Program Kartu Prakerja, Tak Jamin Hidup Sejahtera



Oleh Ummi Nissa
(Penulis, Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)

Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akhir-akhir ini terjadi, tak pelak mengakibatkan angka pengangguran serta kemiskinan semakin tinggi. Demi mengatasi masalah ini, pemerintah pun meluncurkan progam Kartu Prakerja. Program ini dinilai sukses mengurangi masalah pengangguran dan kemiskinan, bahkan jadi percontohan di luar negeri. Benarkah demikian?

Dikutip dari Kumparan.com (12/2/2023), Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah sejak 2020 sampai 2022 telah diikuti oleh 16,4 juta peserta. Ia mengklaim sepertiga dari peserta yang menganggur telah memiliki pekerjaan baik berbisnis maupun menjadi karyawan. Hal ini diungkapkannya dalam webinar dengan judul Bringing 16,4 Million People Closer to Full and Productive Employment and Desent Work Using Digital Technology. Webinar tersebut merupakan side event sidang ke-61 Komisi Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN CSocD-61 PBB).

Perlu diketahui bahwa Kartu Prakerja merupakan program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan yang ditujukan untuk para pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemerintah juga menyediakan berbagai topik pelatihan, guna menyesuaikan latar belakang peserta Kartu Prakerja yang beragam.

Efektifkah Kartu Prakerja Mengentaskan Pengangguran dan Kemiskinan?

Kepala Komunikasi Kartu Prakerja William Sudhana meyakini bahwa program ini mampu mengurangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Namun demikian dirinya tak dapat memperkirakan seberapa besar keefektifan program ini dalam mengurangi masalah tersebut.

Meski upaya pemerintah ini perlu diapresiasi, tapi pada kenyataannya angka pengangguran dan kemiskinan tetap meningkat. 

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50 persen, naik menjadi 7,53 persen pada September 2022. Sementara data tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus tahun 2022 tercatat sebesar 5,86 persen, rasionya naik 0,03 persen dibanding TPT Februari 2022.

Dengan demikian, kartu Prakerja belum sepenuhnya efektif mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Sebab ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari program ini. Pertama, tidak semua pencari kerja atau korban PHK merasakan manfaat program ini. Kedua, program ini merupakan peningkatan keterampilan/skill. Artinya menyasar masyarakat yang sudah punya skill. Sementara banyak pencari kerja yang tidak memiliki keterampilan (skill). Hal ini berkorelasi pada rendahnya pendidikan. Saat ini biaya pendidikan begitu tinggi sehingga tidak sedikit masyarakat yang tidak mampu mengenyam pendidikan.

Oleh sebab itu program Kartu Prakerja hanya solusi tambal sulam yang belum efektif mengatasi masalah tingginya pengangguran dan kemiskinan. Sebab akar masalahnya terdapat pada sistem kehidupan yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme sekuler. Kemiskinan terjadi akibat distribusi kekayaan yang tidak merata. Sebab sumber kekayaan alam dieksplotasi oleh segelintir orang atau para korporat asing demi meraup keuntungan pribadi atau kelompoknya.

Negara dalam sistem ini hanya berperan sebagai regulator yang mengatur kebijakan. Sayangnya regulasi yang ditetapkan hanya berpihak pada para pemilik modal. Sehingga pemegang kendali perekonomian adalah korporat yang memiliki kekayaan dan modal besar. Sementara rakyat kecil tidak dapat kesempatan untuk merasakan kesejahteraan dari hasil pengelolaan sumber kekayaan tersebut. Sebaliknya kekayaan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang.

Begitu pun tingginya pengangguran sebagai akibat kesempatan kerja yang sempit. Lapangan kerja yang sedikit tidak mampu menyerap lulusan pendidikan yang banyak. Negara tidak mampu membuka peluang usaha yang memadai. Kalau pun ada pengusaha swasta yang mengelola industri atau mengelola potensi alam sehingga membuka lapangan kerja, rakyat seringkali diangkat sebagai buruh yang digaji rendah. Sehingga kesejahteraan hanyalah angan-angan. Sebab yang meraup keuntungan besar tetaplah pemilik usaha yaitu para kapitalis.

Terlebih saat kita menyadari bahwa kondisi dalam sistem Kapitalisme rakyat seakan dibiarkan untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri. Sebab negara berlepas tangan dari menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok. Hingga harga kebutuhan hidup serba mahal dan kian tak terjangkau.  

Hidup Sejahtera Hanya dalam Sistem Islam

Jaminan sejahtera hanya akan didapat jika sistem ekonomi Islam diterapkan. Negara berfungsi sebagai pelayan dan pengurus urusan-urusan masyarakat. Oleh karenanya dengan berbagai mekanisme yang ada, pemimpin dalam Islam akan menjamin setiap laki-laki mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Selain itu penguasa juga harus memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya. 

Tanggung jawab pemimpin seperti ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Imam (Khalifah) adalah raa’in atau pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.”

Dalam mengatasi pengangguran maka negara wajib memberikan pemahaman tentang wajibnya bekerja kepada rakyatnya terutama laki-laki yang telah memiliki tanggungan. Berdasarkan dorongan keimanan akan terbangun kesadaran betapa mulianya orang yang bekerja untuk menghidupi tanggungannya di hadapan Allah. 

Oleh karena itu, negara akan senantiasa memotivasi dan memberi bantuan baik sarana maupun prasarana yang dibutuhkan termasuk pendidikan. Sehingga tidak ada alasan bagi rakyat untuk tidak bekerja karena tidak memiliki keterampilan atau modal usaha. Terlebih bagi yang malas, maka dengan instrumen yang ada, negara akan memaksa individu tersebut untuk bekerja.

Selain itu, negara akan mendatangkan investasi halal untuk mengembangkan perekonomian dalam sektor riil. Baik pertanian, perindustrian, kelautan, kehutanan, pertambangan, dan perdagangan. Dalam bidang pertanian, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Petani yang tidak memiliki modal dan lahan akan diberi oleh pemerintah. Sedangkan tanah yang terlantar selama tiga tahun akan diambil dari pemiliknya. Sementara dalam perindustrian, Islam bersandar pada pengembangan industri berat yang menghasilkan mesin. Sehingga mendorong tumbuhnya industri-industri lain.

Adapun dalam sektor kelautan, kehutanan, dan pertambangan, maka negara akan mengelolanya sebagai kepemilikan umum. Sehingga manfaat dan hasilnya akan dinikmati oleh seluruh masyarakat. Negara akan melarang pihak korporat asing maupun lokal untuk mengekploitasi kekayaan milik umum tersebut. 

Di samping itu, negara dengan tegas akan melarang sektor norill yang berbasis riba berkembang. Sebaliknya rakyat didorong untuk mampu membuka usaha sederhana dengan birokrasi sederhana dan tanpa adanya pajak. Negara juga akan melindungi industri dengan persaingan yang sehat.

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, masyarakat akan merasakan kesejahteraan hidup. Semua ini hanya mungkin dirasakan pada saat aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bishawwab 

Post a Comment

Previous Post Next Post