Pengajian DiSoroti, Kaum Muslim Wajib Bersimpati


Oleh : Risnawati 
(Pegiat Opini Muslimah Sultra)

Belum lama ini, dunia media sosial diramaikan dengan perkataan yang menyindir ibu-ibu pengajian, bahwa hadir di pengajian dianggap melalaikan anak merupakan tuduhan yang tak berdasar.
Seperti dilansir dalam JAKARTA - Pernyataan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri yang menyindir ibu-ibu pengajian ditanggapi oleh Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati. Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu mengatakan bahwa pengajian tidak dilakukan setiap hari. Andi Nurpati menuturkan, pengajian itu terkadang dilakukan seminggu sekali atau sebulan sekali. Dia menambahkan, di dalam pengajian juga terkadang banyak membahas tentang kesehatan.

"Sangat tidak pantas menyoal ibu-ibu pengajian, kenapa enggak menyoal ibu-ibu yang dugem (dunia gemerlap, red) ke diskotik? Ibu-ibu yang bekerja full day?" kata Andi Nurpati kepada SINDOnews, Minggu (19/2/2023). 

Lalu, Bagaimana Menurut Islam ?
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah olehmu berprasangka karena dia adalah perkataan paling dusta. Janganlah mencari-cari kesalahan orang, saling bersaing (dalam urusan dunia), saling dengki, saling membenci, saling membuang muka. Dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR.Muslim)

Sebagai seorang muslim yang taat kepada aturan Islam, pengajian merupakan salah satu kewajiban dari Allah Swt, yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah. Dengan adanya pengajian menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan,termasuk dalam mendidik anak, agar selalu dalam ridha Allah. Ilmu wajib yang justru tidak didapatkan dalam pendidikan sekuler saat ini menambah rusaknya generasi muslim. Ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu 2 jam/minggu, dan juga diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum.
Selain itu, umat seakan-akan kehilangan ruh dalam menuntut ilmu, ilmu dicari hanya untuk mengejar dunia, pekerjaan, karier, posisi, jabatan, kehormatan dan umat kehilangan makna ilmu yang seharusnya merupakan cahaya. Umat saat ini cenderung malas untuk mencari ilmu khususnya ilmu agama, karena bagi mereka agama hanya aktivitas rutin yang tiada bermanfaat dan tiada hubungannya dengan dunia. Dan inilah buah dari pemikiran sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan dan pemikiran kapitalis yang hanya berasaskan pada manfaat semata. Sehingga hilanglah keimanan dan ketakwaan itu hanya untuk mengejar dunia dan inilah penyebab kenapa umat islam selalu berada dibawah dan mengalami kemerosotan.

Berbeda jauh dengan Islam, maka lihatlah bagaimana Islam menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu karena sejatinya orang berilmu dapat memberi hikmah pada sekitarnya, menerangi, menguntungkan dan bermanfaat bagi diri dan sekitarnya, menjadi orang yang terdidik dan mendidik. Kenapa pada masa sahabat peradabannya begitu tinggi dan agung sehingga mengantarkan umat Islam menguasai 2/3 dunia, jawabannya adalah karena mereka menjadikan ilmu sebagai bekal akhirat dan menjadi rahasia keimanan dan ketakwaan mereka.

Dalam negara Islam, mengkaji Islam secara kaffah itu bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu, yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya,sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan, sehingga akan terwujud generasi yang akan menjadi khairu ummah. 

Dengan demikian, mari kita sama sama memperbaiki kualitas ilmu kita untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kita dan untuk menjadi bekal akhirat kita dengan sama sama memperjuangkan ilmu pendidikan yang ada kembali pada jalurnya yaitu dengan aturan Islam dan menjadikan al quran sebagai pedoman umat, maka, semua itu bisa terwujud melalui aktivitas pengajian yang ideologis dan sistematis. Wallaahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post