Cukupkah Ekonomi Syariah Tanpa Penerapan Islam Kafah?


 Oleh Gina Ummu Azhari
Komunitas Muslimah Rindu Surga

Di tengah upaya perbaikan ekonomi negara, ternyata ekonomi syariah mengalami perkembangan yang positif. Terlihat dari pangsa pasarnya sebesar 45,66% dari keseluruhan ekonomi nasional atau terdapat kenaikan sebesar 3,45% dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras semua pihak terutama pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan. Hal ini diungkapkan Bapak Ma'ruf Amin selaku Wakil Presiden pada acara pembagian Anugerah Adinata Syariah di Kantor Pusat Bank Syariah Indonesia (BSI) Jakarta Selatan (26/5/2023).

Dana sebanyak Rp149,55  triliun telah dikucurkan untuk pembiayaan syariah hingga Desember 2022. BSI sebagai lembaga ekonomi syariah telah menyalurkan dana pembiayaan ke sektor halal value chain sebanyak Rp18 triliun pada tahun 2023. Meskipun demikian, jika dilihat dari Global Islamic Economic Indicator kita masih kalah dari Malaysia yang meraih juara 1. Namun Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim tentu memiliki potensi yang besar untuk perkembangan ekonomi syariah. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan dan Sekretaris Komite Nasional Ekonomi dan Syariah (KNEKS) Ibu Sri Mulyani. (Kompas, 26/05/23)

Geliat masyarakat Indonesia terhadap ekonomi syariah dianggap pemerintah sangat baik. Salah satu indikatornya adalah ramainya pameran ekonomi syariah yang banyak diadakan semisal Hijrah Fest, Islamic Fest, dsb. Begitu pula semangat umat muslim dalam produk halal sangat terlihat dari tingginya angka penjualan berbagai produk seperti produk makanan, fashion, kecantikan, perumahan dan lainnya.

Melihat besarnya nilai transaksi bisnis syariah, pemerintah berencana memasukkan ekonomi syariah ke dalam kerangka rencana dan anggaran daerah. Pemerintah bahkan memberikan perhatian besar terhadap ekonomi syariah ini dengan dibuatnya Anugerah Adinata Syariah. Selain itu untuk mendukung UMKM syariah diberlakukan bebas pajak penghasilan tunai untuk omzet usaha di bawah 500 juta.

Melihat besarnya nilai transaksi yang dihasilkan dalam transaksi ekonomi syariah, maka pemerintah memiliki harapan yang besar akan mampu mendongkrak perekonomian Indonesia yang sedang menurun. Padahal transaksi ekonomi syariah yang ada saat ini masih terdapat transaksi ribawi di dalamnya sedangkan riba diharamkan dalam Islam. Sehingga kita tidak bisa mengharapkan hal ini dapat memperbaiki keadaan perekonomian. Hal yang bisa dilakukan negara salah satunya dengan mengelola Sumber Daya Alam secara mandiri sehingga akan menghasilkan banyak lapangan kerja serta hasilnya dapat dinikmati oleh rakyat. Negeri Indonesia memiliki banyak kekayaan alam tapi tidak dijadikan sumber pendapatan negara, pendapatannya justru bergantung pada pajak dan utang luar negeri. Ini dikarenakan Indonesia dan negara-negara muslim saat ini justru menerapkan sistem sekuler kapitalisme.

Sistem sekuler adalah sistem yang memisahkan agama dari aturan kehidupan. Aturan agama hanya dipergunakan dalam ritual peribadatan sedangkan aturan kehidupan menerapkan aturan buatan manusia yang berasas manfaat. Begitu pun dengan sistem ekonomi yang juga berbasis materi telah meminggirkan peran negara dari tanggung jawabnya. Buktinya, berbagai kekayaan alam yang mestinya dikelola negara untuk kepentingan rakyat, malah diserahkan pada pengusaha kapitalis. Maka, penerapan ekonomi syariah di atas landasan kapitalisme tak akan berbuah kesejahteraan masyarakat. Sebab titik masalahnya bukan pada penggunaan 'syariah dan nonsyariah', melainkan sistem kufur bernama kapitalisme. Syariah hanya kata tanpa makna (hakiki) sebagaimana dalam Islam.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, yang nampak jelas adalah liberalisasi ekonomi. Penguasaan SDA oleh swasta dan negara asing, tak memungkinkan terwujudnya kemakmuran rakyat. Negara/pemerintah hanya sebagai regulator pembuat kebijakan yang hanya menguntungkan para pemilik modal.

Berbeda halnya jika negara menerapkan Islam dan ekonomi berbasis akidah Islam. Dimana rida Allah adalah tujuan, bukan keuntungan materi. Dalam ekonomi Islam diatur kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan umum adalah fasilitas umum atau barang-barang yang mutlak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api, bahan bakar, gas, listrik, Padang rumput, barang tambang, jalan, lautan, dsb. Kepemilikan umum dikelola oleh negara namun pemanfaatannya dinikmati masyarakat umum. Dalam sistem Islam haram hukumnya mengalihkan kepemilikan umum  kepada individu. Hal ini dilakukan agar kepentingan masyarakat tidak terganggu.

Sumber pendapatan negara berasal dari beberapa pos penerimaan seperti hasil pengelolaan kepemilikan umum, ghanimah, fa'i, kharaj, jizyah dan lainnya. Sumber pendapatan negara tidak mengandalkan pajak yang mencekik rakyat dan hutang seperti di negara kapitalis. Dengan banyaknya sumber pendapatan ini negara akan menjamin kebutuhan pokok rakyat.
Maka yang perlu diupayakan adalah tegaknya sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh untuk mencapai kemaslahatan bagi umat. Dan penerapan sistem Islam akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-A'raf ayat 96 "Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi namun mereka mendustakan. Maka kami hukum mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan."
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post