Biaya Operasional Penyelenggaran Ibadah Haji


Penulis Melta Vatmala Sari
Mahasiswi kampus

Ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima bagi umat islam yang merasa mampu dan siap dengan segala syarat dan ketentuannya terutama dari segi diri seperti akhlak, dan keimanan. Pergi ke tanah suci Mekah dengan pulang mendapatkan gelar haji/hajjah adalah impian semua orang, siapa sih yang tidak mau ke baitullah? Semua pasti berkeinginan ke baitullah. Keinginan untuk memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci sudah begitu melekat ke dalam hati masyarakat. Hal itu dapat disaksikan lewat film-film atau buku. 

Contohnya saja, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menerbitkan buku yang berjudul "Pejuang Haji: Kumpulan Kisah Inspiratif", mengisahkan berbagai latar belakang figur yang berhasil naik haji walau berada di roda kehidupan paling bawah. Ada tukang bubur naik haji,tukang pijit naik haji, dll. Jika tidak dapat naik haji masyarakat berusaha untuk bisa umroh sebab umroh tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya. 

Saat ini, keberangkatan haji dipersulit. Masyarakat harus  menabung dan menyetor kepada bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS-BPIH) yang ditunjuk oleh BPK. Kemudian masyarakat harus menunggu panggilan haji selama beberapa tahun bahkan bukan hanya masa tunggu yang lama tetapi juga biaya yang dinaikan secara signifikan tahun ini. Dengan janji penyelenggara bahwa pelayanan akan lebih ditingkatkan kembali. 
      
Adanya BPKH bertujuan menjalankan dua tugas sekaligus. Pertama, menjaga dana haji yang menyentuh angka Rp 140 triliun per tahun 2020 milik 4.831.084 calon jamaah haji. Angka sebesar itu teramatlah sayang jika dibiarkan begitu saja, maka muncullah tugas kedua, yakni mengembangkan nilai manfaat dari jumlah tersebut. Karenanya, sesuai PP No. 5 tahun 2018 dan Peraturan BPKH No.5 tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan haji, BPKH diberi ruang cukup luas untuk menginvestasikan dana haji. Selain lewat investasi yang diharapkan mendapat revenue return yang baik, BPKH juga bermitra dengan berbagai pihak strategis, seperti perbankan syariah.

Sebenarnya, ada berbagai kerja sama dan kemitraan yang dibentuk oleh  BPKH, adalah BPKH  berupaya  untuk menjadi bagian dari ekosistem halal yang sedang menguat di Indonesia serta berbekal dasar teologis kuat, secara psikologisnya  masyarakat di Indonesia amat sensitif terhadap isu halal. Paling terbaru misalnya soal vaksin juga tak terlepas dari Sertifikasi Halal MUI, demi kepastian aman dan halal (Republika, 26 Agustus 2021).
      
BPKH ikut serta dalam ekosistem halal, ekosistem halal dan produk halal ini mempunyai dampak yang sangat besar bagi keuangan syariah di Indonesia. Dana yang dikelola BPKH tidak kurang dari 50 persen, kemudian diinvestasikan uang itu pada tabungan/deposito di perbankan syariah. Hal ini menimbulkan dampak lebih luas melihat pesatnya perbankan syariah saat ini dibandingkan dengan konvensional. 
       
Dalam ekosistem halal ini terdapat berbagai macam jaringan mitra atau kerja sama yang ikut serta yaitu termasuk modal besar BPKH untuk mewujudkan ekosistem haji di Indonesia. Ekosistem haji yang tercipta dengan solid dan seimbang mampu menjadikan BPKH dengan bermodalkan sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui sekaligus. Maksudnya, jika ke depan ekosistem itu terwujud dengan baik, maka dua tugas besar yang diamatkan Undang-undang dalam visi BPKH, akan semakin mudah dijalankan secara optimal. BPKH dijadikan sebagai contoh yang sedang berjuang dalam investasi fasilitas akomodasi berupa Rumah jamaah dari Indonesia saat berada di Mekah, Arab Saudi. 
     
Dari fasilitas yang diberikan oleh BPKH berupa fasilitas akomodasi akan menjadikan bukan saja pelayanan haji yang akan semakin meningkat kualitasnya, tapi juga dapat menekan biaya akomodasi yang selama ini cukup berat (34 persen dari direct cost per jamaah). Keuntungan lainnya, dapat menyerap tenaga kerja Indonesia dan meningkatkan ekspor berbagai kebutuhan haji Indonesia. Jadi keuntungan akan berputar dan berkembang dari jamaah haji menuju jamaah haji lain dan bahkan menuju pelaku bisnis Indonesia baik di Tanah Air maupun di Tanah Suci.
       
Namun, untuk terwujudnya ekosistem haji yang diharapkan, BPKH sendiri tidaklah akan cukup. Di sinilah ada  peran segenap pihak yang terkait entah itu dalam lingkup ekosistem Bangsa Indonesia secara luas, ekosistem halal, atau secara lebih sempit ekosistem haji di Indonesia yang sudah berlangsung sampai detik ini. BPKH, Kemenag, juga pada lembaga perbankan syariah, serta tidak lupa perguruan tinggi dan masyarakat Indonesia, perlu ikut serta dalam  mengawal dan terus menggulirkan wacana menuju pembentukan ekosistem haji yang sebaik mungkin sesuai dengan harapan jamaah nya,terjamin aman dan sejahtera.
       
Dengan demikian, harapan dan mimpi tinggi untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, dapat disambut dengan pelayanan terbaik. Pengalaman Indonesia dalam mengelola dan mengembangkan penyelenggaraan ibadah haji, sudah sebegitu terujinya. Ke depan, sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, Indonesia harus mampu menjadi kiblat ekosistem haji dunia.
     
Menuju era baru ini membuat masyarakat menjadi heboh sebab keberangkatan haji di tahun 2023 ini dinaikkan Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 2023 mencapai Rp98.893.909,11. Awalnya Dari angka  sebesar 70 persen atau Rp69.193.733,60 menjad (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) yang akan ditangung jemaah haji. Sedangkan, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta. Menurut Fadli Zon, selaku anggota legislatif mengatakan kenaikan biaya haji tidak adil dan tidak bijaksana. Pasalnya jemaah haji Indonesia sudah menyetorkan uang ke bank selama belasan, bahkan lebih dari dua puluh tahun untuk berangkat haji.

Namun ketika giliran mereka berangkat, mereka tetap harus membayar biaya yang sangat mahal hanya karena pemerintah yang dinilainya tak becus mengelola uang umat. Salah satu pejabat pemerintahan meminta BPKHuntuk melakukan audit khusus terkait penggunaan dana haji. Dikatakan bahw usulan kenaikkan dana haji ini menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji yang tidak sesuai dengan syariah dan undang undang 

Jika kita merujuk kepada UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, jelas disebutkan bahwa urusan haji ini bukan hanya semata-mata soal ekonomi, tapi juga menyangkut hak warga negara dalam beribadah, di mana negara seharusnya hadir memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik. Sebaliknya, negara menaikkan biaya haji tanpa mempertimbangkan kesanggupan rakyat dalam menunaikannya. 

Selanjutnya aumsi-asumsi yang mendasari kenaikan tersebut juga tidak riil. Angka inflasi global sepanjang tahun lalu diperkirakan hanya 8,8 persen. Di dalam negeri, angka inflasi kita juga hanya 5,5 persen. Harga minyak dunia dan avtur juga cenderung turun dan stabil. Seharusnya tidak perlu ada kenaikan biaya haji yang begitu signifikan justru memberatkan rakyat. 

Pengelolaan Ibadah Haji pada Masa Sistem Islam 
       
Jika kita melihat masa lalu yakni masa daulah islam berjaya keberangkatan haji penuh kesederhanaan yang terpenting didalam hati mereka berangkat haji bukan hanya sekedar memenuhi panggilan berlagak harta tapi hanya sebagai ibadah kepada Allah serta memohon ampunannya di depan baitullah. Perilaku sahabat patut dijadikan teladan saat menunaikan ibadah haji. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai orang yang keras tegas dan bijaksana dalam memimpin. Pada kepemimpinannya mampu menaklukkan 2 kota adidaya yaitu Persia dan Romawi sehingga 2 kota besar ini berada dalam naungan islam.Selama umar menjadi pemimpin, islam berkembang pesat. Begitu juga, saat unar pergi haji hanya menghabiskan uang sebanyak 16 dinar untuk perbekalan selama haji. Umar pun mengatakan kepada anaknya bahwa jangan terlalu boros selama perjalanan haji ke baitullah.
     
Khalifah umar pergi ke baitullah dengan baju dipakai sehari hari yang penuh tambalan di berbgai sisi sisi bajunya. Anas bin Malik menceritakan keadaan pemimpin yang sangat dihormati kawan dan lawan itu: "Di antara kedua bahu baju Umar terdapat empat tambalan dan di antaranya ada yang ditambal dengan kulit," katanya. Pada saat cuaca panas Umar tidak besenang senang dan bernaung di bawah tenda. Umar tetap melakukan ibadah haji seperti,Sa'i, tawa, wukuf dan ihram. Ketika itu, ia hanya meletakkan secarik kainnya yang sudah usang di atas pohon, kemudian bernaung di bawahnya dan menyibukkan diri dengan menangis memohon ampun kepada Allah. Apalagi, Umar tidak memiliki kemah ataupun tenda apalagi segala fasilitas khusus bagi seorang Amirulmukminin.
    
Itulah ksederhanaan haji yang pernah dicontohkan oleh para sahabat dan pemimin islam pada masa daulah islam berjaya. Penguasa mementingkan fasilitas selama berada disana dibandingkan dengan ibadah yang dijalaninya. Andai islam itu tegak semua manusia Bergama islam yang ingin berniat ke baitullah akan dijalani dengan baik keberangkatannya tidak dipersulitkan dengan biaya yang sangat mahal. daulah bertanggung jawab atas semua fasilitas nya. Ditanggung oleh ummat hanya sekedar pakaian dan makannya saja. Pakaian mahal tidak menjadikan ibadah yang penting pakaian bersih dan tidak kotor itu boleh dipakai. Diera modern ini pemerintah hanya mementingkan diri sendiri tidak mementingkan ummat tidak seperti khalifah -khalifah terdahulu.
wallahualam

Post a Comment

Previous Post Next Post