Kemiskinan Kian Masif, Bukti Penerapan Ekonomi Kapitalistik


Oleh Susci 
(Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Kemiskinan menjadi perkara yang kian ekstrem melanda masyarakat. Banyak yang mengalami kesulitan hidup akibat keterbatasan pengaksesan kebutuhan. Bahkan tak sedikit masyarakat bersifat pragmatis dan berputus asa. Hal ini yang salah satu yang disebutkan oleh Dinas Sosial (Dinsos). 

"Sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi, masuk kategori penduduk miskin ekstrem berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan Dinsos setempat" (repjabar.republika.co.id, 28/01/2023)

Sungguh memprihatinkan kondisi masyarakat miskin. Mereka harus merasakan kelaparan, kesusahan, bahkan ketidakberdayaan di negeri sendiri, negeri yang terkenal dengan kelimpahan SDA yang dimiliki. 

Mirisnya, negara tampak abai terhadap kemiskinan hari ini. Solusi yang ditawarkan seringkali bersifat pragmatis dan tebang pilih. Bantuan sosial hanya setengah dari banyaknya kebutuhan hidup. Ditambah lagi penyalurannya yang tidak merata dan seringkali salah sasaran. Alhasil, yang kaya tambah kaya, yang miskin makin miskin.

Hal tersebut tak dapat dipisahkan dari paradigma penerapan kapitalisme sekularisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Pengaturan kehidupan senantiasa disandarkan pada keterbatasan akal manusia. Penjangkauannya pun jelas tak mampu menciptakan kesempurnaan aturan maupun hukum. Tak heran jika kebijakan dalam menciptakan kesejahteraan, tak selalu pada tanggung jawab dan keseriusan negara, melainkan harus adanya timbal keuntungan yang dicapai. Inilah motif dari ekonomi kapitalistik.

Impas Penerapan Ekonomi Kapitalisme

Kemiskinan yang terjadi akibat penerapan ekonomi kapitalistik di antaranya:

Pertama, susahnya lowongan pekerjaan. Banyak masyarakat yang mengalami pengangguran akibatnya minimnya pekerjaan. Penyediaan pekerjaan banyak yang tak bisa diakses masyarakat dengan berbagai alasan dan pertimbangan administrasi yang membebani. Negara bahkan tak bisa memastikan masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak dan memadai. Disebabkan, negara menganggap hal ini merupakan tanggung jawab individu masyarakat. 

Keterbatasan negara dalam menguasai sektor-sektor industri menjadikan mereka tak dapat menempatkan tenaga kerja dari kalangan masyarakat. Sebab, kelimpahan SDA telah dikuasai oleh para korporasi dalam maupun luar negeri, seperti tambang, emas, listrik, gas, dan lain sebagainya.
 
Tak hanya itu, kenaikan harga barang yang dibarengi dengan susahnya lapangan pekerjaan menjadikan masyarakat makin dihantui ketidakberdayaan dan jauh dari kehidupan yang diharapkan. Apalagi biaya pendidikan dan kesehatan yang terpaut mahal, makin memperbesar jeritan rakyat.

Kedua, gaji yang rendah. Sekalipun masyarakat telah memiliki pekerjaan, namun tampaknya pekerjaan tersebut tidak memberikan gaji yang mencukupi bagi kebutuhan, bahkan terkadang tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang dijalani. 

Ketiga, pengambilan pajak bagi masyarakat. Pajak nyatanya memberikan beban bagi masyarakat kecil. Pekerjaan yang gajinya tidak seberapa, yang untuk memenuhi perut mereka, harus dikeluarkan lagi sebagian demi melunasi kewajiban pajak. 

Islam Mensejahterakan Bukan Memiskinkan

Berbeda halnya dengan Islam. Islam memiliki sistem perekonomian yang menjamin terciptanya kesejahteraan. Sistem yang berasal dari Allah Swt. Sistem tersebut memiliki pengaturan yang sistematik dalam menciptakan kesejahteraan. 

Dalam Islam, negara berkewajiban penuh dalam memastikan seluruh kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi secara menyeluruh. Tidak ada yang merasa kekurangan ataupun kemiskinan.  

Islam akan memberikan dua bantuan kepada masyarakat yakni adalah bantuan langsung dan tidak langsung. 

Bantuan langsung berupa penyediaan pendidikan dan kesehatan secara memadai dan gratis. masyarakat tidak akan merasa terbebani dengan urusan pendidikan dan kesehatan, sebaliknya mereka akan merasakan kesejahteraan yang diberikan langsung oleh negara.

Untuk bantuan secara tidak langsung, negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki yang sudah menikah maupun belum menikah dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Gaji yang diberikan pun akan disesuaikan dengan kebutuhan keluarga.

Kemudahan Islam dalam menjamin kesejahteraan rakyat diperkuat melalui sumber pemasukan negara yang terdiri dari fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah, sumber kepemilikan umum yang dikelola oleh negara (air, gas, listrik, tembaga, emas, perak, dan lain-lain), serta zakat atau sedekah.

Untuk SDA, negara akan mengelolanya secara independen dan tidak membiarkan adanya intervensi dari pihak manapun. Sehingga, keuntungan SDA dapat dirasakan  100% oleh masyarakat dan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan negara dan masyarakat. Dengan begitu masyarakat akan terhindar dari kemiskinan dan kemelaratan. Sebab, hak kepemilikan umum dikelola dengan baik dan tepat oleh negara.

Islam pula akan menghadirkan penguasa yang amanah dan bertanggung jawab terhadap tugas yang mereka emban. Penguasa telah dibekali iman dan takwa kepada Allah Swt. Sehingga, perilaku mereka disesuaikan dengan hukum syarak. Oleh karena itu, umat harus menyadari bahwa hanya Islamlah yang mampu mensejahterakan umat, bukan yang lain.

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post