Negara Kian Abai Hingga Kesehatan Anak Cukup Tergadai


Oleh : Ismayanti

Mengutip pernyataan  dari  Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Muhammad Faizi, bahwa kejadian diabetes mellitus pada anak makin meningkat, baik itu di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia sebanyak 1.645 anak mengidap diabetes mellitus tipe satu. Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis.

Menurut Faizi, kasus diabetes mellitus tipe satu pada anak pun meningkat sebanyak 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023. Pada tahun 2010 prevalensi kasus diabetes mellitus terhadap anak di Indonesia hanya 0,028 per 100 ribu jiwa. Kemudian, pada tahun 2023 prevalensi kasus diabetes melitus menjadi 2 per 100 ribu jiwa. Dalam kasus ini, anak yang paling banyak mengidap diabetes mellitus berjenis kelamin perempuan dengan 59,3 persen dan laki-laki 40,7 persen. Adapun kasus diabetes mellitus paling banyak menyerang anak berusia 10-14 tahun yakni 46 persen. Kemudian, anak usia 5-9 tahun dengan 31,05 persen.

Kasus-kasus diabetes mellitus pada anak tersebut disumbangkan oleh 13 kota seperti Manado, Surabaya, Jakarta, Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Malang, Denpasar, dan Makassar. “Paling tinggi tentu Jakarta dan Surabaya,” tandasnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Pusat IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) menyebut, diabetes yang merupakan penyakit tidak menular pada anak tak ubahnya epidemi yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tren kenaikan kasus diabetes tipe 2 pada anak, kata Piprim berkaitan erat dengan pola makan masyarakat saat ini.

"Pola makan ini sangat erat kaitannya. Mengapa? Karena kalau anak-anak kita diberi makanan yang tinggi glikemik indeksnya berupa snack-snack junk food itu, gula darah mereka cepat naik kemudian turun drastis," jelas Piprim dalam kesempatan yang sama. Piprim melanjutkan, insulin akan terus-menerus diproduksi jika anak mengulangi pola makan yang sama.

Perihal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, diabetes merupakan mother of all diseases ‘ibu dari segala penyakit’ karena diabetes bisa memicu penyakit kronis lainnya. Budi juga menyebutkan, diabetes yang tidak dirawat bisa menjalar menjadi strok, gagal ginjal, bahkan penyakit jantung. Sebagai langkah pencegahan, Budi mengimbau agar tidak terlalu banyak makan makanan yang mengandung gula. Selain itu ditambah olahraga fisik minimal 30 menit sehari selama 5 kali dalam seminggu. 

Menelaah pernyataan para fraksi kesehatan tersebut, penyakit diabetes pada anak ini muncul bukan semata disebabkan karena keturunan, melainkan karena pola makan/konsumsi yang salah. Begitupun muncul berbagai penyakit  yang lain sperti  kanker, gagal ginjal akut (GGA)  juga banyak yang menjangkit generasi hari ini.

Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa gula adalah komoditas pangan strategis. Impor gula menunjukkan bangsa kita memiliki ketergantungan tinggi terhadap gula. Kuotanya pun meningkat seiring bertambahnya industri-industri mamin (makanan dan minuman) tiap tahunnya. Berdasarkan data dari Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), stok gula rafinasi di dalam negeri tinggal 30.000 ton hingga akhir tahun 2022.

Sebagaimana kita ketahui, bahan baku untuk produksi gula rafinasi adalah gula kristal mentah yang selama ini stok produksi dalam negeri dianggap tidak mampu memenuhi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kebutuhan gula di dalam negeri pada 2022 mencapai sekitar 6,48 juta ton yang terdiri atas 3,21 juta ton gula kristal putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR). Dari jumlah total tersebut (6,48 juta ton), produksi nasional hanya mampu memenuhi 2,2 juta ton per tahun. Akibatnya, ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang diklaim harus dipenuhi dari impor.

Akhirnya per Januari 2023, pemerintah memutuskan akan mengimpor 4.641.000 ton gula. Rincian volume impornya meliputi 991.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi; gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri mamin sebanyak 3,6 juta ton; serta 50.000 ton lagi gula untuk kebutuhan khusus.

Kondisi ini seolah menunjukkan bahwa impor gula dianggap satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan industri mamin di dalam negeri. Hanya saja, tidak sepenuhnya disadari bahwa kondisi ini kontraproduktif dengan melonjaknya kasus diabetes anak. Pada saat keran impor gula dianggap mustahil berhenti, sejatinya di sisi lain juga akan timbul bencana kesehatan, khususnya pada anak-anak. Namun apalah daya, dalam sistem ekonomi kapitalisme, tentu kepentingan menjadi hal yang diutamkan.

Lebih ironis lagi, Presiden Jokowi menerbitkan aturan mengenai perincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023, di antaranya berisi target penerimaan cukai dari plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal ini tercantum dalam Perpres No. 130/2022 tentang Perincian APBN Tahun Anggaran 2023 yang ditetapkan dan ditandatangani oleh Jokowi pada 30-11-2022.

Jokowi mematok target penerimaan perpajakan 2023 senilai Rp2.021,2 triliun. Penerimaan itu terdiri dari pendapatan pajak serta pendapatan bea dan cukai, dengan lebih dari 30 pos pendapatan. Untuk cukai minuman bergula dalam kemasan ditargetkan sebesar Rp3,08 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan target 2022 yang besarnya Rp1,5 triliun.

Melihat hal demikian, jelas tidak cukup hanya sebatas himbauan dan hanya menghindari    makanan/minuman manis serta olahraga untuk pencegahan diabetes pada anak. Realitasnya, impor gula dan bisnis produk pangan bergula semakin mengalir deras di negeri kapitalis ini. Tentu sangat disayangkan keuntungan besar tersebut jika ditinggalkan.

Islam sejak lama memberi himbauan agar mengkonsumsi makan makanan/minuman halal dan tayib. Tidak cukup sampai pada individu, Melainkan disertai oleh pengurusan negara secara sistemis dalam rangka menjaga kualitas generasi  yang sehat dan kuat. Sebab Negara sebagai pelaku utama dalam memastikan kondisi masyarakat dibawahnya.

Maka wajar banyak anak yang terkena penyakit khususnya diabetes, jika aturan yang diterapkan penguasa justru mendukung impor gula bahkan dengan cukai minuman. Alih-alih memikirkan dampak besar dari pengaruh gula yang berlebih, Negara justru sibuk dengan kepentingan pribadi demi meningkatkan perekonomian negara yang selalu menjadi alasan. Jika generasi yang tumbuh berjiwa lemah dan fisik yang rapuh, lantas untuk siapa sejatinya kesejahteraan itu?

Rasulullah saw. juga bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim).

Memang tidak selayaknya kita terus-menerus berharap pada peria’ayahan system kapitalis, jangankan  menjapat perhatian, Kezaliman demi kezaliman kian semakin terlihat. Tidak hanya racun pemikiran, kapitalisme juga menghasilkan racun pada makanan yang dikonsumsi manusia. Hingga timbulah penyakit-penyakit ganas dan berbahaya. Terlebih jika yang mengonsumsi adalah anak-anak, maka jelas kekuatan generasi masa depan akan tergadaikan.

Allah Taala berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168). Wallahualam bissawab[]

Post a Comment

Previous Post Next Post