Sistem Sekuler Menyebabkan Rusaknya Fitrah Keibuan



Oleh: Rika Kamila
(Mahasiswa UIN Bandung)

Miris! bertambah kembali kasus pelecehan seksual terhadap anak di bumi pertiwi ini semakin menambah panjang deretan kasus kriminal yang menunjukkan titik kritis nilai perilaku individu di dalam sistem kehidupan hari ini. Kali ini dikabarkan wanita berinisial YS (25), pemilik rental PlayStation (PS), di Kota Jambi diduga melakukan pelecehan terhadap 17 anak di bawah umur, yang terdiri dari 7 perempuan dan 10 laki-laki. YS ternyata kerap memaksa para korban untuk menyentuh bagian intim tubuhnya. Tak hanya itu, dia juga memaksa korban anak-anak untuk menyaksikan film porno dan biadabnya membiarkan beberapa anak untuk mengintipnya saat sedang bersama suaminya. Ironis memang, kali ini bahkan pelakunya adalah seorang perempuan yang notabene-nya pada kasus-kasus terakhir menunjukkan perempuan selalu menjadi korban, namun bahkan di era hari ini tertepis pula bahwa perempuan bisa menjadi pelakunya. Dalam kasus ini, YS sendiri adalah ibu dari seorang anak yang masih kecil. 

Dalam kehidupan hari ini, yang mana kondisinya adalah kehidupan yang jauh dari prinsip-prinsip keagamaan, menjadi konsekuensi logis bahwa penyimpangan, penyelewengan, kejahatan, perilaku immoral dan sebagainya akan selalui kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Posisi agama sendiri adalah sebagai sumber nilai, sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia., terwujud dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur.  Dalam konsep manusia, terdapat daya nafsu yang berpusat di perut. Nafsu ini akan meningkat kekuatannya bila nafsu itu diikuti dengan kemauan. Manusia yang mengikuti hawa nafsu yang demikian, akan jatuh derajatnya lebih rendah daripada binatang. Sebaliknya, daya nafsu di perut bila mendapat bimbingan dari hati nurani melalui keimanan akan menjadi makhluk yang termulia, lebih tinggi derajatnya dari makhluk lainnya. Maka, dengan ketidakhadiran agama dalam kehidupan, hanya akan melahirkan kehidupan manusia yang rusak, rendah, bahkan hina. 
Ketidakhadiran agama dalam kehidupan masyarakat hari ini setidaknya disutradarai oleh penerapan sistem sekularisme-liberal yang turut menjadi biang merebaknya kejahatan, bahkan telah banyak memunculkan kerusakan lain di tengah masyarakat. Relasi manusia dalam masyarakat sekuler liberal hanya dibangun dengan asas manfaat dan kebebasan, bukan asas kemanusiaan, apalagi nilai-nilai ruhiyah dan moral yang memuliakan peradaban. Akibatnya, hubungan personal pun menjadi kering dari nilai-nilai kebaikan. Semua diabdikan untuk memuaskan nafsu dan keserakahan. Hingga segala bentuk kerusakan pun dengan mudah merebak, bahkan menjadi budaya yang diniscayakan, termasuk kekerasan. Kehidupan yang berorientasi materi dan pemenuhan hawa nafsu sudah membutakan mata dan hati. Kekerasan terhadap anak—bahkan kekerasan seksual—tidak lagi dianggap sebagai perbuatan tercela dan keji. 
Kasus kekerasan atau penyimpangan selalu dipicu oleh kondisi labil psikis si pelaku. Kondisi psikis ini dipicu oleh banyak faktor, mulai dari faktor ekonomi, kekecewaan terhadap perilaku korban alias akibat disharmoni relasi interpersonal maupun relasi sosial, atau akibat paparan perilaku kekerasan yang kerap dipertontonkan oleh media. Semua ini, diperparah pula oleh hilangnya fungsi kontrol masyarakat, serta lemahnya sistem pendidikan dan sistem hukum kita, yang membuat penyimpangan demikian mudah dilakukan. Kasus di atas sebagai bukti bahwa ketidakidealan kehidupan hari ini yang jauh dari agama dapat mendorong seorang perempuan sebagai pelaku pidana. Padahal, perempuan merupakan makhluk yang dikodratkan oleh Sang Khalik sebagai perantara lahirnya manusia di bumi ini.  Perempuan diberi kelebihan untuk bisa mengandung, melahirkan, memelihara calon manusia dan mendidiknya. Berhasil tidaknya generasi yang ideal ada di tangan kaum wanita. 
Untuk itu, pemberdayaan ibu dalam Islam bukanlah dengan menjadikan mereka produktif menghasilkan materi, melainkan menjadikan para ibu optimal dalam seluruh perannya yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At-Tahriim: 6)
Perempuan yang dididik dengan Islam kaffah akan menjadi ibu salihah, menjaga kehormatan dirinya, mendidik anak dan keluarganya dengan benar, serta menjadikan keluarganya sebagai basis dakwah Islam dan ikut menjaga kebaikan di masyarakat. Hanya syariat Islam yang mampu memberikan solusi sempurna karena syariat Islam diturunkan dari Sang Pencipta yang mengetahui secara detail tentang ciptaan-Nya. Oleh karenanya, ketika 101 tahun kaum muslimin tidak memiliki Khilafah, perempuan dan kaum muslimah pun bisa menjadi pelaku kejahatan sekaligus korban berlakunya sistem kapitalisme. Maka, solusi mendasar dari kasus-kasus ini adalah berupa koreksi atas sistem hidup yang diterapkan, mulai asas berbangsa dan bernegara, hingga aturan-aturan hidup dan kebijakan yang diterapkan penguasa hari ini.

Wallahu'alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post