Tingginya Pengangguran, Buah dari Sistem Kapitalisme

Oleh Hasna Fauziyyah Kh
Pegawai Swasta

Problem pengangguran  masih menjadi PR besar di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengangguran muncul ketika jumlah pencari kerja yang ada secara relatif dan absolut lebih banyak dibandingkan lowongan kerja yang tersedia, sehingga mengakibatkan sebagian pencari kerja tidak dapat diserap oleh pasar kerja. Data Badan Pusat Satistik (BPS) mencatat, ada 937.176 orang yang mencari kerja di Indonesia pada tahun 2022. Jumlah tersebut mengalami penurunan 65,76% dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 2,74 juta orang (dataindonesia.id). 

Sedangkan total lowongan kerja yang tersedia tidak menyentuh seperempat dari total pencari kerja yakni sebesar 59.276 lowongan. Sementara di tahun 2021 jumlah pencari kerja sebayak 2.737.799 orang dan lowongan kerja hanya tersedia sebanyak 507.799 (katadata.co.id). 

Ketimpangan ini turut menyumbang angka pengangguran di negeri ini. Tingginya pengangguran tentu berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Karena, kondisi ini menunjukan bahwa negara gagal mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Bahkan, pengangguran semakin menjadi-jadi dengan kebijakan yang mempermudah tenaga kerja asing masuk dan ikut bersaing di negeri ini sebagai implementasi dari sistem ekonomi-neoliberal yang diterapkan di negeri ini. 

Sebagaimana dipahami bahwa bekerja adalah kunci utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa pangan, sandang, dan papan. Sementara itu dalam sistem kapitalisme, biaya layanan kesehatan dan pendidikan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendapatan dari bekerjanya digunakan untuk menanggung kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. 

Maka bisa dibayangkan, seandainya seorang pencari nafkah yakni ayah dalam sebuah keluarga menjadi pengangguran, maka istri dan anak-anaknya akan hidup dalam kemiskinan. Mirisnya, kondisi ini terjadi di negeri yang dianugrahi kekayaan alam yang melimpah ruah. Disadari atau tidak penerapan sistem kapitalisme inilah sumber persoalan tingginya angka pengangguran di negeri ini. 

Sistem kapitalisme  merupakan sistem buatan manusia yang menghilangkan kewajiban negara sebagai pengatur urusan rakyat. Rakyat dibiarkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri secara mandiri tanpa ada jaminan dari negara seperti penyediaan lapangan pekerjaan yang luas, pemberian pendidikan terbaik, pemberian pelatihan kemampuan bekerja secara gratis dan lain-lain. 

Sistem ini hanya menjadikan negara bertindak sebagai regulator yang menjadikan hampir seluruh aspek kehidupan dikuasai oleh para korporat (pemilik modal). Alhasil, para pemilik modal dapat mengembangkan kekayaannya dengan melakukan usaha yang mendatangkan untung besar. Para kapitalis dilegalkan oleh negara untuk mengelola sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat. 

Paradigma kapitalisme yang dianut suatu negara membuat penguasa eggan untuk memihak kepada rakyatnya. Bukannya menyejahterakan, penguasa kerap menzalimi rakyatnya dengan kebijakan yang menyengsarakan. Mulai dari pajak, kapitalisasi layanan publik, undang-undang proasing, termasuk proyek investasi yang terbuka bagi tenaga asing. 

Berbeda dengan penerapan sistem pemerintahan Islam, negara memiliki visi menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan primer warga negaranya. Selain itu rakyat diberikan akses demi memenuhi kebutuhan sekunder dan jaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi kalangan yang kurang mampu. Khilafah akan menjalankan mekanisme praktis dalam upaya pemerataan ekonomi dan kesejahteraan hingga menumpas pengangguran yakni dengan sistem ekonomi Islam. 

Sistem ekonomi Islam tegak di atas prinsip kepemilikan yang khas yang membagi antara kepemilikan negara, kepemilikan umum dan kepemilikan invididu. Sumber daya alam yang melimpah yang tidak terbatas jumlahnya ditetapkan sebagai kepemilikan umum. Karena itu, diharamkan untuk dikuasai oleh individu bahkan oleh negara sebagaimana yang terjadi di sistem kapitalisme. 

Negara hanya diperintah oleh syariat untuk mengelolanya dan menggunakan hasilnya sebagai modal menyejahterakan rakyat khususnya melalui jaminan pemenuhan hak kolektif rakyat, yakni kesehatan, pendidikan, keamanan, layanan infrastruktur dan fasilitas umum lain sehingga tercipta lingkungan hidup yang layak, kondusif, dan diberkahi. Dari sinilah, negara mempunyai sumber pemasukan keuangan yang besar. Berbeda halnya kebijakan negara terhadap yang lemah atau tidak mampu bekerja, mereka akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan. 

Khilafah juga akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas kerja masyarakatnya yang mampu bekerja. Dalam hal ini, khilafah menjamin ayah atau para wali mendapatkan pekerjaan yang layak yang memungkinkan memperoleh harta untuk menafkahi keluarga yang ditanggungnya. Tentu saja negara akan memberikan pendidikan keterampilan kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya. Di samping itu lapangan pekerjaan disediakan seluas-luasnya oleh negara. Pengelolaan SDA secara mandiri otomatis akan membuka lapangan kerja di banyak lini, mulai dari  tenaga ahli mandiri hingga tenaga terampil. Hal ini akan menghapuskan pengangguran, apalagi jika pengelolaannya dilakukan di semua jenis SDA. 

Demikianlah solusi Islam dalam mengatasi pengangguran. Sudah saatnya, umat kembali menerapkan Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang bisa mewujudkannya bukan kapitalisme demokrasi atau sistem pemerintahan buatan manusia. Terbukti, banyaknya pengangguran adalah buah dari sistem  rusak yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme demokrasi.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post