Bullying Mendera, Butuh Peran Negara


Oleh: Izzah Saifanah

Dikutip dari situs Kompas (15/5). MHD (9), bocah kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (15/5/2023). Kakek korban, HY mengatakan, usai kejadian yang terjadi di sekolah itu, cucunya tersebut sempat mengeluh sakit. Keesokan harinya, Selasa (16/5/2023), korban memaksa tetap masuk sekolah meski dalam keadaan sakit, namun nahas, saat itu korban kembali dikeroyok oleh kakak kelasnya.

"Saya bilang, kalau sakit jangan dulu sekolah, istirahat dulu aja di rumah. Namun saat itu korban memaksa ingin sekolah. Lalu ketika saat berada di sekolah, korban kembali di keroyok oleh kakak kelasnya pada Selasa (16/5/2023)," kata HY, dikutip dari TribunJabar.id, Sabtu (20/5/2023). Akibat pengeroyokan terakhir, korban harus dilarikan ke RS Primaya pada Rabu (16/5/2023) akibat mengalami kejang-kejang.

Lagi, korban bullying kembali menyeruak. Hal ini seakan menunjukkan kepada kita bahwa sistem pendidikan dan outputnya hari ini tidak baik-baik saja. Generasi yang lahir semakin jauh dari perilaku akhlak mulia. Tidak heran, kurikulum yang diterapkan pendidikan seolah ingin menjauhkan agama dari kehidupan. 

Pelajaran agama hanya beberapa jam dalam seminggu, kalah jauh dengan porsi pendidikan umum lainnya. Dunia pendidikan nyatanya berorientasi pada peningkatan prestasi akademik dan mencetak individu siap kerja namun hatinya kering dari ruhiyah sehingga lahirlah generasi yang membuat kita sesak karena perilaku mereka kian memprihatinkan. 

Penerapan sistem sekularisme semakin menihilkan fungsi keluarga dalam pendidikan. Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang turut memberi pengaruh bagi pembentukan karakter generasi. Pemisahan agama dari kehidupan telah menggeser pola asuh orangtua yang seyogyanya menanamkan akidah dana dab ke pola asuh yang mengedepankan materi. Anak di sekolahkan tinggi-tinggi hanya agar bisa mendapat pekerja bagus dengan gaji tinggi sehingga dapat hidup enak.

Tidak hanya itu, masyarakat sekuler menciptakan individu yang egois dan cuek terhadap lingkungan sekitarnya dan tidak tergerak hatinya untuk mengubah kemaksiatan yang terjadi disekitarnya. Sehingga perilaku non adab semakin berkembang. Ditambah dengan mimimnya pengawasan negara terhadap media, tidak dipungkiri aksi tawuran, narkoba, pacaran, bullying tidak terlepas dari tontonan yang memicu dan menjadi contoh yang mereka tiru. Dikhawatirkan, jika pemicu ini dibiarkan, aksi kekerasan atau bullying justru semakin dinormalisasi oleh generasi. 

Generasi muda adalah mereka yang akan melajutkan tongkat estafet kepemimpinan. Maka seyogyanya siapapun yang terlibat dalam proses pendidikan mengambil peran untuk membentuk kepribadiannya, baik sekolah, keluarga, masyarakat dan negara. Semuanya harus bersinergis mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan generasi yang beriman dan bertakwa serta mengembangkan potensi diri dengan optimal.

Keluarga sebagai instusi pertama yang membina generasi harus mampu menanamkan dasar-dasar keislaman. Termasuk mengenalkan anak kepada Allah sebagai pencipta, juga memahamkan dirinya sebagai hamba Allah yang senantiasa terikat dengan syariat dan akan dihisab di hari akhir kelak. Pembiasaan adab yang baik mulai dari berkata dan berperilaku yang sopan dan penuh kasih sayang juga harus dikuatkan. Orangtua harus menjadi role model sebab anak adalah peniru yang ulung, jika orangtua mampu menjadi contoh, anak akan terbiasa berakhlak baik, selalu mengedepankan halal haram serta menjadikan syariat sebagai standar kehidupan sehingga anak akan terikat dengan aturan Islam dan terbentul pribadi yang shaleh. 

Selain keluarga, masyarakat juga memiliki peran penting sebagai kontrol sosial. Masyarakat yang peka tentang pentingnya menjaga suasana kondusif untuk pertumbuhan anak, akan bersepakat untuk menghalang dan mencegah berbagai pengarh negatif. Masyarakat disiini tentu adalah mereka yang telah terbina dengan Islam.

Didukung dengan peran penting negara dengan membentuk sistem pendidikan Islam, yakni adanya kurikulum yang menjadikan akidah Islam sebagai asasnya, arah dan tujuan pendidikan. Negara juga harus menyediakan sarana pendidikan yang baik dengan biaya murah serta mempersiapkan tenaga pengajar yang handal di bidangnya masing-masing.

Bukan hanya handal tetapi juga memiliki kepribadian Islam yang baik dan dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya. Negara juga harus mengontrol dan menetapkan aturan terhadap media-media yang diakses oleh rgenerasi muda. Memastikan bahwa media-media tersebut tidak keluar dari rambu-rambu yang sudah ditetapkan. Sehingga generasi tidak terpapar oleh konten-konten yang merusak. Wallahu a’lam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post