Aktivis muslimah ngaji
Salah satu rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban saat puncak acara 1 abad NU, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023), adalah menyerukan umat Islam untuk menjadikan piagam PBB menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam.
"Apakah piagam PBB itu bersifat legal dalam Islam? Apakah ia sumber hukum bagi negara berpenduduk Islam? Jawaban dari pertanyaan itu, iya. Piagam PBB dapat menjadi sumber hukum yang mengikat bagi penduduk dan negara bangsa, termasuk Muslim," katanya dalam pidato pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Surabaya, Senin (antaranews.com; 06/02/2023).
Rekomendasi yang disampaikan NU kali ini jelas bertentangan dengan sumber hukum Islam yaitu Al-qur'an dan as-Sunnah. Serta dalil lain yang di legislasi oleh keduanya yakni Ijma' dan Qiyas. Tidak pernah terdengar dari kalam maupun tulisan Ulama Rabbani dari zaman ke zaman, bahwa piagam kesepakatan kebangsaan yang sama sekali tidak memiliki akar dari Al-qur'an dan sunnah diperbolehkan dan sah dijadikan sumber ataupun dalil bagi hukum Islam.
PBB didirikan pada 24 Oktober 1945. Saat ini, terdapat 193 negara anggota PBB yang terdiri dari negara-negara dunia, termasuk Indonesia. Dengan jumlah anggota yang sangat banyak dan hampir mencakup seluruh negara di dunia, PBB pun menjadi organisasi internasional dengan jumlah negara terbesar di dunia.
Jika kita lihat sejarah, ‘cikal-bakal’ PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa dalam Keluarga Kristen Internasional (abad ke-16) dalam rangka menghadang laju futuhat Daulah Islam saat itu. Pasca Konferensi Westaphalia (1648 M) aliansi ini berubah nama menjadi Keluarga Internasional.
Ironisnya, karena Khilafah sudah mulai menurun dan orang-orangnya mengalami perubahan, pada 1856 M, Khilafah malah bergabung ke Keluarga Internasional, padahal tujuan organisasi itu untuk menghadang Khilafah. Saat itu, Khilafah boleh bergabung dengan syarat mengubah beberapa hukum Islam, termasuk dalam urusan luar negeri. Dalam kondisi ini, secara de jure, Khilafah sudah hilang.
Meskipun demikian, secara fakta, prinsip keseimbangan internasional (tidak boleh ekspansi) malah dilanggar mereka sendiri. Sebagai negara kapitalis, memang sudah thariqah-nya untuk melakukan penjajahan sehingga diadakanlah Konferensi Berlin (1884—1885) yang mengatur penjajahan dan perdagangan agar tidak terjadi peperangan antar-mereka sendiri.
Akhirnya, mereka pun memiliki arah wilayah jajahan masing-masing, seperti menginvasi Timur Tengah, termasuk ke Indonesia. Hasilnya, Inggris memiliki 90 negara jajahan dan Prancis 20 negara jajahan, diikuti Belanda, Spanyol, Portugis, Italia, dan lainnya yang saling berbagi wilayah. Terjadilah “perdamaian” karena tidak terjadi peperangan di antara mereka sendiri. Namun, nafsu menjajah itu tidak bisa dihentikan sehingga terjadi lagi perang, yakni Perang Dunia I yang menghasilkan perjanjian Sykes Picot yang membagi-bagi wilayah Khilafah Utsmaniyyah—yang kalah perang—untuk dijajah.
Meski berkoalisi, upaya mereka tidak berhasil, bahkan perang antar sesama mereka dalam rangka rebutan wilayah jajahan juga terjadi. Pasca Perang Dunia I, aliansi ini bermetamorfosis menjadi LBB. LBB juga tidak sanggup mengharmonisasikan antar mereka dalam rebutan daerah jajahan hingga terjadilah Perang Dunia II. Pasca Perang Dunia II inilah karena dipandang tidak mampu menciptakan perdamaian dunia, LBB resmi dibubarkan kemudian dibentuk PBB. Apakah PBB berhasil mendamaikan dan mengharmonisasikan dunia? Tidak. Sejarah menunjukkan bahwa sejak kelahirannya pada tahun 1945, PBB justru menjadi alat untuk merealisasikan dan menjustifikasi kepentingan negara-negara besar di dalamnya. Jika antar mereka sendiri berbeda kepentingan, tak segan-segan mereka mengobarkan perang, baik secara langsung maupun menggunakan pihak lain yang mereka perlakukan seperti bidak-bidak mereka, baik dari kalangan muslim ataupun tidak.
Selama delapan tahun (2003 –2011), Amerika telah mengobarkan perang Irak dengan alasan yang dibuat-buat. Perang ini menelan korban 460.000 jiwa lebih. Perang-perang lainnya di Afrika dan Timur Tengah, antara 2013 hingga 2017 juga telah membunuh sekitar 100 ribu bayi setiap tahunnya. Semua perang ini, termasuk perang Afghanistan selama 20 tahun (2001 sd 2021), juga konflik Palestina Isreal sejak 1948 yang hingga kini belum selesai, semua terjadi di depan hidung PBB, dilakoni oleh negara-negara senior PBB, dan sebagian atas restu PBB. Inikah damai dan harmonis yang digembar-gemborkan itu? Percaya dan mengandalkan mereka untuk tercapainya kedamaian dan keharmonisan itu ibarat percaya kepada maling sendal yang sudah terkenal ‘jiwa kemalingannya’, karena dia mengatakan: “sandal anda aman dalam penjagaan saya”, lalu kita mempercayakan sandal kita kepadanya.
Apakah PBB telah gagal merealisasikan tujuan pembentukannya? Ataukah PBB memang sengaja dibentuk untuk menyukseskan babak penjajahan baru bagi dunia? Siapa yang diuntungkan dengan adanya pembentukan PBB?
Kegagalan PBB Terhadap Dunia Internasional
PBB sebagai organisasi internasional memiliki sejumlah aturan kebijakan yang “memaksa” negara lain untuk mengeksekusi program-programnya. Program-program yang digulirkan sering kali kontradiktif dan menguntungkan beberapa negara saja dan mengakibatkan kesengsaraan bagi banyak negara lainnya.
1. Proliferasi nuklir.
Pada saat PBB dibentuk pada 1945, Amerika Serikat (AS) merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki dan menguji senjata nuklir. Pada 1970, Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir ditandatangani oleh 190 negara, termasuk lima negara yang mengaku memiliki senjata nuklir, yakni Prancis, Inggris, Rusia, Cina, dan AS. Terlepas dari perjanjian ini, nyatanya negara yang mengembangkan nuklir tetap tinggi. Korea Utara, Israel, Pakistan, dan India mengeklaim bahwa mereka juga melakukan pengembangan nuklir. Kegagalan perjanjian nonproliferasi memperinci ketidakefektifan pembentukan PBB dan ketidakmampuan mereka untuk menegakkan aturan tentang negara-negara pengembang nuklir.
2. Skandal pelecehan seks terhadap anak.
Laporan dari Bosnia, Kosovo, Kamboja, Haiti, dan Mozambik mengungkapkan tren yang sangat mengejutkan. Tindakan pelecehan seksual pada anak malah dilakukan oleh tentara-tentara PBB. Rayuan yang diberikan oleh tentara PBB kepada anak-anak adalah dengan memberikan permen atau sejumlah kecil uang sehingga mereka dapat mengeklaim itu hanya sebuah hubungan seksual semata, bukan tindakan pemerkosaan. Pejabat senior di PBB menolak untuk mengutuk tindakan bejat pasukan penjaga perdamaian ini karena mereka takut akan mempermalukan institusinya di hadapan publik dan pastinya perilaku buruk ini akan mencegah negara-negara lain bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian PBB.
3. Kekuatan veto.
Dewan Keamanan PBB terdiri dari 15 negara, lima di antaranya permanen (anggota tetap), yakni Prancis, Rusia, Cina, AS, dan Inggris. Sepuluh negara lainnya terpilih untuk menjalani masa jabatan dua tahun. Lima anggota tetap menikmati kemewahan kekuatan veto. Ketika anggota tetap memveto pemungutan suara, resolusi dewan tidak dapat diadopsi, terlepas dari dukungan internasional ataukah tidak. Bahkan, jika 14 negara lainnya memberikan suara “ya”, satu veto akan mengalahkan keputusan ini.
Penggunaan veto terbaru adalah oleh Cina dan Rusia pada 19 Juli 2012. Dewan Keamanan berusaha untuk membangkitkan sanksi dari Piagam PBB untuk campur tangan dan mencegah genosida di Suriah. Akan tetapi, veto oleh Cina dan Rusia menghentikan intervensi internasional. Sejak Perang Saudara Suriah dimulai, sekitar 60.000 warga sipil telah terbunuh. Jelas bahwa hak veto dan piagam PBB adalah senjata mematikan bagi kemanusiaan. Sama sekali tidak layak dijadikan sandaran kebijakan, apalagi sumber hukum bagi kaum muslim. Piagam PBB justru menjadi pintu masuk penjajahan dan merusak perdamaian dunia.
4. Penjajahan ekonomi melalui WTO.
Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) adalah organisasi yang mengatur perdagangan antarnegara di bawah PBB. Nyatanya, kehadiran WTO tidak melahirkan solusi atas problematik rakyat di negara berkembang, melainkan justru menghadirkan kesenjangan mendalam bagi pembangunan dan arah ekonomi di negara berkembang maupun kurang berkembang. Dominasi dalam ekspansi perdagangan global menjadi alat bagi negara maju untuk mendorong isu yang mendukung kepentingan ekonomi bisnis mereka semata. Contohnya, kebijakan WTO terkait isu-isu Reformasi WTO, subsidi perikanan, serta Joint Statement Initiative e-Commerce yang dikebut pembahasannya karena di dalamnya dominan kepentingan negara maju.
5. Jerat utang melalui IMF.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi di bawah PBB dan fungsinya berbentuk badan khusus. IMF bertanggung jawab mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman bagi negara anggotanya. Kombinasi antara utang yang terus-menerus masuk dan rendahnya pendapatan, akan menyeret negara penerima pada kondisi kebangkrutan dan memang kondisi inilah yang diharapkan. Pada posisi demikian, negara penerima utang hanya memiliki nilai tawar yang rendah, bahkan setara dengan budak.
Contohnya, menjelang krisis ekonomi 1997-1998, lembaga keuangan multilateral, seperti IMF, ADB, dan Bank Dunia, mulai merangsek untuk mengambil peran lebih besar guna memicu liberalisasi di Indonesia. Bahkan, pakar ekonomi Andrianof Chaniago mengatakan bahwa ketiga lembaga tersebut bertindak sebagai provokator terhadap Indonesia agar melakukan liberalisasi dan privatisasi radikal, terutama IMF melalui berbagai Letter of Intent (LoI) yang dipaksakan ke pemerintah.
lima belas tahun pertama berdirinya, PBB tidak lebih dari perpanjangan tangan Departemen Luar Negeri AS. Tidak hanya itu, sampai sekarang, PBB pun merupakan perpanjangan tangan kepentingan AS. Jadi, aneh, jika ada yang membanggakan LBB juga PBB.
Apalagi, perdamaian dalam Piagam PBB realitasnya Israel menggusur Palestina, Irak diserang AS dengan alasan yang merupakan kebohongan. “Di mana perdamaian?" Perdamaian itu agar di antara negara-negara penjajah itu tidak berperang dan berebut negara yang di hegemoni. Faktanya, ketika AS membantai suku asli di wilayahnya, tidak termasuk gangguan perdamaian.
Syariat Islam Hukum Sepanjang Masa
Padahal didalam al qur'an sudah jelas bahwa berhukum selain hukum Allah itu tidak boleh karena kalau tidak berhukum dengan hukum Allah, berarti dia berhukum dengan thaghut sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An nisa ayat 60 sbb :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوا إِلَى
الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَن يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
"Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum mu? Tetapi mereka menginginkan berhukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu." (An-Nisa: 60).
Imam at-Thabari menjelaskan maksud berhukum kepada thaghut:
يعني إلى من يعظمونه، ويصدرون عن قوله، ويرضون بحكمه من دون حكم الله
"Maksudnya kepada orang (pihak) yang mereka agungkan, yang menjadi rujukan mereka, dan yang mereka ridhoi hukumnya, dari selain hukum Allah".
Piagam PBB tidak mampu menjadi sumber rujukan hukum umat Islam. Selain bukan berasal dari Al-Qur’an, Hadis, ijma' sahabat, juga bukan Qiyas, Piagam PBB adalah buatan negara penjajah yang mencetus perang dunia. Selanjutnya disahkan di San Francisco pada 26 Juni 1945 beserta lima puluh anggotanya. Sebagai sebuah Piagam, ia adalah sebuah perjanjian konstituen, dan seluruh penanda tangan terikat dengan isinya. Ia diratifikasi oleh Amerika Serikat pada 8 Agustus 1945, yang membuatnya menjadi negara pertama yang bergabung dengan PBB. Piagam itu terdiri dari pembuka (preambule), yang secara garis besar disusun mengikuti preambule Konstitusi AS.
Tidak semudah itu menghilangkan memori perang dunia ke II yang begitu dahsyat dan telah menewaskan sekitar 50-70 juta nyawa manusia. Lalu dalangnya dijadikan sebagai pahlawan keamanan dan piagamnya diklaim sakti bahkan dianggap bisa menjadi sumber hukum Islam. Sama sekali tidak masuk akal. Anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Republik Tiongkok, Prancis, Uni Soviet, Britania Raya, Amerika Serikat) yang juga pendiri PBB adalah negara-negara pencetus perang dunia II. Perang yang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer dan kematian massal warga sipil, termasuk Holokaus dan pemakaian senjata nuklir, telah menjatuhkan korban jiwa sebanyak 50–70 juta.
Syariat Islam adalah hukum dari Sang Pencipta Alam Semesta, Allah Swt., yang Maha Pengatur, Ar-Rahman dan Ar-Rahim bagi seluruh ciptaan-Nya. Sebaliknya, hukum, konvensi dan piagam PBB, hanyalah hukum kufur buatan manusia yang penuh kepentingan, sarat dengan hitungan profit dan cuan, serta jelas-jelas menimbulkan kesengsaraan bagi dunia.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْـكِتٰبَ تِبْيَا نًا لِّـكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْن
"Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)."(QS. An-Nahl 16: Ayat 89).
Ayat ini bermakna bahwa hukum Allah Swt. telah mencakup pengaturan dalam segala sendi kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hingga problem individu. Pastinya, ini berlaku sejak diturunkan ke baginda Nabi saw. hingga hari ini, bahkan sampai hari kiamat nanti. Oleh karenanya, seorang muslim wajib mengimani bahwa syariat Islam adalah satu-satunya hukum yang wajib diterapkan untuk menyelesaikan semua problem kehidupan.
Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, ‘Sekiranya kaum muslim hari ini menerapkan hukum-hukum fikih dan agama (Islam) sebagaimana para pendahulu mereka, niscaya mereka akan menjadi umat yang terdepan dan paling bahagia. Begitu pula, sikap Umar bin Khaththab saat menerima surat dari Saad bin Abi Waqash yang bertanya akan diapakan kah buku-buku dari khazanah peradaban Persia. “Umar bin Khaththab berkata, ‘Buang ke sungai. Kalau pun ada petunjuk di dalamnya, maka Allah telah memberikan petunjuk yang lebih baik daripada itu semua. Al Qur'an, as Sunnah, Ijma' Sahabat sendiri telah mewajibkan kaum Muslimin bersatu, memiliki imam/Khalifah yang satu, memiliki Negara yang satu (Khilafah), yang dengan Khilafah itu umat Islam menjalankan hukum syariat didalam negara serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam.
Wallahu a'lam bis showaab.
Post a Comment