Oleh : Elis Herawati (Muslimah Peduli Umat)
Stunting menjadi
salah satu problematika di dunia kesehatan yang sangat perlu mendapatkan upaya
secara continue dari berbagai pihak, guna untuk mengurangi angka
prevalensinya di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO),
stunting merupakan sebuah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan
oleh gizi buruk, infeksi yang berulang serta simulasi psikososial yang tidak
memadai.
Permasalahan
stunting bukan hanya terletak pada orang tua yang tak paham akan kebutuhan gizi
anak. Juga bukan hanya pada penanganan pemerintah yang sangat minim. Lebih dari
itu karena negara ini menerapkan sistem demokrasi sebagai sistem penegak
kehidupan. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah hanya berlandaskan manfaat
semata, bukan untuk pengurusan rakyat. Akibatnya, permasalahan stunting tak
terelakkan lagi.
Demokrasi
kapitalisme yang diadopsi negeri ini lebih berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi dari pada pengurusan hajat hidup rakyat secara manusiawi. Akibatnya,
disparsitas ekonomi semakin tinggi, jurang kesenjangan antara si kaya dan si
miskin terlihat semakin curam. Hal ini adalah fakta di depan mata. Sebab,
demokrasi berasal dari sistem kapitalis yang berasaskan manfaat, sehingga
kebijakan yang diambil sering kali mengabaikan hajat hidup publik.
Melihat urgensi
pencegahan stunting di Indonesia, maka Islam sebenarnya telah mengatur terkait
perihal makanan dan kesehatan. Islam sangat menekankan manusia untuk
memperhatikan kesehatan dan makanan yang ia konsumsi. Bahkan di dalam sejarah
peradaban Islam telah melahirkan para tokoh tabib terkenal.
Dalam menyikapi
persoalan pola makanan yang baik dan gizi yang cukup, Islam telah secara jelas
mengatur berkaitan konsep makanan
yang halal dan tayyib (halal dan baik). Di dalam Qur’an
Surah al-Maidah ayat 88 yang artinya: “dan makanlah makanan yang halal lagi
baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya”.
Konsep dan hakikat
dari makanan halal yaitu makanan yang secara jelas mendapatkannya
dan mengolahnya dengan cara yang benar menurut agama. Karena pada dasarnya
sebuah makanan yang baik belum tentu halal, dan begitu juga dengan makanan yang
halal belum tentu baik. Makanan yang agama Islam perbolehkan yaitu makanan
halal dari segi hukumnya, dan halal secara zatnya. Semisal telur,
buah-buahan, umbi-umbian, sayur-sayuran dan lain sebagainya. Serta halal dari
segi cara mendapatkannya dengan usaha yang benar.
Sementara dari
konsep dan hakikat makanan yang thayyib atau baik yaitu makanan yang
dikonsumsi dapat memberikan manfaat serta kebaikan untuk memelihara serta
meningkatkan kesehatan tubuh. Selain itu, makanan yang baik juga tidak
membahayakan atau mendatangkan mudharat bagi kesehatan tubuh manusia.
Islam juga telah mengatur untuk memberikan kecukupan pada tubuh dalam
mengonsumsi makanan. Dengan makna lain Islam sangat memberi perhatian khusus untuk
tidak berlebihan dalam segala hal termasuk dalam mengosumsi makanan. Seperti
yang telah dijelaskan dalam sebuah hadis yaitu “Tidaklah sekali-kali manusia
memenuhi sebuah wadah yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak
adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia harus mengisinya,
maka sepertiga (bagian lambung) untuk makananya, sepertiga lagi untuk
minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya (udara)”. (H.R At-Tirmidzi).
Sudah saatnya umat
ini sadar dan beralih pada sistem lain yang mampu menyelesaikan persoalan
kehidupan sesuai fitrah manusia. Sistem itu tidak lain satu-satunya kunci utama
penanganan stunting yaitu sistem Islam yang berasal dari Pencipta bumi ini.
Post a Comment