Sensus Pertanian 2023 : Harapan Baru Kedaulatan Pangan Dan Kesejahteraan Petani


Oleh: Lilik Solekah, SHI. 
(Ibu Peduli Generasi) 

Sensus pertanian tahun 2023 (ST2023) akan dilaksanakan 1 juni -30 juli 2023, Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik, penyelenggaraan sensus yang dilakukan setiap 10 tahun sekali, termasuk Sensus Pertanian pada setiap tahun berakhiran angka 3 (tiga).

Sedangkan tujuannya adalah: 
1.) Menyediakan data struktur pertanian, terutama untuk unit-unit administrasi terkecil.
2.) Menyediakan data yang dapat digunakan sebagai tolok ukur statistik pertanian saat ini.
3.) Menyediakan kerangka sampel untuk survei pertanian lanjutan.

Survei ini sudah dirancang sejak tahun 2021. Dengan rangkaian yang panjang. Ketua BPS Margo Yuwono menuturkan dari laman Republika bahwa rangkaian tahapan aktivitas tersebut diawali 2dengan perencanaan, persiapan, pengumpulan data, penyajian, dan analisis data. Yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan jasa pertanian. ST2023 direncanakan akan melibatkan 190 ribu petugas sensus yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Dengan adanya survei ini, besar harapan pemerintah agar bisa mengetahui jumlah petani Indonesia beserta usianya saat ini, juga mengharapkan untuk mendapatkan gambaran terkait kondisi regenerasi petani di dalam negeri. Namun ada beberapa hal yang perlu kita cermati jika survei hanya sekedar survei,  tidak ada tindak lanjut maka tidak akan menghasilkan apapun kecuali hanya menghabiskan energi dan anggaran negara. Belum lagi adanya korupsi di masing-masing tingkatan yang biasa terjadi di sistem sekuler. Sehingga setiap program akan menghasilkan pundi uang bagi para petugas namun tidak ada realitanya bagi kesejahteraan petani khususnya petani gurem. 

Coba kita tengok sejarah kegemilangan dunia yang real,  bagaimana kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani terpenuhi. Tentu dengan aturan sang maha menciptakan dunia ini.
Masalah kebutuhan akan makanan adalah hal yang pokok dan sangat penting diperhatikan dalam sistem Islam. Karena termasuk jalan dalam keberlangsungan hidup umat manusia. Maka pertanian mendapatkan perhatian khusus dari negara. Sejarah telah mencatat bagaimana sistem Islam mampu merealisasikan masalah swasembada pangan ini dengan sangat baik.

Dalam menjalankan politik pertaniannya negara akan melakukan kebijakannya, yakni: Pertama, kebijakan di sektor hulu guna meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik. Kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana pertanian akan diterapkan oleh negara.

Sedangkan diwan ‘atha (biro subsidi) dalam baitul mal akan menjamin semua kebutuhan para petani baik modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, research, pemasaran, informasi dan sebagainya, baik secara langsung atau semacam subsidi. Maka, seluruh lahan yang ada akan produktif. Negara pun akan membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi dan sebagainya sehingga arus distribusi lancar.

Ekstensifikasi pertanian dilakukan guna meningkatkan luasanya lahan pertanian yang diolah. Negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian dengan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihya’ul mawat) dan pemagaran (tahjîr) bila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Rakyat pun akan diberikan tanah pertanian (iqtha’) yang dimiliki negara asalkan mampu mengolahnya.

Jika lahannya terbatas, negara akan membuka lahan baru, seperti mengeringkan rawa dan merekayasa menjadi lahan pertanian lalu dibagikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya, seperti yang  pernah dilakukan masa Umar bin Khattab di Irak. 

Negara pun akan menerapkan kebijakan yang dapat mencegah proses alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Daerah yang kurang subur bisa dijadikan area perumahan dan perindustrian. Jika ada lahan yang dibiarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, negara akan mengambil alih untuk diberikan kepada mereka yang mampu mengolahnya. Sabda Rasulullah SAW, “Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil” (HR Bukhari).

Dengan sistem islam tersebut maka yakin janji Allah akan terpenuhi baldatun toyyibatun warobbun ghofur. Dan insyaAllah pasti akan tercapai kedaulatan pangan serta kesejahteraan petani khususnya dan masyarakat secara umum. (Wallahu A'lam bishawab)

Post a Comment

Previous Post Next Post