Lagi-lagi rakyat harus dihadapkan dengan bertambah beban dalam kehidupan mereka. Pasalnya tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di beberapa daerah mengalami kenaikan. Padahal masyarakat baru saja berjuang kembali setelah pandemi yang membuat perekonomian mereka terpuruk. Beban hidup yang semakin lama semakin mahal juga tidak bisa dihindari oleh rakyat. Namun pada kenyataanyya banyak terjadi PHK, ekonomi mengalami resesi, masyarakat pontang panting memutar orak agar bisa bertahan hidup. Jadi ketika ada kebijakan tarif dasar PDAM naik jelas memberatkan masyarakat karena air adalah kebutuhan dasar setiap orang. Jika tarifnya naik maka beban biaya hidup semakin bertambah.
Kenaikan tarif air dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) terjadi di berbagai daerah. Misalnya dikabarkan di Surabaya tarif PDAM telah naik, yakni dari Rp 600 menjadi Rp 2.600 per meter kubik. Pada bulan Maret 2023 Palembang akan menaikan sesuai kategori, yakni sosial 7,5%, kategori niaga 17,5% dan pelanggan rumah tangga 15%. Bahkan Kota Bandung sudah menaikan tarif PDAM sejak bulan Desember 2022 dari Rp 1.000 naik menjadi Rp. 9.000 per meter kubik. Tidak hanya di Pulau Jawa, di luar pulau pun naik, seperti di daerah Bandar Lampung dan Kabupaten Tabaling Provinsi Kalimantan Selatan.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) beralasan kenaikan tarif ini dilakukan untuk menutupi pembiayaan perawatan pipa dan untuk perluasan pelayanan PDAM agar dapat menjangkau masyarakat pinggiran. Tentu saja mayoritas masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan tarif ini. Para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Indramayu dan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan unjuk rasa untuk memprotes kebijakan kenaikan tarif air PDAM.
Sejatinya apa yang dialami oleh masyarakat ini adalah bentuk kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme oleh penguasa. Sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam yang sejatinya adalah milik umum (rakyat). Sehingga konsekuensi dari liberalisasi ini pasti akan terjadi komersialisasi. Akhirnya kekayaan umum yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat justru dijadikan sebagai ladang bisnis. Sebenarnya sumber daya alam terutama air di negeri ini sangat melimpah. Akan tetapi sangat disayangkan banyak dikuasai swasta. Hal ini yang mengakibatkan masyarakat harus mengeluarkan ongkos besar untuk memanfaatkan air. Sumber daya air di negeri ini banyak diberikan ke swasta dengan dalih investasi.
Penguasa kapitalisme tidak bisa berkutik di depan para swasta pemilik modal yang menguasai sumber daya alam atau jika pun dikelolan oleh negara, negara akan melakaukan kerjasama dengan swasta. Atau bisa jadi pelayanan yang di berikan bersifat untung rugi karena negara juga butuh pemasukan anggaran. Akhirnya pelayanan yang seharusnya didasari prinsif jaminan sosial yang gratis justru diberikan dengan prinsip bisnis. Maka tidak heran air yang notabenenya bisa dinikmati secara gratis justru hanya bisa dinikmati ketika berbayar.
Sangat berbeda dengan sistem Islam ketika mengurus hajat atau kebutuhan rakyat. Dalam pandangan Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum. Rosulullah saw bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Inilah prinsif ekonomi Islam mengelola kekayaan milik umum, tidak boleh ada privatisasi dan jumlah SDA itu sangat besar. Kekayaan sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya harus diberikan kepada warga negara seluruhnya.
Terkait pemanfaatannya ada dua kelompok. Pertama, kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya seperti sungai, laut, padang rumput, sumber air dan sejenisnya. Dalam hal ini negara cukup hanya mengatur dan mengawasi pemanfaatannya agar bisa dinikmati oleh seluruh warga dan tidak menimbulkan kemudharatan (bahaya). Maka jika dalam negara yang merapkan aturan Islam PDAM jadi gratis dinikmati karena air termasuk ke dalam kelompok ini.
Kenaikan tarif air dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) terjadi di berbagai daerah. Misalnya dikabarkan di Surabaya tarif PDAM telah naik, yakni dari Rp 600 menjadi Rp 2.600 per meter kubik. Pada bulan Maret 2023 Palembang akan menaikan sesuai kategori, yakni sosial 7,5%, kategori niaga 17,5% dan pelanggan rumah tangga 15%. Bahkan Kota Bandung sudah menaikan tarif PDAM sejak bulan Desember 2022 dari Rp 1.000 naik menjadi Rp. 9.000 per meter kubik. Tidak hanya di Pulau Jawa, di luar pulau pun naik, seperti di daerah Bandar Lampung dan Kabupaten Tabaling Provinsi Kalimantan Selatan.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) beralasan kenaikan tarif ini dilakukan untuk menutupi pembiayaan perawatan pipa dan untuk perluasan pelayanan PDAM agar dapat menjangkau masyarakat pinggiran. Tentu saja mayoritas masyarakat merasa keberatan dengan kenaikan tarif ini. Para perempuan dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) cabang Indramayu dan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan unjuk rasa untuk memprotes kebijakan kenaikan tarif air PDAM.
Sejatinya apa yang dialami oleh masyarakat ini adalah bentuk kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme oleh penguasa. Sistem ini melegalkan liberalisasi sumber daya alam yang sejatinya adalah milik umum (rakyat). Sehingga konsekuensi dari liberalisasi ini pasti akan terjadi komersialisasi. Akhirnya kekayaan umum yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat justru dijadikan sebagai ladang bisnis. Sebenarnya sumber daya alam terutama air di negeri ini sangat melimpah. Akan tetapi sangat disayangkan banyak dikuasai swasta. Hal ini yang mengakibatkan masyarakat harus mengeluarkan ongkos besar untuk memanfaatkan air. Sumber daya air di negeri ini banyak diberikan ke swasta dengan dalih investasi.
Penguasa kapitalisme tidak bisa berkutik di depan para swasta pemilik modal yang menguasai sumber daya alam atau jika pun dikelolan oleh negara, negara akan melakaukan kerjasama dengan swasta. Atau bisa jadi pelayanan yang di berikan bersifat untung rugi karena negara juga butuh pemasukan anggaran. Akhirnya pelayanan yang seharusnya didasari prinsif jaminan sosial yang gratis justru diberikan dengan prinsip bisnis. Maka tidak heran air yang notabenenya bisa dinikmati secara gratis justru hanya bisa dinikmati ketika berbayar.
Sangat berbeda dengan sistem Islam ketika mengurus hajat atau kebutuhan rakyat. Dalam pandangan Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum. Rosulullah saw bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah). Inilah prinsif ekonomi Islam mengelola kekayaan milik umum, tidak boleh ada privatisasi dan jumlah SDA itu sangat besar. Kekayaan sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya harus diberikan kepada warga negara seluruhnya.
Terkait pemanfaatannya ada dua kelompok. Pertama, kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh warga contohnya seperti sungai, laut, padang rumput, sumber air dan sejenisnya. Dalam hal ini negara cukup hanya mengatur dan mengawasi pemanfaatannya agar bisa dinikmati oleh seluruh warga dan tidak menimbulkan kemudharatan (bahaya). Maka jika dalam negara yang merapkan aturan Islam PDAM jadi gratis dinikmati karena air termasuk ke dalam kelompok ini.
Kedua, kekayaan alam yang tidak bisa dimafaatkan secara langsung oleh warga negara. Contohnya seperti barang tambang emas, perak, batu bara, minyak bumi dan sejenisnya. Agar hasilnya bisa dinikmati diperlukan proses eksplorasi, eksploitasi, tenaga ahli, biaya yang besar dan alat yang canggih. Maka pengelolaan jenis kedua ini dibebankan kepada negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat baik secara langsung dalam bentuk subsidi atau secara tidak langsung dalam memberikan jaminan kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan secara gratis karena dibiayai dari pengelolaan sumber daya alam mandiri ini. Dengan dekimian kenaikan tarif PDAM merupakan akibat masalah sistemik, sehingga diperlukan solusi sistemik pula yakni dengan mengganti sistem kapitalis sekuler dengan sistem Islam yang Kaffah.
Post a Comment