

Jika sudah demikian, siapa yang harus di salahkan? Apakah Ayah? Tentu tidak bukan. Kenapa? Karena ayah kita pun adalah korban.

❌Faktanya, pola pendidikan di negara kita tidak ada yang mengajarkan bagaimana caranya menjalankan peran sebagai seorang ayah yang sesungguhnya. Sehingga tak heran jika banyak laki-laki menganggap tugas ayah hanya mencari nafkah.
❌Adapun dengan para ayah yang sudah faham akan tugas dan peran mereka dalam keluarga, mereka tetap kesulitan dalam menjalankanya, karena mereka terhimpit oleh keadaan. Seperti; faktor ekonomi yang kian hari semakin sulit, yang akhirnya membuat para ayah terpaksa harus bekerja lebih keras di luar sana. Sehingga saat pulang ke rumah, bukanya tidak ingin meluangkan waktu untuk bermain dengan anak, tetapi energi mereka sudah habis terkuras oleh berbagai pekerjaan.

Banyak para pakar beranggapan fenomena fatherless ini diakibatkan pemahaman masyarakat yang keliru, menganggap tugas ayah adalah bekerja dan ibu di rumah. Namun dalam islam sejatinya tidak ada yang salah dengan pemahaman tersebut karena memang sudah menjadi kewajiban bagi laki-laki untuk menafkahi, sedangkan bagi perempuan tugasnya menjadi management rumah tangga.

Sejatinya perintah Allah tersebut ada untuk memuliakan manusia itu sendiri. Bukan sebaliknya. Namun yang harus d fahami bahwa selain ke 2 tugas tadi, ada pula tugas yang menjadi irisan atau kewajiban bagi ke duanya (butuh peran ayah dan juga ibu), yakni tugas mendidik anak. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari abu Hurairah r.a

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani".

Fa abawahu = itu artinya ke-2 orang tua, jadi tugas pendidikan dalam islam memang sudah sangat tegas dan jelas bahwa Allah mewajibkan atas ke dua orang tuanya untuk melaksanakanya. Bukan hanya salah satu saja. Sehingga apabila diterapkan dalam kehidupan, insya Allah akan menjadi rahmat dan kebaikan, serta keselamatan baik bagi para orang tuanya sendiri maupun anak anak kita yang kelak akan menjadi generasi masa depan umat.

Wallahu alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post