Angka Kesehatan Mental Ibu Cukup Memprihatinkan, Butuh Peran Keluarga Hingga Negara?

Oleh: Farihan_Almajriti


Ibu hamil, ibu menyusui dan ibu dengan anak usia dini sebagai salah satu kelompok masyarakat dengan persentase gangguan kesehatan mental cukup tinggi di Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi Negara dengan kasus baby blues terbanyak ke-tiga di Asia (Detikhealth, 26/05/2023). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kesehatan mental ibu perlu mendapat perhatian lebih, di Jawa Barat misalnya, angka kejadian baby blues berkisar 45-65% (Filaili, 2020). Ada juga penelitian Almida dkk (2023) yang menyatakan bahwa 71,4% kejadian baby blues di daerah Sambelia Lombok Timur. Di Indonesia sendiri angka kejadian baby blues cukup tinggi berkisar antara 40-70%. 


Ada apa dengan kesehatan mental ibu? Sebelum itu mari kita perjelas, apa itu baby blues? Pospartum blues atau baby blues adalah keadaan dimana seorang ibu mengalamai perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yaitu berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, ataupun dengan dirinya sendiri. Selain itu, jika dibiarkan berlarut-larut bisa saja berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca persalinan. 


Tingginya kasus baby blues pada ibu-ibu melahirkan, menyusui, dan dengan anak usia dini memberikan kita gambaran bahwa kesehatan mental ibu menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Termasuk dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Apa saja penyebabnya? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari dan Suryani (2020) beberapa faktor yang memengaruhi pospartum blues adalah faktor psikologis yang meliputi dukungan keluarga khususnya suami, faktor demografi yang meliputi usia dan paritas, faktor fisik yang disebabkan karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan faktor sosial meliputi sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status perkawinan. Hal sama juga disampaikan dalam penelitian Almida dkk (2023) faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian baby blues adalah faktor paritas. Adapun faktor lain diantaranya usia, faktor pendidikan, faktor status pekerjaan ibu, faktor jenis persalinan, faktor kehamilan tidak diinginkan/direncanakan, dan faktor status ekonomi keluarga.


Jika kita melihat dari faktor-faktor tersebut, kita bisa melihat bahwa salah dua penyebabnya adalah karena faktor ekonomi dan faktor kehamilan tidak diingankan/direncankan. Kok, bisa?


Kasus baby blues lebih banyak dijumpai pada kelompok dengan status ekonomi rendah karena banyak dari mereka yang mengalami tekanan sosial/stres yang menjadi beban mental. Dalam hal ini berhubungan langsung dengan kebutuhan dan perawatan pada bayi yang membutuhkan banyak kebutuhan, sehingga keadaan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan karena menerima kelahiran bayi, bisa menimbulkan tekanan mental karena adanya perubahan baru dalam hidup seorang perempuan. Pada keluarga yang mampu mengatasi pengeluaran untuk biaya perawatan ibu selama persalinan serta biaya tambahan dengan hadirnya bayi tidak merasakan beban keuangan sehingga tidak mengganggu proses transisi menjadi orang tua.

 

Selain itu, faktor kesiapan menjadi orang tua juga menjadi hal penting untuk diperhatikan. Kehamilan yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah, kehamilan akibat pemerkosaan, kehamilan yang tidak direncanakan sehingga seorang wanita belum siap menjadi ibu. Mengingat pada zaman sekarang ini pergaulan bebas merajalela, orang-orang yang terang-terangan melakukan hal tercela, lebih-lebih dengan adanya media sosial yang mempermudah akses untuk melihat pornografi, dsb. Akibatnya belum lama ini kita digemparkan dengan banyaknya permintaan dispensasi nikah dari anak-anak usia sekolah. Nastaghfirullah


Bagaimanapun, menjadi orang tua memerlukan banyak persiapan mulai dari persiapan pengetahuan, fisik, mental, dan finansial untuk memasuki dunia baru dengan hadirnya bayi. Itulah sederet persiapan ibu untuk menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, masa menyusui, dan pengasuhan anak. Inilah dampak dari sistem kehidupan yang serba kapitalis ini, sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan telah membuat manusia kehilangan rambu-rambu dalam menjalankan kehidupan. Mempunyai anak pun dianggap menambah beban materil. Padahal anak adalah karunia dari Allah yang seharusnya disyukuri dengan sebaik-baik syukur.


Kondisi sekarang sungguh memprihatinkan, inilah akibat dari lemahnya peran negara. Negara seharusnya mengondisikan sistem ekonomi, sistem pergaulan pun sistem pendidikannya. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan karena akan menentukan generasi masa depan. Jangan sampai harapan generasi emas sebagai panen bonus demografi pada 2045 hanyalah harapan semu karena adanya faktor ekonomi dan kurang siapnya menjadi orang tua.  Posisi negara adalah sebagai sistem riil yang dapat menciptakan atmosfer sistem pergaulan yang islami, tatanan sistem ekonomi yang kuat, arah kurikulum pendidikan yang dapat melahirkan orang-orang cerdas dan bertakwa, sistem informasi-komunikasi juga dikondisikan dengan suasana keimanan (Muslimahnews, 06/04/2023). 


Allah Subhaanallaahu wa ta’aala juga telah memerintahkan negara sebagai penanggung jawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan rakyatnya. Hal ini ditunjukkan juga oleh perbuatan langsung Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallaama ketika beliau dihadiahi seorang dokter. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallaama pun mempekerjakan dokter tersebut untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim (Muslimahnews, 20/03/2023). Termasuk dalam hal ini memberikan layanan konsultasi kepada ibu-ibu yang mengalami baby blues


Para calon ibu dan ayah jika ia memahami perannya sebagai orang tua, tentu tidak akan mudah mengalami gangguan stres. Karena mereka akan berupaya menjadi orang tua terbaik yang diinginkan Allah Subhaanallaahu wa ta’aala, selain itu mereka paham betul bahwa anak adalah titipan dan amanah dari Allah sehingga harus dididik mejadi insan yang berkepribadian Islam. 


Selain itu, supporting system berupa lingkungan sosial masyarakat juga berpengaruh terhadap kesehatan mental ibu. Sehingga dalam hal ini negara harus menciptakan kehidupan masyarakat yang peduli sehingga supporting system  terwujud secara optimal dalam masyarakat Islam. Jaminan ini hanya diperoleh dalam sistem yang mengambil Islam sebagai landasannya, bukan sistem kufur yang menjadikan kapitalisme sebagai panutan. Jika ada sistem yang lebih baik dalam mengurusi urusan rakyat, kenapa masih saja mempertahankan sistem kufur lagi abai terhadap urusan rakyatnya? 

Wallahu a’lam.


References:

Almida, Elin Nur, Dkk. (2023). Hubungan Usia dan Paritas Terhadap Kejadian Baby Blues 

Syndrome Pada Ibu Pospartum di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur. Nusantara

Hasana Journal. 2(11)

Yunitasari, Eva., dan Suryani. (2020). Post Partum Blues; Sebuah Tinjauan Literatur. Wellness

and Healthy Magazine. 2(2)

Post a Comment

Previous Post Next Post