Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, program Kartu Prakerja telah diikuti lebih dari 16,4 juta peserta sejak diluncurkan pada 2020 hingga akhir 2022. Ia bilang, sepertiga dari peserta Kartu Prakerja yang menanggur itu kini sudah memiliki pekerjaan.
“Program ini tidak hanya efektif dalam memberikan hasil yang baik, tetapi juga dengan biaya yang efisien,” kata Airlangga yang juga Ketua Komite Cipta Kerja. Sementara itu, Direktur UNESCO Institute for Lifelong Learning David Atchoarena mengungkapkan, bahwa program Kartu Prakerja telah mendapatkan pengakuan internasional atas keberhasilan memanfaatkan teknologi digital dan menjadi game changer atau membawa perubahan besar dalam upaya meningkatkan pembelajaran bagi orang dewasa di luar pendidikan formal.(Kompas.com, 12/02/2023).
Bila dicermati masalah pengangguran yang terus meningkat sebenarnya bukan karena kurangnya keterampilan yang dimiliki si pekerja saja, namun, berasal dari kurangnya lapangan pekerjaan serta usaha yang mengalami pasang surut. Yang dibutuhkan calon pekerja saat ini bukanlah Kartu Pra-Kerja, tetapi yang dibutuhkan adalah kepastian lapangan kerja. Solusi yang diberikan pemerintah tidak menyentuh pada akar masalah, hanya solusi tambal sulam. Pemberian Kartu Pra-Kerja sangat tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini.
Meningkatnya angka pengangguran tidak bisa dilepaskan dari : salah satunya kemalasan individu. Sistem kapitalisme sekuler memengaruhi cara berpikir masyarakat, ingin kaya tapi tak mau bekerja keras, inginnya kaya mendadak. Kemudian i ikut undian yang bertaburan uang banyak dan hadiah seperti yang ada di televisi.
Selain tersebut diatas juga karena rendahnya pendidikan dan keterampilan. Mau sekolah, biayanya mahal. Sedangkan mau bekerja, tak punya keterampilan, Jangankan yang tak sekolah, yang sarjana saja juga menganggur, jumlahnya sangat banyak.
Belum lagi masalah ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan lapangan kerja. Jumlah lulusan sekolah banyak, sementara lapangan kerja tak banyak. Ketimpangan ini juga memicu angka pengangguran.
Kemudian kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. Di masa pemerintahan pak Jokowi, tenaga asing diberi tempat, sementara tenaga pribumi diabaikan. Selanjutnya banyaknya tenaga kerja wanita, biasanya perusahaan lebih suka menyerap tenaga wanita dibanding laki-laki, karena pekerja wanita lebih menguntungkan daripada laki-laki. Secara sistem penggajian, kaum wanita lebih bisa diredam dibanding laki-laki. Mereka juga lebih mudah diatur dan disetir dibanding laki-laki. Menurut kapitalis, mempekerjakan wanita lebih disukai karena mereka tak banyak tuntutan dibanding laki-laki. Nah, kondisi ini juga menyebabkan banyaknya pengangguran para laki-laki.
Yang menjadi akar masalah semua ini karena sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di Indonesia. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme telah gagal mewujudkan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat.
Islam memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah pengangguran, bukan menggunakan kartu.
Negara Khilafah memposisikan diri sebagai ra’in (pengurus) dan mas’ul (penanggungjawab) terhadap urusan rakyat, bukan hanya sebagai regulator. Maka persoalan pengangguran akan dibenahi secara serius, hingga tak ada lagi orang yang menganggur. Rasulullah saw. senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), “Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!”
WaLlah a'lam bi ash-shawab.
Post a Comment