Pengangguran Berbekal Vokasi, Apakah Solusi?


Oleh: Dhea Rahmah Artika, Amd.Keb
(Praktisi Kesehatan) 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa efektivitas kebijakan untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dinilai dapat membantu menurunkan tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2024 pada kisaran 5,0% hingga 5,7%. Lajunya perkembangan digitalisasi dinilai dapat menjadi ancaman yang nyata bagi pasar tenaga kerja nasional yang masih didominasi oleh tenaga kerja yang tidak terampil (unskilled-workers) dengan pendidikan yang rendah.

Pemerintah  saat ini terus berupaya menekan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia salah satunya yaitu dengan memperkuat pelatihan vokasi. Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, mengatakan bahwa saat ini pelatihan vokasi akan sangat berperan dalam menekan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia, mengingat dari sisi pendidikan TPT didominasi oleh tingkat pendidikan SMK (9,42 persen) dan SMA (8,57 persen). 

Lalu apakah hanya dengan penguatan  pelatihan vokasi dapat menjadi solusi turunnya angka pengangguran saat ini?

Karena Sistem

Pengangguran saat ini masih menjadi masalah besar yang tak kunjung usai. Jumlah pencari kerja nyatanya jauh lebih besar daripada ketersediaan lapangan pekerjaan, yang berdampak pada banyaknya calon pekerja yang tidak terserap oleh kebutuhan lapangan kerja. Hal inilah  yang membuat angka pengangguran di negeri ini tak kunjung melandai dan menjadi pengaruh besar terhadap kesejahteraan rakyat. Kondisi yang demikian semakin mencerminkan kegagalan negara dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Apalagi masalah ini hanya disikapi dengan memperkuat pelatihan dibidang vokasi saja. Tentu tidak efektif dan tidak menyentuh akar masalah. Padahal tingginya angka pengangguran akan sangat berdampak pada tingkat kemiskinan yang juga akan semakin meningkat.

Pengangguran merupakan persoalan yang sangat kompleks karena sistem. Sistem yang dianut oleh negara kita saat ini adalah sistem kapitalisme. Dimana negara hanya berperan sebagai regulator kepentingan. Negara dengan sistem seperti ini tidak menjadikan pemenuhan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas. Bahkan masyarakat bertanggungjawab mandiri atas kebutuhannya. 

Sistem kapitalisme juga berdiri atas dasar manfaat atau keuntungan. Maka wajar kita temui kebijakan yang dihasilkan hanya memihak pada orang-orang yang mampu memberi keuntungan ( pemilik modal). Sebaliknya masyarakat hanya dianggap beban.

Perlu Peran Penting Negara

Dalam pemerintahan Islam, negara mempunyai visi yaitu menjamin seluruh kebutuhan primer warganya, menjamin akses pemenuhan kebutuhan sekunder dan menjamin ketersediaan bahan – bahan pokok bagi rakyat yang kurang mampu. Sistem ekonomi Islam merupakan mekanisme praktis yang dijalankan oleh negara khilafah sebagai bentuk upaya pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sehingga tidak akan ada pengangguran. Prinsip kepemilikan dalam Islam yaitu membagi antara kepemilikan negara, kepemilikan umum dan kepemilikan individu. 

Sumber daya alam yang ada dan melimpah serta tidak terbatas jumlahnya merupakan kepemilikan umum atau milik rakyat secara utuh, peran negara hanya untuk mengelola dan hasilnya sudah jelas untuk memenuhi kebutuhan rakyat, yakni kesehatan, pendidikan, keamanan, dan layanan infrastruktur, sehingga akan terciptanya kehidupan yang layak.

Tergambar sudah negara yang hidup dengan sistem dan aturan Islam memiliki sumber pemasukan keuangan yang sangat besar. Negara Islam juga akan meningkatkan kemampuan dan produktivitas kerja dengan memberikan pendidikan keterampilan dalam bekerja sesuai minat, bakat, serta kemampuannya.

Tidak hanya itu negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya,  pengelolaan di semua jenis SDA oleh negara juga akan membuka lapangan pekerjaan di berbagai sektor, yang secara otomatis akan menghapuskan pengangguran. Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post