Hilang Kemana Jati Diri Seorang Pelajar ?


Dian Septiani Putri

Mahasiswi Universitas Jambi

Berulang kali kasus perundungan terjadi ditengah pelajar, bahkan hingga merenggut nyawa. Seperti hal nya yang terjadi pada bocah kelas 2 SD yang berinisial MHD (9) di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), yang meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya. 

Berdasarkan keterangan dokter pada sabtu (20/05/23) yang dikutip dalam Kompas.com, korban mengalami luka pada organ dalamnya. Ia mengatakan “Hasil visum korban mengalami pecah pembuluh darah, dada retak dan tulang punggung retak”. Sebelum meninggal korban berterus terang kepada dokter bahwa ia kesakitan akibat dikeroyok oleh 3 orang kakak kelasnya. 

Darurat Generasi Berpendidikan

Sangat disayangkan bahwasannya kasus bullying yang terjadi kebanyakan berasal dari kalangan pelajar. Bagaimana mungkin pelajar-pelajar ini bisa dikatakan sebagai anak yang berpendidikan, sedangkan perilaku yang tercermin sangat jauh dari perilaku orang-orang yang berpendidikan. Seorang pelajar bersikap arogan, brutal bahkan sadis hingga tidak segan mengakhiri hidup seseorang, sangat tidak patut disebut sebagai anak yang terdidik. 

Kasus bullying merupakan suatu hal serius yang tidak lagi cukup hanya dengan penanganan-penanganan individual pada korban maupun pelakunya, serta solusi praktis yang tidak juga mampu menjadi pemutus rantai kasus perundungan ini. 

Perlu dipahami bahwa penyebab akar permasalahan kasus perundungan ini diantaranya adalah adanya sistem pendidikan sekuler-kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan, dan hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademis saja. Agama dianggap sebagai ranah private yang tidak perlu disandingkan dengan urusan lainnya. Padahal sejatinya agamalah yang bisa menjadi dinding kuat dalam mencegah kasus perundungan ini. Bullying yang terjadi dikalangan pelajar hari ini menjadi gambaran buah dari sistem pendidikan sekuler yang tidak mampu menghasilkan generasi-generasi terdidik. 

Akibat dari pendidikan yang jauh dari pemahaman agama menjadikan anak-anak tumbuh tanpa dasar keimanan yang kokoh. Mereka juga tidak pernah mendapatkan pemahaman tentang bagaimana seharusnya bersikap antar sesama manusia, yang ketika bergaul  seharusnya di tumbuhkan rasa kasih sayang didalamnya. Karena dengan dasar keimanan itulah yang akan menghadirkan ketakwaan serta rasa takut untuk berbuat kemaksiatan. 

Lingkungan juga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak, terutama lingkungan keluarga. Orangtua memiliki peran penting dalam mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang berkepribadian islam. Tidak pula seharusnya para orangtua mencukupkan diri hanya dengan memasukkan anak-anaknya kedalam sekolah berbasis agama saja, karena tugas mendidik yang utama adalah berasal dari kedua orangtua nya. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman, 

“Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs.At-Tahrim:6).

Oleh karena itu orangtua pun tentu harus memahami agamanya agar mampu menjadi madrasah utama bagi anak-anaknya.

Kemudian menjadi sebab juga, bahwasannya seorang anak SD tidak mungkin bisa melakukan tindak kekerasan yang berujung fatal kalau tidak ada pancingan dari luar, salah satunya adalah teknologi. Berbeda dengan masa dulu yang mana tidak terlalu ketergantungan akan teknologi, hari ini anak-anak sangat sulit lepas dari gadgetnya. Seorang anak adalah peniru ulung yang tentu pada usia nya sangat diperlukan ilmu-ilmu yang bermafaat, namun hari ini seluruh informasi terserap oleh anak melalui gadget tanpa dapat disaring sama sekali.

Selamatkan Generasi Dengan Islam

Peran keluarga serta lingkungan saja tidak akan mampu menuntaskan permasalahan perundungan ini, tetapi negara lah yang menjadi peran utama dalam penuntasan kasus tersebut. Tugas besar bagi negara yang seharusnya mampu dengan tegas memutus segala hal yang dapat memancing keinginan seseorang untuk berbuat kemaksiatan. Menutup segala pintu pemicu tindak kekerasan baik dari lingkungan, pendidikan, maupun teknologi. 

Menjadikan syariat islam sebagai aturan kehidupan adalah pilihan terbaik atas segala permasalahan hidup hari ini. Berkaca pada masa kejayaan Islam yang menjadikan akidah islam sebagai landasan dari setiap keadaan baik pendidikan, pergaulan, maupun hidup bernegara. Kehidupan islam pada masa itu terbukti mampu menghasilkan generasi-generasi cemerlang berkepribadian islam yang tidak lekang hingga saat ini. 

Seperti Muhammad Al-Fatih yang mampu menakhlukan Konstantinopel ibukota Byzantium di usia ke-22 tahun. Kemudian Zaid bin Tsabit pada usia ke-13 tahun, dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani, sehingga menjadi penerjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Atab bin Usaid diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah pada umur 18 tahun. Dan banyak lagi generasi muda dengan keahlian luar biasa yang dihasilkan oleh peradaban Islam. 

Post a Comment

Previous Post Next Post