Oleh: Cucu Komariah
Beberapa waktu yang lalu menteri agama RI mengusulkan dan mengumumkan kenaikan ongkos naik Haji pada thn 2023 ini. Kementerian bersama komisi VIII melakukan rapat membahas biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)2023. Dalam rapat tersebut Menteri Agama, Yakut Cholil Coumas mengusulkan kepada komisi VIII DPR RI rata-rata biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) yaitu biaya yg harus dikeluarkan jemaah haji. Sedangkan BPIH merupakan biaya keseluruhan penyelenggaraan haji pada tahun tersebut.
Usulan kenaikan biaya Haji 2023 secara drastis dari Rp39 jutaan (2022) menjadi Rp69jutaan (2023) per jemaah.
Kenaikan ini seolah mengesankan rakyat sebagai objek bisnis sehingga terkesan pengelolaan apapun tidak hanya haji saja itu biasanya bisnis oriented Yang seharusnya penguasa menjadi pelayan rakyat yang melayani sepenuh hati. Tanpa berpikir mencari keuntungan dengan prinsip keadilan serta transparansi. Anggaran apapun perlu terbuka secara rinci dan adil agar rakyat tidak dibuat resah.
Kenaikan biaya haji menimbulkan berbagai pendapat ada yang menilai sebuah kewajaran seiring meningkatnya pelayanan dan komersialisasi haji oleh pemerintah Arab Saudi. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang berkomentar negatif di tengah keinginan kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji. Menyeruak pertanyaan kemanakah Dana Umat?
Merujuk data kemenag jumlah pendaftar haji setiap tahunnya sekitar 5,5 juta dibagi kuota normal 221.000 dengan masa tunggu Haji rata-rata 25 tahun. Pada akhir tahun 2022 BPKH mengelola haji sebesar Rp116 Trilyun yg jadi pertanyaan ke mana dana Haji sebesar itu?
Berbanding terbalik sementara Arab Saudi justru menurunkan biaya haji 30 persen tapi Indonesia malah menaikan ONH hampir dua kali lipat. Rakyat harus mempertanyakan itu semua tidak boleh diam dan pasrah. Bahkan harus ada gerakan dari umat untuk menanyakan kepada Anggota DPR untuk mendengarkan pendapat mereka.
Prinsip-prinsip pengelolaan dana haji pada akhirnya kental dengan spirit kapitalistik. Keinginan untuk menjalankan ibadah haji bertemu dengan naluri bisnis dalam sistem kapitalisme ampuh menjadi bahan bakar dalam menjalankan prinsip-prinsip dalam investasi. Inilah masalah mendasarnya. Padahal dalam Islam prinsip-prinsip pengembangan harta sesungguhnya bersifat khas. Dalam konteks investasi dana para jemaah jelas tidak memenuhi prinsip pengembangan harta dalam Islam. Syarat terwujudnya manfaat bagi umat dalam pengelolaan dana perkemahan justru kabur dan tidak sesuai konteksnya dalam pengelolaan dana haji.
Dengan Tata kelola yang baik negara mampu memfasilitasi kerinduan setiap warganya untuk menjalankan ibadah haji di tanah suci. Dalam pemerintahan Islam negeri negeri muslim adalah satu kesatuan tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak manapun sebab tanah Haram adalah tanah seluruh kaum muslimin. Sistem Islam akan menyelenggarakan ibadah haji sesuai dengan syariat. Melakukan pelayanan maksimal kepada para jemaah. Membangun infrastruktur serta menyediakan berbagi fasilitas sebagai bentuk riayatusy sya'umil Ummah. Sebuah prinsip syariah yang dijalankan oleh institusi pemerintah.
Islam meniscayakan penyelenggaraan ibadah haji akan efisien dan berkah bagi seluruh kaum muslim.
Wallahu'alam bishawwab
Post a Comment