Lingkungan Rusak Akibat Penerapan Sistem Rusak?



Oleh Riska Abdullah
(Pegiat Literasi)

Kerusakan lingkungan kini bukan lagi suatu hal yang asing di telinga masyarakat dunia, khususnya negara Indonesia. Secara sitematis kita dapat menyebutkan hubungan sebab akibat kerusakan lingkungan itu. Semisal ketika berbicara perihal banjir, maka secara sistematis akan terhubung pada sebabnya yakni perilaku merusak alam hingga sungai tak lagi cukup untuk menampung aliran air. Demikian pula ketika berbicara kesehatan yang semakin menurun, lagi-lagi secara sistematis terhubung pula pada salah satu sebabnya yakni rusaknya kondisi lingkungan hingga terwujud kondisi kotor dan tidak sehat.

Hal ini yang terjadi di kawasan Mimika, salah satu kabupaten di provinsi Papua Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Timika. Di kabupaten ini, tepatnya di distrik Tembagapura, terdapat banyak tambang emas dan salah satu yang terbesar di dunia di pegang oleh PT. Freeport Indonesia.

Namun bak "habis manis, sepah dibuang" penduduk Mimika dan sekitarnya kini mewarisi limbah kekayaan yang dikeruk dan dikuasai mereka. Yakni limbah tailing, yang merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia. Limbah ini yang menyebabkan kerusakan sungai-sungai di sana. Imbasnya masyarakat Sempan dan Mimika yang memiliki filosofi hidup tiga; sagu, sampan dan sungai. Sagu itu makanan mereka, sampan itu perahu dan sungai adalah tempat hidup mereka. Kini persoalan, sungai tempat penghidupan mereka terganggu oleh pembuangan dari tailing Freeport, maka semakin susahlah hidup mereka.

Dkutip dari laman voaindonesia (1)2/2023), pernyataan Adolfina Kuum, koordinator umum Komunita Peduli Lingkungan Hidup (Lepemawi) Timika, yang telah mencoba memperjuangkan hak masyarakat adat sejak 2013 lalu. Limbah tailing yang mengisi sungai-sungai, membuat perahu nelayan tidak bisa bergerak dan banyak kesulitan hidup yang harus dihadapi masyarakat. Krisis air bersih juga terjadi di banyak kampung di kawasan itu.

Dengan kejadian ini masyarakat adat mendesak pemerintah dan DPR, agar segera memerintahkan PT Freeport Indonesia untuk mengganti kerugian yang dialami warga dan lingkungan. Masyarakat adat di 23 kampung. Tiga distrik yaitu Agimuga, JIta dan Manasari pun meminta DPR, Presiden, DPRD Papua dan seluruh pihak terkait untuk segera bertindak.

Sebuah masyarakat ibarat sebagai suatu batang tubuh yang satu, di mana jika satu bagian dari tubuh itu sedang tidak baik-baik saja, maka bagian tubuh yang lain akan memperhatikan, membantu, memikirkan dan mencari solusi. Karena satu yang sakit, semua akan turut merasakan sakitnya.

Namunnasib masyarakat saat ini sungguh sangat memprihatikan, rasa pedulinya telah dipudarkan oleh kepentingan pribadi. Ditambah lagi gempuran tuntutan untuk hidup bergaya hedonisme ala sekuler kapitalis yang liberal membuat mereka larut dalam kesengan dengan standar barat.

Tak sampai disitu, pemerintah yang dikatakan sebagai wakil rakyat dalam mewujudkan kesejahteraan justru membuat rakyat semakin terpuruk dengan kebijakan-kebijakan aturan-aturan yang tak sejalan dengan tugasnya sebagai wakil rakyat.

Diketahui bahwa tercemarnya sungai di Papua oleh limbah tailing PT Freeport yang telah beroperasi sejak 1967 di Kabupaten Mimika ini tercatat pada tahun 2019 bahwa PT. Freeport sejak tahun 1974 hingga 2018 telah mengalirkan limbah tailing melalui sungai Aghawagon dan sungai Ajkwa. Limbah ini kemudian ditempatkan di Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) seluas 230 kilometer persegi. 

Kenyataan pahit memang yang harus dihadapi masyarakat setempat, sudah kekayaan alam yang tak dapat mereka rasakan manfaatnya, dihadapkan pula dengan berbagai macam efek limbah buangan dari hasil kerja mengeruk harta mereka.

Namun apalah daya, masyarakat dibuat tak berdaya karena tidak paham dengan hak-hak mereka terhadap penguasa. Disibukkan dengan berbagai macam problem hidup; dari kesehatan, kelaparan, pendidikan, lapangan kerja dan lain sebagainya, menjadikan mereka seakan tak memiliki masa lagi tuk mencoba memahami kondisi dan cara untuk bangkit.

Berbeda halnya dengan kondisi ketika Islam dijadikan dasar ketika memimpin sebuah negara dalam menjalankan tugasnya. Islam akan menggerakkan sistem pemerintahan dengan standar keridaan Allah, menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai panduan berperaturan. Fitrah manusia dijaga agar tak merusak dirinya, diterapkannya sanksi-sanksi yang tidak hanya berfungsi sebagai memberi efek jera, tapi sekaligus sebagai penghapus dosa bagi pelakunya.

Begitu juga dengan kelestarian alam semesta akan dilindungi dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadis Nabi saw. "Jauhilah tiga perilaku terlaknat; buang kotoran di sumber air, di pinggir jalan, dan di bawah naungan pohon." (HR Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Islam bahkan melarang melakukan pencemaran lingkungan meskipun dalam perkara-perkara yang terkesan remeh, "Sesungguhnya Allah itu Mahabaik yang mencintai kebaikan, Mahabersih yang mencintai kebersihan. Oleh sebab itu, bersihkanlah halaman-halaman rumah kamu dan jangan menyerupai Yahudi." (HR Tirmidzi dan Abu Ya'la).

Demikian juaga "Rasulullah melarang untuk membuang air kecil dalam air yang tidak mengalir karena akan merusak air itu." (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Islam pun menganjurkan umat manusia untuk menghidupkan lahan mati dan menanaminya dengan pepohonan. Tidaklah seorang Muslim menanam pohon kecuali buah yang dimakannya menjadi sedekah, yang dicuri sedekah, yang dimakan binatang buas adalah sedekah, yang dimakan burung adalah sedekah, dan tidak diambil seseorang kecuali menjadi sedekah.

 Islam juga mengatur pemanfaatan lahan. Ketika mendapati lahan-lahan kosong atau mati yang tak dihidupkan oleh pemiliknya, akan ada tindakan khusus untuknya, dan hal ini tentu akan menjaga kestabilan alam sebab ia terperhatikan oleh pemimpin yang taat kepada Rabbnya.

Demikianlah Islam yang akan senantiasa menunjukkan kepeduliannya yang serius akan kesejahteraan manusia dan alam semesta, tak akan didapati eksploitasi kekayaan alam negara oleh tangan asing dan aseng. Bahkan sebaliknya, negara akan berserius menggalakan kekuatan agar kekayaan alam dapat dikelola dengan baik dan maksimal untuk kemaslahatan ummat. 

Hal yang berbeda sekali dengan yang terjadi di era kepemimpinan yang terpimpin oleh sistem kapitalis liberal saat ini, asal ada cuan semua urusan bisa diatur agar mudah dan lancar.

 Maka tidak ada solusi atas permasalahan ummat terkait hal ini kecuali dengan mengembalikan kepemimpinan kepada Islam, dan peraturannya.

Wallahu a'lam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post