Pemerhati Umat
Kesehatan salah satu hak masyarakat yang harus diberikan oleh negara dengan menyediakan segala fasilitas yang baik dan berkualitas termasuk di dalamnya ketersediaan dokter spesialis. Namun, siapa sangka dokter spesialis di Indonesia sangatlah terbatas jumlahnya yang berakibat tak sedikit kasus kematian terjadi. Misalnya, ibu hamil susah mencari dokter kandungan saat akan melahirkan hingga akhirnya harus merelakan buah hatinya meregang nyawa. Untuk itu, pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan beasiswa dua kali lipat untuk pendidikan dokter spesialis. Namun, apakah kebijakan tersebut mampu menutupi kekurangan tersebut?
Saat kunjungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Komodo, Manggarai Barat, NTT, kembali Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekurangan dokter spesialis di rumah sakit. Padahal, Kementerian Kesehatan sudah menggelontorkan dana sebesar Rp 220 miliar untuk perbaikan gedung sampai peralatan. (Cnbcindonesia.com, 9/5/2023)
Sebelumnya, Arianti Anaya Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan menyebutkan Indonesia kekurangan 30 ribu dokter spesialis dengan perhitungan dokter spesialis saat ini 51.949 dengan target rasio 0,28:1.000. Sementara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) rasio idealnya yaitu satu dokter per 1.000 penduduk, atau sebanding dengan kebutuhan dokter di Indonesia sebanyak 272.000 dokter. Sedangkan jumlah dokter spesialis di Indonesia baru mencapai 51.949 orang yang mayoritas terkumpul di Pulau Jawa. (News.republika.co.id, 29/3/2023)
Bermacam Masalah
Dokter merupakan salah satu keahlian yang sangat dibutuhkan karena profesi ini sangat berkaitan dengan persoalan kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan bagian kebutuhan dasar yang masyarakat butuhkan dan harus dipenuhi oleh negara. Namun, sayangnya tidak semua orang mampu menjadi dokter, selain diperlukan kemampuan andal juga dibutuhkan biaya yang sangat mahal.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Menteri Kesehatan Budi Gunadi, ia membongkar penyebab di Indonesia kekurangan dokter spesialis. Di Indonesia model pendidikan dokter spesialis masih berbasis universitas sehingga calon dokter harus membayar kuliah di Fakultas Kedokteran. Sementara, di Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Autralia hingga Singapura pendidikan dokter spesialis gratis.
Keadaan ini ditambah dengan minimnya Fakultas Kedokteran yang dimiliki perguruan tinggi. Budi mencatat hanya ada 20 Fakultas Kedokteran dari 514 kabupaten/kota. Oleh karena itu, pihaknya menyiapkan 2.500 beasiswa untuk pendidikan dokter, dokter subspesialis, spesialis hingga ke fellowship. (Kompas.com, 28/2/2023)
Tak dimungkiri, di Indonesia persebaran dokter spesialis tidak merata. Di Pulau Jawa pun hanya DKI Jakarta saja yang memiliki fasilitas dan dokter spesialis lengkap. Sementara, di pulau lainnya sangat minim termasuk NTT yang tempo hari Presiden sempat mengunjunginya. Hal ini, tentu saja membuat pelayanan kesehatan pada masyarakat tidak berjalan lancar. Misalnya, untuk mendapatkan pelayanan seorang dokter, pasien harus antre panjang serta menunggu lama untuk mendapatkan obat.
Kapitalisme Penyebabnya
Kondisi di atas merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang berujung pada dikomersialkannya bidang pendidikan untuk lahan bisnis. Tak hanya itu, kurikulum pun sengaja didesain untuk kepentingan industri, khususnya kesehatan.
Pembangunan ala kapitalisme selama ini hanya terpusat di daerah-daerah yang dianggap strategis. Alhasil, ini memengaruhi persebaran dokter umum maupun spesialis. Maka tak heran, tenaga kesehatan ini terpusat di Jawa, sementara daerah lainnya sangat minim.
Kapitalisme juga telah menjadikan negara hanya sebatas regulator atau fasilitator sehingga negara berlepas tangan untuk mengurusi dan mengatur kebutuhan masyarakat termasuk dalam urusan kesehatan. Maka, tak heran ada pemahaman yang berkembang di tengah masyarakat bahwa "orang miskin dilarang sakit", hal ini dikarenakan jika orang miskin sakit ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Maka, dibutuhkan biaya cukup mahal. Tentu saja hal ini, memberatkan kondisi mereka yang sudah kelimpungan menghadapi biaya hidup sehari-hari.
Sistem ini juga telah menjauhkan umat Islam dari nuansa spiritualnya sehingga menjadikan masyarakat tidak lagi memerhatikan agama sebagai aturan kehidupan. Mereka hidup semaunya sendiri tanpa ada aturan sehingga berpengaruh pada kesehatan baik fisik, mental maupun spiritualnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang sakit dan harus segera ditangani oleh tenaga medis.
Islam Solusinya
Islam sebagai agama juga ideologi memiliki politik kesehatan dan sistem kesehatan yang khas dan sempurna. Penguasa dalam Islam (Khalifah) akan menetapkan kebijakan yang sesuai dengan koridor syariat. Termasuk persoalan kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara. Maka, ia akan mengeluarkan kebijakan agar layanan kesehatan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara tanpa kecuali.
Pertama, Khalifah akan menyediakan segala sarana yang dibutuhkan. Seperti, membangun gedung, alat dan seluruh fasilitas secara lengkap dan merata di seluruh wilayah kekuasaan Islam, sehingga rakyat mudah mengaksesnya dengan biaya gratis. Adapun biaya yang digunakan untuk menyediakan semua fasilitas tersebut diambil dari Baitulmal.
Kedua, sistem pendidikan Islam akan diterapkan oleh Khalifah dengan biaya yang murah bahkan gratis serta berkualitas sehingga mudah dijangkau dan dinikmati oleh rakyat. Prinsip sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain akan ditanamkan kepada seluruh peserta didik. Alhasil, mereka dengan sukarela memberikan sumbangsih yang terbaik untuk umat, termasuk ketika mereka memilih menjadi seorang dokter.
Ketiga, keuangan akan dikelola sesuai syariat Islam dan seluruh pembiayaan akan terpusat dari Baitulmal. Adapun dana yang digunakan untuk kepentingan umat berasal dari pengelolaan SDA, fai, kharaj, jizyah, dan ganimah sehingga Khalifah tidak perlu bingung untuk mencari dana dari mana diperoleh karena Islam sudah mengatur pendapatan negara dengan sangat jelas.
Seluruh kebijakan tersebut akan diatur oleh Khalifah karena ia sebagai pusat pengatur segala kebijakan (sentralisasi) sehingga semua mampu diatur secara merata.
Khatimah
Pelayanan kesehatan yang memadai termasuk semua fasilitas yang berkualitas dan ketersediaan dokter spesialis akan terwujud jika syariat Islam dijadikan sebagai landasannya. Dengan demikian, pemberian beasiswa tidaklah cukup untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis karena masalah ini tidak bisa diatasi satu sisi tetapi harus secara menyeluruh. Karenanya, kita membutuhkan sistem yang sehat yaitu Islam.
Wallahu'alam
Post a Comment