Pendidik Home Schooling SAT & Aktivis KosMus Galus
Ibaratkan buah simalakama dihadapkan pada dua pilihan yang sulit, disatu sisi ingin meraih keuntungan yang melimpah, disisi lain harus siap mendapatkan dampak kerusakan luar biasa ditengah masyarakat. Dari dulu permasalahan PT Freeport belum juga menunjukkan titik penyelesaiannya, baik dari kerjasama diantara kedua belah pihak yang tak kunjung selesai, begitu juga dampak kerusakan yang semakin melebar, seperti limbah tailing yang merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika bahkan sudah mengalir sampai ke laut. Penggiat lingkungan dari Yayasan Lorentz Timika sekaligus coordinator umum Komunitas Peduli Lingkungan Hidup, Dolfina Kum, mengungkapkan Freeport telah membuang 300 ribu ton limbah tailing ke sungai. Masyarakat di tiga distrik tidak lagi memiliki akses jalur transportasi sungai karena terjadi sedimentasi dan pendangkalan akibat pembuangan limbah tailing Freeport di sungai Ajikwa Wanogong. Sekitar 23 desa di tiga kecamatan terkena dampak pembuangan tailing Freeport, yakni sungai tercemar, warga mengalami krisis air, hilangnya mata pencaharian, ikan mati massal, gangguan penyakit menular, sungai dan laut terdegradasi, serta desa-desa dikepung oleh limbah tailing.
Keberadaan PT Freeport di Indonesia sejak awal mendapatkan ijin pada tahun 1967 hingga hari ini telah banyak menimbulkan pro kontra. Bahkan lebih banyak dampak kontra yang dirasakan masyarakat. Sejak rezim orde baru hingga rezim sekarang tiadak ada yang berani mengintervensi keberadaan freeport. Bahkan berbagai kebijakan pemerintah tampak sengaja disesuaiakan dengan kepentingan freeport. Misalnya, sejak semula Freeport melanggar UU no.4 tahun 2009 tentang Minerba. UU tersebut mewajibkan perusahan tambang untuk membangun smelter dan melarang ekspor bijih mineral termasuk emas tanpa diolah terlebih dahulu didalam negeri. Sanksi bagi perusahaan tambang yang tidak mau membangun smelter adalah penghentian kontrak karya.
Faktanya, PT Freeport hingga saat ini belum juga membangun smelter. Pemerintah tidak memberikan sanksi apapun terhadap pelanggaran tersebut. Ironisnya, pemerintah justru memperpanjang MoU sampai detik saat ini. Bahkan PT freeport hanya diminta menjamin kepastian pembangunan smelter dengan hanya menunjukkan lokasinya, tanpa ada tindak lanjut kedepannya.
PT Freeport bisa dengan leluasa mengeruk kekayaan Papua dan menyisakan banyak duka bagi masyarakat dan lingkungannya disebabkan karena dilegalkan secara sistem. Kemudahan izin birokrasi dan adanya payung undang-undang semakin melancarkan misi korporasi untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara massif. Hal ini sebagai konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme-demokrasi di negeri ini. Berdasarkan sistem ekonomi kapitalisme, pengelolaan dan pengusahaan tambang dapat diserahkan kepada swasta termasuk asing. Lalu semua itu dilegalkan melalui UU yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah dalam sistem demokrsai.
Pada proses pembuatan UU semacam itu sering terjadi praktik politik dagang sapi dengan para kapitalis pemilik modal. Karena itu selama ideologi kapitalisme dengan demokrasinya masih diterapkan. Penjajahan itu akan terus terjadi. Negeri ini akan terus dieksploitasi. Kekayaannya dijadikan jarahan. Penduduknya dijadikan sapi perahan. Dan lingkungan akan rusak. Kasus freeport diatas adalah salah satu contoh dampak buruk penerapan sistem kapitalisme dan demokrasi tersebut.
Pengelolaan Sumber daya alam ala sistem kapitalis terbukti memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Keserakahan telah melalaikan penjagaan lingkungan yang penting untuk umat manusia, dan bahkan membahayakan kehidupan.
Ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Allah sebagai sang Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia. Islam mengatur penjagaan lingkungan dibawah kendali Pemerintah. Pemerintah Islam memiliki kewajiban melayani kebutuhan masyarakatnya. Rasulullah bersabda “Imam adalah penjaga, dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari). Hadits ini menunjukkan tugas seorang imam adalah memikul urusan rakyat dengan memenuhi hak mereka. Oleh karenanya negara harus memastikan warganya hidup di lingkungan yang layak.
Didalam Islam pengelolaan sumber daya alam tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta bahkan kepada pihak asing. Sumber daya alam termasuk kepemilikan umum yang berarti milik masyarakat maka hasilnya harus diserahkan kepada masyarakat bukan untuk kepentingan pihak tertentu. Rasulullah bersabda : “Manusia berserikat dalam tiga hal ; air, padang, dan api” (HR Abu Daud, Ibnu Mjah, Ahmad, dan Al-Baihaqi). Karena pengelolaan SDA ini termasuk hajat hidup orang banyak maka pengelolaannya di serahkan kepada Negara.
Hasil pengelolaan Negara atas harta kepemilikan umum yang merupakan milik masyarakat akan diserahkan oleh negara dengan memberikan fasilitas dasar bagi masyarakat berupa pendidikan gratis, Kesehatan gratis, dan keamanan secara gratis. Sehingga semua orang dapat merasakan fasilitas terbaik di dalam negara.
Negara akan mengelola sesuai dengan syariat Islam yang berpedoman kepada kemaslahatan masyarakat dan kesuburan lingkungan. Pengeksploitasian yang berlebihan bahkan sampai merusak lingkungan tidak akan terjadi jika seandainya manusia menerapkan hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu ‘alam bi shawab.
Post a Comment