Ekonomi Kapitalis Penyebab Kesenjangan Lapangan Kerja


Oleh: Sukmawati Umar
 (Aktivis Dakwah)

Pemerintah mengharapkan tingkat pengangguran terbuka akan terus menurun pada tahun depan. Meski begitu, perkembangan teknologi digital dinilai akan mengancam para pekerja karena bisa menghemat tenaga kerja.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, efektivitas kebijakan fiskal dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional dinilai bisa  membantu menurunkan tingkat pengangguran terbuka tahun 2024 pada kisaran 5,0% hingga 5,7%.

“Tingkat pengangguran terbuka tahun 2024 ditargetkan pada kisaran 5,0% hingga 5,7%,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23, (KONTAN.CO.ID-JAKARTA Jumat 19/5).

Minimnya lapangan pekerjaan membuat sebagian orang menjadi pengangguran. Bukan hanya dialami oleh masyarakat yang memiliki pendidikan rendah, atau bahkan yang tidak bersekolah, tetapi hal ini juga dialami oleh orang-orang yang lulusan sarjana. Indonesia berada diperingkat kesepuluh dengan tingkat pengangguran sebesar 6,49%. BPS mencatat pada 2022, jumlah pencari kerja sebanyak 937.176 orang, sedangkan lowongan kerja hanya berjumlah 59.276. Berarti lebih tinggi pencari kerja dari pada lapangan pekerjaan yang tersedia, belum termasuk dengan jumlah pekerja asing yang keberadaannya semakin didukung regulasi.

Antara Pencari dan Lowongan

Pengangguran terus terjadi, bahkan makin besar kesenjangan antara pencari kerja dan lowongan yang tersedia. Tingginya pengangguran berdampak pada tingginya angka kemiskinan, inilah yang selalu terjadi dari tahun ke tahun seakan-akan tidak ada lagi titik terang dari masalah di negeri ini. Banyak nya pengangguran menimbulkan berbagai macam masalah hingga kriminal, tingkat perceraian yang terjadi makin naik dan rata-rata alasan mereka bercerai karena masalah ekonomi, kasus pembunuhan dan bunuh diri makin menjadi-jadi, lagi-lagi pemicunya adalah ekonomi, maraknya pencurian atau perampokan semua dilandasi karena ekonomi yang tidak stabil. Pengangguran dimana-mana membuat sebagian orang gelap mata dalam menghadapi hidup yang keras ini. Banyak sekali fakta di masyarakat efek dari kesenjangan ini, bahkan banyak orang rela ikut bisnis-bisnis jual organ tubuh manusia saking kurang nya lapangan pekerjaan sementara orang yang ingin bekerja semakin bertambah. Jadi, tidak heran jika satu masalah tidak teratasi dengan tepat akan melahirkan berbagai masalah baru lagi dan begitu seterusnya. 

Negara Gagal

Negara gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk rakyatnya. Pemerintah justru mengklaim bahwa pengangguran dipicu karena kemajuan teknologi yang semakin pesat kini membebani para angkatan kerja untuk mampu beradaptasi. Jika para angkatan kerja tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi, maka mereka akan mudah terhempas dari kesempatan kerja mengingat teknologi kini sudah memasuki seluruh lini kehidupan manusia. 
Bagian yang paling berbahaya adalah ketika kemajuan teknologi seperti adanya robot dan kecerdasan buatan mampu menggantikan pekerjaan manusia. Tentu saja hal ini akan memicu pengangguran yang lebih besar lagi, apalagi mengganti tenaga kerja manusia dengan robot dianggap lebih efektif dan efisien. 

Selain itu, persoalan yang paling mendasar adalah sistem perekonomia negara ini yang lebih fokus kepada keuntungan individu pemilik. Sebuah perusahaan akan terus menekan biaya produksi agar mencapai keuntungan yang maksimal, sedangkan biaya produksi yang paling mudah untuk ditekan adalah upah pekerja.  Alhasil, upah rendah dan PHK disebut sebagai bentuk efisiensi perusahaan. Inilah penyebab berkurangnya lowongan pekerjaan. Semakin banyaknya super market dan toko-toko lainnya yang dimana harga jual nya lebih sedikit murah dibanding warung-warung kelontong/tradisional karena modal kecil sehingga mereka harus menjual barangnya lebih sedikit mahal. Konsumen yang memiliki pendapatan pas-pasan pasti akan mencari harga yang lebih murah. Akhirnya, warung tersebut akan gulung tikar dan pemiliknya harus menjadi pekerja. Ini juga yang menyebabkan tingginya jumlah pencari kerja.

Negara Abai

Negara gagal menyediakan lapangan kerja untuk rakyatnya. Sistem kapitalisme ini yang menyebabkan agar seluruh urusan umat diserahkan kepada swasta termasuk lapangan pekerjaan. Alhasil, kebijakan yang bertujuan untuk menyerap tenaga kerja fokus hanya pada pertumbuhan satu perusahaan. Contohnya, pada saat pemulihan ekonomi pasca-Pandemi Covid-19, pemerintah lebih banyak mengeluarkan dana kepada perusahaan besar agar mampu bertahan dan tidak mem-PHK karyawannya, tapi justru tidak peduli pada usaha rakyat kecil yang sebenarnya juga membutuhkan suntikan dana agar mampu bertahan. Jadi, sebenarnya bukanlah rakyat yang tidak mampu untuk membuka usaha, melainkan karena suasana usahanya yang tidak mendukung. Rakyat dengan segala keterbatasannya terutama dana pasti lebih sulit untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar diluar sana. Dari sini sudah jelas bahwa penyebab kesenjangan yang semakin parah antara pencari kerja dan lowongan pekerjaan adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme.

Negara Penyedia Lapangan Kerja

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup rakyat, Islam mewajibkan Negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang disebut dengan Politik Ekonomi Islam. Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia dalam bidang ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi) bukan sekedar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Hal ini berarti Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara individual dan bukan secara kolektif. Dengan kata lain, bagaimana agar setiap individu masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier). Bukam sekedar meningkatkan taraf hidup secara kolektif yang diukur dari rata-rata kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post