Teror Kejahatan Seksual pada Anak, Bukti Bobroknya Sistem Sekuler?



Oleh Leni
 (Aktivis Remaja Kalsel)

Akhir-akhir ini teror kejahatan seksual menghantui orang tua, membuat mereka menambah kewaspadaan.

 Dilansir dari liputan6 (20/1/2023), kasus pemerkosaan anak TK oleh tiga orang anak berusia delapan tahun ramai di media sosial. 

Sayangnya, kasus ini bukan satu satunya yang terjadi. Masih banyak kasus kejahatan seksual khususnya pada anak anak. Yang terekspos dan tidak terekspos karena anggapan malu membuka aib.

Mengutip Republika 22/1/2023), sepanjang 2022, KPAI atau Komisi perlindungan anak Indonesia, menerima hampir 5.000 aduan terkait kejahatan seksual. Mirisnya, Pengaduan paling tinggi terdapat pada Klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. 

Hal ini tentu mengusik hati nurani, bagaimana mungkin anak berusia belia sudah menjadi pelaku perbuatan amoral?

Hal ini menjadi bukti betapa rusaknya generasi tanpa memandang usia, Mengapa hal ini bisa terjadi?

Kejahatan seksual bukan kebetulan
Bukan angka yang sedikit untuk kasus seperti kejahatan seksual, kasus ini terus berulang tanpa menemukan pemecahan masalah yang mengakar. 
Terkesan terus berputar, dengan fenomena yang sama namun berbeda situasi. Masyarakat terkadang dibuat frustasi dengan penanganan yang tidak memuaskan hati, bahkan tak jarang berbayar padahal sudah kewajiban negara untuk melindungi dan menjaga hak hidup rakyatnya.

Tak jarang pemecahan masalah berujung damai dengan kesepakatan yang melibatkan materi, harkat dan martabat korban seolah bisa diganti oleh materi tanpa adanya ketegasan dalam melindungi kehormatan kaum wanita.

Pelaku dibiarkan berkeliaran setelah melakukan kesepakatan damai tanpa perasaan bersalah, atau terlebih dahulu dihukum namun tak ada perasaan jera. Sedangkan korban meringkuk dengan trauma yang membekas seumur hidup, belum lagi bila ditambah pandangan orang lain terhadap korban yang membuat korban merasa tertekan.

Hal ini tentu sangat mungkin terjadi, pada negara yang menganut sistem sekularisme atau paham yang memisahkan agama dalam kehidupan. 
Negara mengabaikan peranan agama dalam sendi kehidupan dengan membuat aturan hidup sendiri berdasarkan hawa nafsu semata. Mereka hanya mementingkan asas manfaat alih alih perasaan rakyat yang ada dalam kuasanya.

Jika tak menghasilkan manfaat atau materi, regulasi akan sangat sulit berjalan. Sebaliknya jika itu menguntungkan maka semua berjalan mulus sesuai dengan besaran materi yang dikeluarkan.

Contohnya saja kemudahan mengakses konten pornografi maupun pornoaksi di beberapa tayangan televisi maupun media online. Negara yang menganut sistem ini seolah memberikan 'karpet merah’ bagi para pelakunya mempraktikkan tayangan tak senonoh bahkan minim manfaat, kemudahan ini tentu ada karena sokongan dana yang tak sedikit, lagi lagi demi meraup keuntungan baik buruk pun tidak menjadi tolak ukur perbuatan. 

Hal ini wajar jika sistem yang dianut adalah sekuler-kapitalis, berlomba lomba mengejar keuntungan bahkan dari hal yang tak ada manfaat menjadi hal yang biasa. Walhasil, masyarakat menjadi terbiasa dengan tayangan tak mendidik bahkan tak bermoral. Tidak jarang menjadi ajang ikut ikutan yang lagi trend, demi popularitas mengejar materi. Khususnya kalangan anak anak yang memiliki kecenderungan ikut ikutan, karena rasa penasarannya yang tinggi. 

Maka tak sulit kita temui dalam masyarakat, anak-anak di bawah umur pun jika ditanyakan tentang cinta maupun lawan jenis, jawaban dan tingkahnya sudah persis orang dewasa yang kasmaran. 

Kitabtehtu berharap ada solusi tuntas atas semua permasalahan ini. 
Maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menjaga kemuliaan masyarakatnya, mulai dari mencegah sampai pemecahan masalah yang sangat tuntas mengakar.

Sistem Islam yang pernah diterapkan berabad-abad silam telah menorehkan jejak sejarah dalam kehidupan. Sistem ini terbukti mampu memberikan jaminan keamanan bagi generasi muda. Sistem ini menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam hidup. Berdasarkan hukum syara yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. 

Sistem yang mampu menyelesaikan permasalah secara tuntas sampai ke akarnya.
Sistem yang terbukti mampu menghasilkan pemuda yang punya andil besar dalam peradaban, dan punya kepribadian yang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Bertakwa dan berakhlak mulia. 

Jika kita ingin permasalahan selesai secara tuntas tentu harus mengunakan cara yang sudah teruji dan terbukti mampu menjadi solusi atas segala permasalahan. Pilihan ada di tangan kita, mau bertahan dengan sistem yang ada atau mencari sistem alternatif yang telah terbukti mampu menjadi solusi fundamental.

Wallahu a'lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post