Utang Luar Negeri dan Lemahnya Negara Menjalankan Perannya


Oleh Yunita M 
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng)

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia kembali menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir Oktober 2022 tercatat sebesar USD 390,2 miliar, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada September 2022 sebesar USD 395,2 miliar.

Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,6 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 6,8 persen (yoy). (liputan6.com, 15/12/2022)

Utang luar negeri Indonesia memang bukanlah hal yang asing di masyarakat. ULN bisa dikatakan menjadi salah satu solusi sekaligus sumber permasalahan dalam sistem ekonomi di negeri ini. Pasalnya, dengan ULN ini pemerintah makin berada dalam kangkangan dan intervensi asing terutama sang pemberi utang. 


Singkatnya, kekurangan biaya di dalam negerilah menjadi alasan utama Indonesia melakukan utang luar negeri (ULN). Dalam beberapa catatan, Indonesia mulai melakukan utang luar negeri dimulai pada masa orde lama dengan tujuan menambah sokongan dana untuk melunasi kekurangan dana pembangunan yang tidak bisa dipenuhi dalam negeri. Sampai dengan sekarangpun dengan alasan yang sama, Indonesia masih belum bisa terlepas dari ULN ini, dengan alasan yang sama.
 
Benarkah ULN Berdampak Pada Kesejahteraan Rakyat?

ULN yang sampai saat ini masih menjadi salah satu solusi yang diambil pemerintah dalam hal membantu perekonomian memang terkesan relevan dan baik bagi kemaslahatan negeri ini. Apalagi ditambah dengan tujuan yang dijanjikan penguasa, salah satunya yakni untuk pembangunan infrastruktur yang memadai. Yang katanya dapat dinikmati masyarakat Indonesia.

Namun, jika ditelisik lebih dalam, ULN adalah salah satu bukti dari ketidakmampuan pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi dan pembangunan di negeri ini. Iming-iming untuk kesejahteraan rakyat, namun justru hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan relita yang ada. Contohnya,  infrastruktur dan pembangunan dalam negeri cenderung hanya dinikmati segelintir orang, lebih-lebih kepada penguasa dan pengusaha. 

Sementara rakyat kecil malah banyak yang hanya tinggal dipemukiman kumuh, padat penduduk yang tidak layak huni, dan jauh dari yang namanya kesejahteraan. Jangankan untuk menikmati infrastruktur, untuk sekadar memenuhi kebutuhan perut saja sangat susah. 

Di tambah lagi ULN yang ada malah akan menjadikan bertambahnya beban rakyat. Pasalnya, ULN ini akan sangat berpengaruh pada kenaikan pajak yang dibebankan kepada seluruh masyarakat. Sudahlah kehidupan serba susah, malah pajak tak henti-hentinya dibebankan kepada rakyat. Bagaimana tidak, pajaklah menjadi sumber pokok pemasukan negara.

ULN juga memuluskan intervensi dan hegemoni pihak asing dalam hal ini para pemberi hutang, kepada negara yang diberikan hutang. Alat penjajah dari para kapitalis untuk meraup kekayaan dalam  negara tertentu. Makin mudah menguasai sumber daya alam, dan memprivatisasinya. Yang tentunya pengelolaan dan keuntungan yang didapat berada dalam kendali para kapitalis tersebut. Dan ini real adanya.

Impaknya, negeri ini tak mampu mengelola SDAnya secara mandiri. Padahal melalui hasil pengelolaan SDA dalam negerilah keuntungan yang didapat mampu mensejahterakan masyarakat. Mengingat, SDA di negeri ini begitu melimpah ruah.

Kapitalisme Meniscayakan Kebobrokan Penguasa Dalam Mengurus Rakyat

Berbagai dampak dari ULN ini hanyalah beberapa permasalahan yang terjadi di negeri ini. Hal ini makin membuka mata kita bahwa sejatinya negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, hari ini kita berada dalam cengkeraman kapitalisme sekularisme. Di mana sistem ini memisahkan antara agama dan kehidupan. Meniscayakan para penguasa dalam mengurus rakyatnya tak optimal, dan berkuasa atas dasar kepentingan.

Tak peduli ULN mensejahterakan atau tidak, yang jelasnya kepentingan mereka terlaksana. Cenderung menutup mata akan kebijakan zalim yang mereka terapkan, yang tak memihak rakyat terutama rakyat kecil. Inilah realitas yang terjadi dalam sistem kehidupan yang diterapkan di negeri ini. Sistem kufur kapitalis sekuler. 

Kita tak boleh menutup mata dalam melihat kenyataan yang ada. Makin kita mengelak dari kebobrokan sistem ini, justru makin kita sengsara berada di dalamnya. Sebab,  ketidaksejahteraan rakyat adalah permasalahan yang sistemik.

Islam Sebaik-baik Periayah Umat

Islam sebagai agama yang juga sekaligus sebagai sistem kehidupan manusia adalah sistem terbaik sepanjang sejarah. Selama 14 abad kepemimpinan Islam sejarah telah membuktikan bagaimana penguasa di dalamnya menjadi sebaik-baik pemimpin teladan. 

Maka, tidak diragukan lagi bahwa Islam sebagai sistem kehidupan yang hak bagi manusia, dan sebagai seorang muslim kita wajib meyakini hal ini. Sistem Islam dalam fungsinya sebagai ra'in, menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukumnya. Sehingga, segala kebijakan yang lahir bukan dari kehendak pemimpin, melainkan atas dasar tuntunan dan kehendak syarak.

Maka dalam hal ini, Islam mengharamkan intervensi asing atau dalam hal ini negara kafir dalam keberlangsungan kehidupan  dalam bentuk apapun itu, kecuali sebatas apa-apa yang diperbolehkan syarak.

Dalam mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, maka Islam akan mengelola SDA dalam negeri yang telah dikaruniai Allah Swt. secara mandiri hasilnya semata-mata demi kepentingan rakyat. Islam mengharamkan privatisasi SDA, sebab SDA adalah kepemilikan umum yang haram dikuasai siapa saja. 

ULN juga tak menjadi sumber pemasukan dalam negara, sebab hal tersebut adalah haram dilakukan dalam Islam. Syariat telah menetapkannya. Maka, ULN dalam kapitalisme sekuler hanyalah ilusi kesejahteraan bagi rakyat. Kebijakan yang diambil hanya sebagai pemulus kepentingan segelintir kapitalis.

Sudah semestinya memilih Islam sebagai sebaik-baik sistem kehidupan. Yang akan menghadirkan periayahan terbaik, dan melahirkan kesejahteraan yang turun dari Allah Swt.

Wallahualam bissawab

Post a Comment

Previous Post Next Post