Oleh Rahmi Angreni
(Mahasiswa, Aktivis Muslimah)
Tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dikabarkan naik. Hal ini tentu memicu beragam reaksi dari masyarakat. Mengingat kondisi perekonomian belum pulih pasca pandemi.
Dilansir dari tribunnews.com ( Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu melakukan penyesuaian tarif air bersih untuk para pelanggan. Di mana untuk pelanggan golongan 2C (instansi atau dinas) akan dikenakan penyesuaian kenaikan tarif sebesar 30y persen; golongan 2D (rumah mewah) naik sebesar 15 persen; golongan 3A (lembaga bisnis, 3B (niaga kecil), 3C (niaga besar), 3D (industri kecil), 3E (industri besar) naik sebesar 30 persen. Adapun khusus untuk rumah tangga sederhana dan rumah tangga permanen sepanjang pemakaiannya di bawah 20 meter kubik per bulan maka akan tetap menggunakan tarif lama.
Kemudian di Surabaya, tarif layanan PDAM naik dari Rp600 menjadi Rp2600 per meter kubik. Adapun untuk warga miskin yakni mereka yang sesuai dengan kriteria Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2002 tentang rumah sehat sederhana, akan diberikan subsidi hingga digratiskan. (suarasurabaya.net, 24/11/2022)
Alasan yang diutarakan terkait kenaikan ini adalah karena perawatan pipa PDAM membutuhkan biaya yang sangat luar biasa. Oleh karena itu, PDAM menaikkan tarifnya agar masyarakat bisa menikmati air yang lebih jernih dan tanpa bakteri.
Mayoritas masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan tarif PDAM ini. Di Kabupaten Indramayu misalnya, pada Jumat 27/01/2023, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Indramayu dan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan unjuk rasa. Mereka menolak rencana kenaikan tarif air bersih ini. (republika.co.id, 28/1/2023)
Beralihnya Fungsi Air
Apa yang dialami rakyat hari ini adalah bentuk dari kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, sumber daya alam akan dikomersialisasi. Sehingga air yang seharusnya menjadi harta milik umum yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan rakyat beralih menjadi sumber pemasukan negara dengan menjualnya kepada rakyat dengan harga yang pastinya mahal karena berorientasi pada profit.
Maka kian suram nasib rakyat karena selain sektor pendidikan dan kesehatan, kini air bersih dikomersilkan. Padahal di sisi lain, rakyat telah dibebankan dengan beban hidup yang kian lama kian mahal. Harga bahan pangan yang kian melambung. Juga diikuti dengan tarif sumber energi (listrik) yang mengalami kenaikan. Ditambah adanya wabah Covid-19 yang membuat rakyat harus berjuang bangkit untuk memperbaiki perekonomian mereka. Rakyat sekarang harus banting tulang agar bisa tetap hidup.
Kesengsaraan rakyat karena komersialisasi layanan publik adalah watak yang melekat dalam sistem kapitalisme liberalisme yang diterapkan di negeri ini, sehingga tidak ada jaminan kesejahteraan bagi rakyat.
Pandangan Islam
Apa yang terjadi hari ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang disebut Khilafah ketika mengurus kebutuhan rakyat. Islam hadir sebagai sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh masalah kehidupan termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah harta publik yang wajib dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat secara umum. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput (hutan), dan api (energi).” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Untuk itu, Islam mengharamkan menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu swasta apalagi asing sebagaimana yang terjadi pada sumber daya air hari ini. Islam memerintahkan negara mengelola harta publik dan memenuhi layanan publik tanpa boleh mengambil untung sedikit pun. Maka sudah selayaknya pengelolaan sumber daya alam termasuk air dikembalikan pada ketentuan syariah Islam sehingga akan memberikan banyak manfaat bagi rakyat.
Terkait pemanfaatannya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidhzam Iqthishadiyah dan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal fi Daulah menjelaskan ada dua kelompok, yaitu:
Pertama, kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, contohnya sungai, laut, padang rumput, sumber air, dan sejenisnya. Dalam hal ini, Khilafah hanya cukup mengatur dan mengawasi pemanfaatannya agar bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dan tidak menimbulkan bahaya. Maka negara yang menerapkan sistem Islam, PDAM bisa jadi gratis dinikmati karena air termasuk ke dalam kelompok ini.
Kedua, kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, contohnya barang tambang, emas, perak, batu bara, minyak bumi, dan sejenisnya. Agar hasilnya bisa dinikmati diperlukan proses eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli, biaya yang besar, dan alat-alat yang canggih. Maka pengelolaan jenis yang kedua ini dibebankan kepada negara dan hasilnya diberikan kepada seluruh rakyat. Bukan hanya rakyat yang miskin, baik secara langsung dalam bentuk subsidi atau secara tidak langsung dengan memberikan jaminan kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis.
Bukti sejarah pun menuliskan bahwa kota-kota Islam abad pertengahan di masa Khilafah Islam sudah memiliki manajemen dan pasokan air yang sangat maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan.
Dengan pemanfaatan seperti ini, komersialisasi air tidak akan terjadi dan seluruh rakyat akan hidup sejahtera sebagaimana kehidupan rakyat pada masa kekhilafahan Islam. Dengan demikian, kehadiran negara yang menerapkan sistem Islam adalah kebutuhan yang sangat mendesak, agar masyarakat bisa merasakan hidup dalam kecukupan.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment