. |
Pati, nusantaranews.net - Ribuan nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) Pati menggelar aksi unjuk rasa, Rabu (10/5).
Aksi demonstrasi tersebut berlangsung di Alun-Alun Pati, tepatnya di depan Kantor Bupati Pati.
Dengan konvoi sepeda motor, para nelayan tersebut tiba di lokasi unjuk rasa sekitar pukul 11.15 WIB.
Mereka berunjuk rasa untuk memprotes Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Penjabat (Pj) Bupati Pati Henggar Budi Anggoro datang dan menemui masa pendemo, hingga kemudian Pj Bupati beserta Ketua DPRD Pati Ali Badrudin turut menandatangani dokumen aspirasi tuntutan nelayan tersebut sebagai wujud dukungan terhadap aspirasi para nelayan.
Dalam kesempatan itu Henggar mengatakan bahwa pihaknya ikut menandatangani dukungan terhadap tuntutan para nelayan dengan harapan persoalan ini bisa segera diselesaikan di tingkat pemerintah pusat.
"Ada tujuh tuntutan yang kemarin sudah kita bahas. Kita tanda tangani untuk disampaikan ke kementerian, mudah-mudahan bisa diselesaikan di tingkat pusat," tandasnya.
Sementara itu, Koordinator FNB Wilayah Pati, Siswo Purnomo menyampaikan bahwa ada beberapa muatan dalam PP tersebut yang dinilai oleh nelayan Pati memberatkan, yaitu pertama terkait BAB III pasal 8, tentang kuota penangkapan.
"Poin awal tuntutan kami adalah mengenai PP nomor 11 tahun 2023," tegas Siswo Purnomo. Jika Penangkapan Ikan Terukur (PIT) dengan sistem kuota diberlakukan maka nelayan kecil akan mengalami kesulitan karena kuota akan diberikan kepada pengusaha besar, termasuk penanam modal asing sehingga mematikan pengusaha lokal dan pengusaha yang sudah," ungkap Siswo.
Dalam hal ini, lanjutnya, para nelayan meminta agar pengusaha lokal dan existing diprioritaskan untuk memperoleh kuota sesuai produktivitas kapal.
Kedua, BAB III pasal 15 tentang Zona Penangkapan Ikan Terukur di atas 12 mil. "Kapal tidak bisa melaut karena hanya diberi satu zona penangkapan. Padahal dengan alasan kondisi alam, cuaca ekstrem, perlu keselamatan kapal. Jika ada dua zona maka kapal dapat bergeser ke zona terdekat untuk berlindung. Maka nelayan meminta dua zona penangkapan ikan berdampingan," tutur dia.
Ketiga, bagian yang dirasa sangat memberatkan ialah BAB IV Pasal 18 tentang Pelabuhan Pangkalan.
"Dalam PP ini kami diwajibkan mendaratkan ikan di wilayah tangkapan. Contoh, kalau kami menangkap ikan di Laut Arafura, Papua, maka kami diwajibkan mendaratkan ikan di sana," ungkap Siswo.
Dia menyebut, sebetulnya poin ketentuan ini tidak masalah selagi pemerintah menyediakan infrastruktur yang memadai di pelabuhan lokasi penangkapan ikan.
Jika tidak, nelayan akan rugi karena tidak bisa menjual ikan di pelabuhan pangkalan lain yang harga jualnya lebih baik.
"Ini memberatkan karena di sana belum tersedia infrastruktur pemasaran ikan dan pembelinya juga belum tersedia. Maka nelayan meminta untuk dipenuhi kelengkapan/persyaratan pelabuhan pangkalan yang lebih layak, sesuai standar pelabuhan pangkalan," papar Siswo.
Selain beberapa tuntutan tersebut, juga masih ada tuntutan-tuntutan lain dari para nelayan yang dituliskan dalam dokumen aspirasi. (fn2/FN /AP)
Post a Comment