Cara Islam Melindungi Anak Dari Kejahatan Seksual


Oleh; Naimatul
Jannah Aktivis Muslimah

POS-KUPANG.COM - Beredar di media sosial  dan terungkap di Video Viral TikTok penyebab anak SD perkosa bocah TK di Kabupaten Mojokerto. Parahnya para pelaku ini berusia rata-rata berusia 8 tahun dan masih duduk di bangku kelas 2 sampai 3 SD. Melansir Detikjatim,pada Sabtu 20 Januari 2023 mulanya korban dijemput para pelaku untuk bermain di rumah kosong. Kejadian inipun menuai perhatian publik yang masih tak menyangka jika anak SD bisa memperkosa temannya sendiri.


Faktor Penyebab Anak Menjadi Pelaku Kekerasan Seksual

Pelaku kekerasan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Dalam beberapa kasus, kekerasan seksual dapat dilakukan oleh usia anak dan remaja. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekerasan seksual sebagai tindakan seksual, mencoba mendapatkan tindakan seksual, berkomentar atau melakukan rayuan seksual yang tidak diinginkan. Kekerasan seksual juga ditandai dengan tindakan memperdagangkan atau bertujuan menyasar seksualitas seseorang tanpa paksaan dan tanpa memandang hubungan dengan korban.

Dijelaskan oleh Gracia Ivonika, M.PsI., Psikolog, ada beberapa faktor penyebab kekerasan seksual. Faktor tersebut bisa terjadi karena pribadi pelakunya, faktor lingkungan, dan lain-lain. Diantaranya;


1. Pernah Menjadi Korban Kekerasan Seksual Sebelumnya

Psikolog Gracia mengungkapkan banyak penelitian yang menemukan bahwa remaja pelaku kekerasan seksual pernah menjadi korban kasus serupa. Hal itu juga dijelaskan melalui laman resmi WHO. Menurut peneliti, salah satu faktor seseorang melakukan kekerasan seksual adalah karena ia pernah memiliki riwayat kekerasan fisik atau seksual.

2. Dipengaruhi Lingkungan
Faktor lingkungan sangat memengaruhi pembentukan dan pengembangan karakter anak. Orangtua bisa memantau tanpa harus mencurigai pergaulan anak di lingkungan tempat ia bermain atau bersosialisasi. Jika menemukan bukti bahwa pergaulan anak tidak sehat, segeralah mencari cara untuk menolong anak keluar dari lingkungan tersebut. Orangtua bisa mengajak berdiskusi. Kemudian, Anda memberi tahu hal yang membuat khawatir. “Pelaku kekerasan seksual juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk dari teman atau orangtua atau orang terdekat mereka. Jadi memang selain faktor individu, faktor lingkungan juga berpengaruh.

3. Perilaku Impulsif dan Kontrol Diri Rendah
Perilaku Impulsif dapat terjadi karena anak memiliki kontrol atau kemampuan mengendalikan diri yang rendah. Sementara itu, impulsif adalah tindakan melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibat atau efek yang akan terjadi. Kontrol diri yang rendah juga disebabkan karena seseorang tidak bisa mengendalikan emosi dan nafsunya dengan baik. Faktor lain, seperti keanggotaan geng atau grup, konsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang, kepribadian antisosial, dan faktor pendidikan yang rendah juga menjadi pemicu kontrol diri seseorang rendah.



4. Kurangnya Penanaman Moral dan Nilai-Nilai dari Keluarga
Pendidikan nilai dan moral di keluarga dapat membentuk karakter anak. Kurangnya penanaman moral atau nilai-nilai budaya serta agama dapat membuat mereka menjadi pelaku kekerasan seksual.

5. Kurangnya Kedekatan dengan Keluarga

 Orang tua harus membangun fondasi yang kuat sejak anak kecil. Fondasi yang dapat dibangun, seperti membuat anak merasa secara emosional, memiliki kedekatan, dan keterbukaan dengan orangtua. Menghindari terjadinya interaksi seksual dalam keluarga.


Faktor Pemicu Kekerasan Seksual dan Kejahatan Seksual

Kondisi hari ini kejahatan seksual dan kekerasan seksual yang menjadi tren ini harus segera diatasi, mengingat tidak hanya berdampak pada korban namun juga berakibat pada dampak sosial yang cukup mengkhawatirkan masa depan dan peradaban. Peran negara sangat besar menuntaskan kasus kejahatan ini.

Memang, tidak dimungkiri selama ini sudah berbagai upaya dilakukan oleh negara dari kuratif (penanggulan yang dilakukan setelah kejadian) hingga upaya preventif (pencegahan). Bahkan lahirnya UU TPKS no 12 tahun 2012 terkait tindak pidana kekerasan seksual ternyata belum cukup mempan mengurangi dan menuntaskan kejahatan seksual yang terjadi di tengah masyarakat. Bahkan kian menjamur dan terlihat sanksi yang diberikan tidak sampai membuat pelakunya jera.

Sebetulnya kehidupan masyarakat saat ini sedang tidak baik-baik saja, buktinya penyakit sosial telah melumpuhkan sendi budaya ketimuran masyarakat Indonesia akibat penerapan sistem kapitalisme yang berasas sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan). Gaya hidup liberalisme saat ini menjangkit masyarakat kian permisif, inilah sumber pemicu kejahatan seksual dan kekerasan seksual bermula dan semakin meningkat pesat.

Bagaimana mau menuntaskan, sementara paham kebebasan liberalisme kian menguat diadopsi oleh negara ini. Pola hidup permisif telah mengakar, pemujaan terhadap syahwat terjadi di mana-mana, keimanan telah mengikis dan jauhnya nilai agama dari kehidupan telah merasuk penganutnya seiring minusnya ketakutan kepada Sang Pencipta hingga mendorong individu bebas meluapkan hasratnya tanpa kenal halal dan haram. Walhasil kejahatan seksual dan kekerasan seksual marak menjadi tren di tengah masyarakat bahkan anak-anak pun menjadi pelaku kejahatan seksual itu sendiri.

Ironisnya secara nyata masyarakat belum menyadari bahwa rusaknya pola kehidupan sosial bersumber dari sekulerisme (memisahkan agama dengan kehidupan) dan liberalisme (kebebasan). Bahkan mereka justru bangga bahwa kebebasan atas nama hak asasi manusia dianggap sebagai ruang kemajuan peradaban dan kemodernisasian. Walhasil bukan hanya modernisasi namun juga westernisasi kebablasan telah menggerus budaya ketimuran.

Pemikiran pemikiran rusak yang kini diadopsi oleh umat nampak juga dengan kehidupan bebas kelewat batas seperti; kegiatan kumpul kebo, ML sebelum pernikahan, swinger tukar ganti pasangan intim hubungan badan, semua itu sudah dianggap hal biasa. Bahkan merebaknya kaum pelangi, yang kini kian masif melebarkan komunitasnya baik lewat dunia maya ataupun nyata semakin menambah kerusakan kehidupan sosial saat ini. Di saat kehidupan menyimpang yang mereka jalani tidak lagi memberi kenyamanan, seiring itu pula kejahatan seksual dan kekerasan seksual semakin meledak bagai bola liar yang menggelinding kian membesar.

Parahnya lagi, banyak tontonan ber aroma vulgar dan cabul yang mudah diakses lewat dunia maya oleh siapapun. Dalam sistem kapitalisme, yang terpenting bagi produsen adalah keuntungan tanpa memperhatikan konten yang akan disuguhkan. Maka tidak sedikit tontonan pembangkit birahi memicu rangsangan seksual menjadi santapan siapapun menjadi tuntunan. Akibatnya mengarah banyak yang berotak mesum tak terkendali, lengah, dan membutuhkan pelampiasan syahwat. Ujungnya dapat dipastikan tidak sedikit yang berakhir pada pelampiasan terlarang.


Cara Islam Melindungi Anak Dari Kejahatan Seksual


Keunggulan syariah Islam yang diciptakan Allah SWT tidak hanya sebagai solusi atas semua problem akut manusia, namun juga bersifat preventif.  Mencegah tersebar luasnya kerusakan, termasuk kerusakan yang menimpa anak. Anak pun dinaungi oleh sistem kehidupan yang sehat.  Jaminan tersebut terealisasi jika Islam diimplementasikan secara sistemik; persenyawaan antara sistem politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, sanksi, media, pendidikan hingga pelayanan umum.


Di dalam sistem Islam, Pondasi mendasar yang dibangun negara dalam menerapkan semua sistem, termasuk dalam institusi terkecil (keluarga) adalah pembentukan keimanan yang kuat dan keterikatan dengan hukum syariah. Pilar ketakwaan individual ini menjadi penopang negara selain kontrol masyarakat dan kewenangan negara.  Semua pilar merujuk pada pemahaman, standar dan ketundukan yang bersumberkan al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas. Pondasi tersebutlah yang ‘mengawal’ implementasi semua sistem dalam negara.  Karena itu untuk mencegah kekerasan yang menimpa anak, sistem pendidikan berbasis akidah Islam menjadi wahana pembentuk kepribadian Islam.

Sistem sosial kemasyarakatan yang mencegah interaksi di antara anggota masyarakat yang bakal menimbulkan masalah.  Kehidupan jama’ah terpisah, di sekolah hingga layanan publik. 

Demikian pula aspek i’lamiyah (media dan informasi). Ia memiliki fungsi strategis untuk membangun masyarakat Islam yang kokoh. Karena itulah, dalam penerapan Syariah Kaffah tidak akan dijumpai informasi atau media massa yang merusak iman dan akhlak masyarakat.  Hal ini menjadi jaminan perlindungan anak dari eksploitasi media sebagaimana yang dilakukan masyarakat kapitalis.

Sistem sanksi juga ditegakkan sebagai zawajir (pencegah) agar kejahatan tidak merajalela.  Ketakwaan aparatur negara menjamin kepastian penegakan hukum. Pasalnya, posisi hukkam (penguasa), qadhi (hakim) ataupun polisi diadakan demi menjamin ketaatan pada Allah.  Bukan demi mengamankan kedudukan penguasa atau pihak tertentu. Ini sebagaimana sistem demokrasi yang membuat kasus kekerasan seksual tidak sampai ke ranah hukum, namun hanya diselesaikan secara kekeluargaan.

Demikianlah berbagai perangkat aturan Islam yang komprehensif untuk memenuhi hak anak. Tanpa meminta, mereka telah mendapatkan hak-hak mereka secara otomatis karena Allah SWT telah menjamin pemenuhan hak-hak mereka ketika syariah Islam dilaksanakan secara kaffah. 

Wallahu A'lam Bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post