Oleh Ummu Nida
Pengasuh Majelis Taklim
Kasus korupsi di negeri ini tak kunjung usai. Sebaliknya semakin masif tak terkendali. Bayangkan, dalam delapan hari KPK berhasil melakukan tiga kali OTT.
Puluhan orang ditangkap. KPK meringkus Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti, sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali kota Bandung, Yana Mulyana.
Penangkapan Yana menambah daptar wali kota dan bupati di Jabar yang kena OTT KPK, berikut orang-orangnya. Ironisnya, Wali Kota Bandung ini ditangkap sebelum satu tahun menjabat.
Upaya pemberantasan korupsi seperti benang kusut. Tidak ada solusi jitu yang bisa dilakukan. Ditambah lagi kegaduhan di tubuh KPK makin membuat harapan pemberantasan korupsi di Indonesia hanya sebatas mimpi, mengingat mekanisme pemberantasan semakin tak punya gigi.
Kalau sebelumnya agenda pemberantasan KPK ini mendapatkan perlawanan dari luar. Kini kegaduhan datang dari tubuh KPK sendiri. Masa depan yang suram sedang membayangi lembaga pemberantasan korupsi ini.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, dilaporkan oleh gabungan masyarakat sipil yang terdiri dari pegiat anti korupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Publik Virtue Research Institute. Firli dilaporkan, terkait keterlibatannya dalam kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebelumnya, firli juga dilaporkan ke Dewas terkait kasus pengembalian mantan Direktor Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal (Pol) Endar Priantoro ke Polri. (Kompas.com, 15/4/2023)
Korupsi di Indonesia menempati peringkat 102 dari 180 negara. Tingginya kasus korupsi di negeri ini menunjukkan bahwa demokrasi sebagai sarang yang melahirkan orang-orang korup. Fenomena korupsi bagai gunung es, hanya terlihat sebagian kecil, padahal masalah sesungguhnya negeri ini sudah tenggelam dalam lautan korupsi yang menggila hampir di seluruh aspek kehidupan.
Demokrasi adalah turunan dari sistem kapitalisme, yang menjadikan sumber hukum (kedaulatan) ada di tangan manusia (rakyat), dan menjadikan manfaat atau materi sebagai asasnya. No free lunch, tidak ada makan siang gratis, itulah jargon dalam demokrasi. Setiap tindakan politik membutuhkan biaya yang tinggi. Wajar, ketika menang dalam pertarungan, korupsi adalah jalan untuk membayar semua dana yang dikeluarkan. Makanya, mereka akan jor-joran sekalipun menghalalkan segala cara untuk mengembalikan mahar politiknya. Oleh karena itu, sebuah keniscayaan saat ini Indonesia perlu sistem yang bisa menumpas korupsi sampai ke akar-akarnya. Sistem ini tidak lain adalah Islam.
Islam yang diturunkan Allah Swt. adalah sistem kehidupan yang sempurna. Tidak ada satu celah pun yang tidak ada aturannya dalam Islam, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara. Islam satu-satunya agama yang mampu menyelesaikan problematika kehidupan, termasuk segala tindak kejahatan korupsi. Allah Swt. telah mengharamkan bagi pelakunya.
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) ... " (TQS. An-Nisa[4]: 29)
Indonesia, membutuhkan penegakkan sistem Islam yang akan menerapkan hukum-hukum Allah Swt. secara kafah. Karena sistem inilah satu-satunya yang memiliki tiga pilar yang akan memberantas kasus korupsi yang sistemik saat ini. Pertama, ketakwaan individu, baik rakyat maupun pejabat negara harus memiliki rasa takut terhadap Allah Swt. karena rasa takut inilah yang membentengi dirinya dari perbuatan korupsi. Kedua, adanya kontrol dari masyarakat, kelompok, partai politik terhadap kemungkaran yang terjadi di masyarakat. Ketiga, penegakan hukum oleh negara. Jika ketiga pilar ini berjalan maka politik penyimpangan yang marak di sistem kapitalisme yang rusak saat ini bisa diatasi.
Islam juga akan memberlakukan sanksi yang keras bagi pelanggarnya. Penerapan hukum sanksi ini selain sebagai zawajir, yang akan memberikan efek jera sebagai pencegah atas maraknya tindak korupsi, juga sebagai jawabir, yaitu sebagai penebus dosa kelak di akhirat. Korupsi dalam Islam termasuk dalam kategori jarimah ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada khalifah. Khalifah akan memberikan hukuman yang setimpal, karena korupsi bahayanya lebih besar dari mencuri dan merampok.
Mekanisme inilah yang diberikan Islam dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi yang paling jitu. Namun, mekanisme ini hanya bisa diwujudkan dalam sebuah negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah (khilafah) dengan landasan ketakwaan kepada Allah Swt. Oleh karena itu, umat harus segera mencampakkan sistem kapitalisme demokrasi yang menjadi penyebab korupsi di negeri ini seperti benang kusut yang tidak bisa diurai selamanya. Segera kembali ke pangkuan khilafah yang terbukti selama 13 abad mampu menjadi sebuah peradaban yang gemilang.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment