(Pemerhati Generasi)
Remaja dan dewasa muda usia (15-24 tahun) hanya 25% dari keseluruhan populasi yang aktif berhubungan seksual. Namun, kelompok usia ini mewakili hampir 50% kasus baru IMS. Usia muda dan remaja merupakan individu beresiko tinggi tertular PMS. Hal ini dikarenakan usia muda, remaja lebih mudah terpengaruh secara tidak proporsional.
Indonesia adalah Negara urutan ke-lima paling beresiko IMS di Asia, Total kasus IMS yang ditangani pada tahun 2018 adalah 140.803 kasus dari 430 layanan IMS. Jumlah kasus IMS terbanyak adalah di tubuh vagina (klinis) 20.962 dan servicitis/procitis (lab) 33.205 kasus. Dari perkiraan CDC yaitu 20 juta kasus infeksi baru per tahun, separuh di antaranya ialah orang muda berusia 15-24 tahun.Data dari UNFPA dan WHO menyebutkan 1 dari 20 remaja tertular IMS setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan masih tingginya kejadian IMS di kalangan remaja.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, terdapat 20.783 orang yang terkonfirmasi terinfeksi penyakit sifilis di seluruh Indonesia sepanjang 2022. Mayoritas pasien sifilis tersebut laki-laki, yaitu sebanyak 54%, sedangkan pasien perempuan sebanyak 46%.
Berdasarkan kelompok usianya, pasien sifilis didominasi usia 25-49 tahun dengan persentase 63%. Kemudian, kelompok 20-24 tahun sebanyak 23%, dan 15-19 tahun dengan 6%. Lalu, terdapat 5% pasien berada di usia di atas 50 tahun. Di sisi lain, sifilis juga ditemukan pada anak-anak, yaitu 3% pada usia di bawah 4 tahun dan 0,24% di usia 5-15 tahun.
Secara nasional, Kalimantan Timur tidak termasuk ke dalam lima besar provinsi dengan jumlah Penyakit Menular tertinggi, namun hal ini haruslah menjadi perhatian kita bersama. Pasalnya, salah satu dampak arus globalisasi yang tidak bisa dihindari adalah terjadinya perubahan gaya hidup terutama di kalangan remaja.
Sekulerisme, biang keladi Penyakit Menular Seksual
Sangat disayangkan. Selama ini langkah-langkah yang ditempuh para stakeholder, berfokus pada pencegahan penularan. Bukan memutus mata rantai Penukaran. Maka wajar, persoalan ini tidak pernah ada habisnya.
Itulah mengapa meskipun pemerintah melalui kementrian kesehatan sudah melaksanakan program kesehatan reproduksi (kespro) lebih dari satu dasawarsa, angka penularan penyakit seksual justru semakin tinggi.
Hal ini disebabkan kekeliruan dalam memandang akar masalah. Selama ini, peningkatan kasus PMS dipandang sebagai akibat minimnya pengetahuan masyarakat khususnya remaja tentang kesehatan reproduksi, sehingga program kespro berfokus pada upaya pencegahan penularan dengan mengkampanyekan solusi ABCDE.
Yaitu, A (abstinace) adalah tidak berhubungan seks di luar nikah.
B (be faithful) adalah saling setia pada pasangan. C (condom), yaitu penggunaan kondom saat berhubungan seksual. D (don't use drugs) atau tidak memakai narkoba.
E (equipment) yang artinya menggunakan peralatan steril.
Disadari atau tidak, solusi ini menjadi kampanye gaya hidup liberal. Seolah perilaku seks bebas adalah sesuatu yang tidak bisa dicegah, hanya diatur agar mengurangi resiko penularan penyakit. Hal ini lahir dari cara pandang sekulerisme. Yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Seharusnya para stakeholder tidak menelan mentah-mentah solusi dari barat yang semakin menjauhkan umat dari gaya hidup yang bersumber dari aturan Islam.
Kesehatan Reproduksi Ala Islam
-
Islam telah memberikan panduan lengkap terkait kesehatan reproduksi, khususnya pada anak. Mulai dini, anak dipahamkan mengenai posisi kita sebagai hamba. Manusia memiliki potensi akal dan potensi kehidupan. Termasuk di dalamnya adalah naluri menyalurkan kasih sayang (gharizah na’u). Salah satu penampakan dari naluri ini adalah kemampuan untuk memiliki keturunan (bereproduksi).
Sehingga baik laki-laki maupun perempuan, dilengkapi dengan organ-organ reproduksi serta berbagai hormon pendukungnya. Manusia pun diberikan keistimewaan akal untuk mencari ilmu, bagaimana bersikap dan berperilaku dalam menyalurkan kasih sayang secara benar. Apalagi sebagai seorang muslim, Allah telah memberikan tuntunan kepada kita.
Anak-anak kita harus mengerti bahwa ketertarikan terhadap lawan jenis dan kemunculan naluri seksual pada masa-masa puber adalah hal yang normal. Namun, perlu ditekankan bahwa naluri ini tidak harus disalurkan serta tidak akan menimbulkan kematian, hanya ada rasa gelisah. Ketika remaja mengalami keresahan inilah, diperlukan dukungan dan konsultasi dengan orang yang tepercaya, baik ayah-ibu, keluarga, atau guru-guru yang mengerti akan ilmunya.
Islam telah menetapkan jika naluri seksual ini muncul dan remaja siap menanggung beban, mereka dianjurkan untuk segera menikah. Namun jika belum siap, mereka dianjurkan untuk berpuasa dan tetap menjaga kesucian diri. Ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan remaja untuk mengalihkan keresaha yang dialaminya saat naluri ini muncul.
Remaja juga bisa diberikan motivasi untuk fokus belajar menuntut ilmu, mengikuti berbagai kajian keislaman, berolahraga, aktif di berbagai organisasi yang berkontribusi kepada masyarakat, membantu kegiatan orang tua di rumah, atau kegiatan positif lainnya.
Para remaja wajib dibiasakan senantiasa menjaga auratnya, menundukkan pandangannya, meningkatkan ketakwaannya, tidak berdua-berduaan dengan lawan jenis, tidak bercampur baur laki-laki dan perempuan, serta menjauhi tempat-tempat maksiat. Para remaja diberikan kesempatan untuk berdiskusi atau bergaul dengan orang-orang yang bertakwa sebagai role model kehidupan.
Upaya ini memerlukan kolaborasi semua pihak, di antaranya orang tua, keluarga, masyarakat yang peduli terhadap perilaku remaja, guru-guru, pimpinan sekolah, para praktisi-pakar kesehatan, bahkan negara.
Negara sebagai pelaksana yang dapat menciptakan atmosfer sistem pergaulan yang islami, tatanan sistem ekonomi yang kuat, arah kurikulum pendidikan yang dapat melahirkan insan-insan cerdas dan bertakwa yang menjaga kesucian diri, sistem informasi-komunikasi yang dapat menjaga dan meningkatkan suasana keimanan, hingga penegakan sistem hukum yang tegas bagi pelaku zina sehingga berefek jera bagi pelaku dan pencegah bagi masyarakat. Wallahualam bissawab.
Post a Comment