Koalisi Partai untuk Menang, Pragmatisme Politik dalam Demokrasi!


Oleh Fathimah Kuri
Pengamat Politik

PDI Perjuangan secara resmi telah mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres). Informasi itu disampaikan secara langsung oleh Megawati Soekarnoputri, yang didampingi Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, lima ketua umum parpol (Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP) menjajaki kemungkinan pembentukan koalisi besar, yang kemungkinan akan mengusung Prabowo Subianto. Menariknya, pertemuan pimpinan partai itu juga dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bila terwujud, koalisi besar ini mewakili hampir 50 persen komposisi kursi di DPR, atau 284 dari 575 kursi.

Sementara itu, beberapa bulan sebelumnya, tiga partai, yakni Nasdem, Demokrat, dan PKS, terlebih dahulu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. ( Kompas.id, 25 April 2023 )

Dalam sistem presidensial dengan banyak partai seperti di Indonesia, kecil kemungkinan dengan hanya mengandalkan satu partai saja untuk bisa meraih suara mayoritas masyarakat. Karena suara masyarakat terpecah dengan adanya banyak partai dan banyak calon. Sehingga partai menggunakan taktik koalisi untuk menggabungkan suara yang didapat masing - masing simpatisan partai serta menyeleksi untuk menentukan calon mana yang tinggi elektabilitasnya di tengah masyarakat sehingga koalisi yang dibentuk bisa unggul dalam perolehan suara. 
Ditambah lagi beberapa partai  yang mengalami penurunan pamor karena banyak terganjal kasus, mulai dari kasus perpecahan di tubuh partai atau karena salah satu oknum anggotanya terlibat kasus pidana entah itu korupsi, video porno, tindak kekerasan, dan lain-lain. Sehingga menyebabkan penurunan pamor partai yang berdampak pada perolehan suara.

Apa itu Partai Politik?

Mengutip dari Britannica, koalisi partai politik  adalah aliansi sementara. Koalisi terbentuk ketika tak ada satu pun partai politik yang memperoleh mayoritas yang jelas. Partai yang bersaing pun bernegosiasi untuk bekerja sama.
Mengutip dari buku Handbook of Party Politics karya Richard Katz dan William Crotty, koalisi adalah kumpulan aktor atau pelaku politik yang bersatu untuk meraih kekuasaan.
Anggota dari koalisi bisa bermacam-macam, mulai dari perorangan, kelompok kepentingan, partai, hingga aliansi politik. Koalisi berbagai partai politik untuk meraih kekuasaan di suatu negara. Pembentukan koalisi partai politik dilakukan dengan segala pertimbangan politis yang mesti dipikirkan secara matang.


Tujuan Koalisi Partai Politik

Menurut Andrew Wyatt dalam jurnal Commonwealth and Comparative Politics menjelaskan, pembentukan koalisi partai politik harus didahului pertimbangan mengenai kekuatan. Setiap partai politik mempertimbangkan kekuatan dalam koalisi.
Pertimbangan akan sangat berpengaruh terhadap proses elektoral yang akan dijalani. Menurut Denis Kadima dalam Journal of African Elections, koalisi partai politik juga harus mempertimbangkan kepentingan masing-masing partai politik yang menjadi anggotanya.
Partai politik yang kepentingannya tak terakomodasi dalam proses elektoral koalisi bisa berubah menjadi lawan politik. Meski hanya satu atau dua partai politik yang kepentingannya tak terakomodasi, namun dampak yang ditimbulkan besar. Satu atau dua partai yang berubah haluan menjadi lawan bisa bergabung dengan koalisi politik yang menjadi lawan. Akibatnya, kekalahan dalam proses elektoral bisa menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari.

Koalisi Partai adalah Pragmatisme Politik Semata

Terbentuknya koalisi partai sesungguhnya menggambarkan lemahnya ideologi partai. Karena sejatinya setiap partai memiliki ideologi partai. Serta memiliki asas dan tujuan masing masing untuk mewujudkan cita-cita partai. Namun, saat partai berbondong-bondong menjadi koalisi, fungsi kontrol akan melemah atau bahkan tidak  berdaya. Partai akan menjadi pragmatis dan melupakan ideologi yang menjadi asas partai dalam mengambil keputusan. Pragmatisme membuat sikap politik bisa berubah setiap saat seiring perubahan tempat dan waktu demi mendapatkan posisi yang diinginkan. Idealisme partai luntur karena target jabatan dan kedudukan yang hendak diraih. Apalagi dalam sistem demokrasi, partai juga memiliki fungsi sebagai legislatif yaitu sebagai pihak yang membuat aturan perundang-undangan. Fungsi inilah yang dapat disalahgunakan ketika terjadi koalisi. Jumlah besar dimanfaatkan untuk menguasai suara mayoritas demi legislasi suatu undang-undang untuk melanggengkan kekuasaan sebagaimana yang terjadi saat ini. 

Partai dalam Sistem Islam

Partai dalam sistem demokrasi sangat berbeda dengan partai dalam Islam. Dalam Islam keberadaan kelompok atau partai merupakan suatu hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam QS. Ali 'Imran A
ayat 104:


وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Ayat tersebut menjelaskan bahwa suatu kelompok atau partai menjalankan dua fungsi yakni :

1. Beraktivitas menyeru kepada Islam
2. Melakukan amar ma'ruf nahi mungkar. Atau menyeru berbuat baik serta mencegah dari perbuatan buruk dan tercela.

Agar dapat menjalankan kedua fungsi tersebut, partai haruslah  memiliki ikatan keanggotaan yang kuat. Ikatan anggota yang kuat hanya terwujud jika hanya bersandar pada akidah Islam. Dengan demikian partai Islam haruslah berasaskan akidah Islam. Karena ketika melakukan amar ma'ruf nahi mungkar standarnya adalah syariat Islam. Amar ma'ruf nahi mungkar ini ditujukan kepada umat dan juga kepada penguasa yang menjalankan kekuasaannya untuk mengurusi ummat. Aktivitas yang termasuk aktivitas politik inilah yang seharusnya menjadi aktivitas politik sebuah partai Islam. Keberadaan partai politik adalah sebagai kiyan fikriy (institusi pemikiran) yang akan melakukan edukasi politik pada umat, menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Peran penting partai politik dalam keberlangsungan pemerintahan adalah fungsi aspirasi yang dapat menjadi mandul jika terjebak dalam koalisi demi kekuasaan. Fungsi ini akan mengawal pelaksanaan pemerintahan berada dalam koridor hukum Allah Swt. Dalam Islam, partai tak memiliki fungsi legislasi sebagaimana dalam sistem demokrasi. Karena semua aturan bersumber dari  Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bukan pada suara mayoritas anggota partai koalisi. Dalam Khilafah, keberadaan partai politik tak disyaratkan ada satu. Tetapi bisa lebih dari satu, sesuai dengan penunjukan dalil. Akan tetapi partai yang banyak tersebut memiliki asas yang sama, yaitu akidah Islam. Semua partai memiliki tujuan yang satu. Menjaga agar pengaturan urusan umat sesuai syariat Allah. Tak akan ada perbedaan asas dan tujuan partai sebagaimana yang terjadi pada sistem demokrasi. Semua partai bekerja sama dalam kebaikan dan takwa untuk mewujudkan pemerintahan dan penguasa yang senantiasa menjalankan hukum Allah dan masyarakat yang takwa. Keberadaan sebuah negara baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur adalah satu keniscayaan. Itulah gambaran Khilafah Islamiyah. 

Dan saat ini, umat berada pada kubangan demokrasi sekuler. Maka salah satu tugas partai adalah membina umat agar terikat dengan syariat Islam, sehingga umat pun hanya memilih pemimpin yang terikat dengan syariat Islam. Partai yang ada akan bekerja sama, fastabiqul khoirot dalam mewujudkan pemimpin umat yang beriman dan  bertakwa pada Allah Swt. Umat ini butuh di bimbing agar mereka kembali menjadi umat terbaik. Inilah tugas partai politik Islam, membimbing mereka agar mengenal Islam, rindu kepada penerapan syariat Islam dan berkorban untuk mewujudkan kehidupan Islam kembali ke tengah-tengah mereka.

*Wallahu a'lam bishshawab*

Post a Comment

Previous Post Next Post