Oleh : Mentari
Aktivis muslimah ngaji
Sebanyak 414 mahasiswa ber-KTP Kota Bandung dinyatakan positif terinfeksi HIV/AIDS. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung sendiri mencatat, hingga Desember 2021, ada 12.358 pengidap HIV/AIDS yang melakukan pelayanan kesehatan di Kota Bandung. Dari data keseluruhan, dominasi orang yang terkena HIV/AIDS itu ada pada usia produktif antara 14—27 tahun. Tenaga Ahli Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) DKI Jakarta dr. Ede Suryadharmawan menjelaskan terkait penularan HIV/AIDS yang terjadi pada anak muda berhubungan dengan perilaku yang memilih bebas dala
m pergaulan.
m pergaulan.
Sungguh gambaran betapa rusaknya pergaulan generasi muda. Katakanlah, usia 14 tahun terdata sebagai pengidap HIV/AIDS. Dengan masa inkubasi virus yang lama, berarti kemungkinan besar pergaulan bebas yang bersifat seksual pada remaja telah terjadi pada saat mereka masih duduk di bangku SD! Begitu pula, mengingat sifat virus HIV ini menurunkan daya imunitas seseorang dan daya penularannya sangat besar, masa depan suram generasi dengan HIV/AIDS menjadi bayang-bayang gelap pula bagi masa depan bangsa dan negara.
Potret Suram Generasi
Remaja dengan HIV/AIDS akibat pergaulan bebas hanya segores noda hitam kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam mencetak kepribadian unggul generasi. Kepribadian yang rapuh dan tidak mampu dalam memecahkan masalah membuat tidak sedikit remaja berakhir dengan percobaan bunuh diri.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua tertinggi pada remaja usia 15—29 tahun. Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak (KPAI), sekitar 80% korban bunuh diri di Indonesia adalah remaja.
Menurut Statistik Potensi Desa Indonesia dan Data Penduduk Indonesia 2014, rata-rata kejadian bunuh diri di Indonesia adalah 1,6 untuk setiap 100.000 penduduk (4.002 orang). Sedangkan data 2018 sebanyak 4.560. Artinya, kasus bunuh diri di Indonesia, trennya memang mengalami peningkatan dan berkemungkinan terus meningkat.
Adapun berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes 2016, diperoleh data bunuh diri per tahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada usia 10—39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.
Dokter Tience Debora Valentina, M.A., psikolog, dosen Prodi Psikologi FK Universitas Udayana, dan penulis buku Memahami Perilaku Bunuh Diri Remaja, menyatakan bahwa tren kasus bunuh diri memang meningkat dan berkemungkinan terus meningkat. Namun, menurutnya, hal ini tidak disebabkan karena pandemi Covid-19.
Tidak hanya HIV/AIDS dan bunuh diri yang menunjukkan problem sistemis dalam pembentukan kepribadian generasi. Ragam kasus klitih, narkoba, pembunuhan, penyimpangan orientasi seksual, prostitusi daring, kecanduan gim daring, dan jutaan kasus lainnya, seharusnya membuat negara berpikir serius untuk memberikan solusi mendasar dan menyeluruh bagi problem generasi.
Kapitalisme Mengabaikan Nilai Ruhiah
Karakter dasar kapitalisme adalah rusak dan merusak. Daya rusak kapitalisme sekuler bersifat massal, bukan saja membunuh generasi dalam arti fisik, tetapi juga membunuh masa depan generasi. Sistem ini telah menjungkirbalikkan struktur bentukan manusia dan memorak-porandakan struktur sosial masyarakat. Beberapa waktu lalu, remaja laki-laki di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, ditangkap polisi karena memerkosa pacarnya yang masih berusia 12 tahun. Pelaku melancarkan aksinya setelah pesta miras bersama.
Remaja berakal sehat pasti sudah memahami bahwa minum miras dan memerkosa adalah perbuatan haram. Namun, pada saat pikiran dipenuhi fantasi seksual akibat terpapar pornografi dan pornoaksi dari berbagai media, terutama media sosial, para remaja tidak berdaya menahan gejolak seksual dalam dirinya. Akalnya sangat lemah dalam mengontrol perbuatannya untuk meninggalkan keharaman sekalipun tahu perbuatan itu terlarang.
Pemahaman liberal dan HAM yang lahir dari sekularisme telah merusak pola pikir dan pola sikap yang membentuk kepribadian remaja ini. Sekularisme kapitalisme hanya mengenalkan konsep bahwa kebahagiaan hidup adalah tercapainya kepuasan bersifat materi.
Walhasil, generasi hanya mengejar kepuasan biologis dan meraih nilai materi (finansial) dalam hidup. Generasi tidak mengenal nilai maknawi tentang kehormatan dan kemuliaan seorang perempuan. Generasi juga gagal paham tentang nilai ruhiah bahwa ada perhitungan dosa dan pahala saat Hari Akhir kelak.
Perkembangan teknologi menjadikan manusia bagaikan robot bagi industri dan digitalisasi. Manusia tidak lagi mengendalikan teknologi, tetapi sebaliknya, teknologi seakaan mengendalikan pikiran, perasaan, dan rasionalitas manusia. Gerakan sosial dan politik sekaligus dikendalikan oleh algoritma yang bermuara pada kepentingan bisnis korporasi. Platform digital seperti Twitter, Facebook, YouTube, dsb. menggantikan negara menjadi hakim atas berbagai interaksi manusia.
Edukasi masyarakat yang menyatakan bahwa homoseksual, lesbi, transgender, ataupun zina sebagai perbuatan keji, selalu “disetrap” oleh Facebook, misalnya dengan dakwaan melanggar standar komunitas. Sementara itu, jutaan gambar dan video bernuansa seksual dan pornografi justru membanjiri media secara bebas, melintas berbentuk iklan. Ironisnya, negara tidak mampu berkutik berhadapan dengan korporasi global maupun oligarki lokal.
Akhirnya, pergaulan bebas dan penyimpangan orientasi seksual—sebagai faktor paling berisiko penularan HIV/AIDS—dengan mudah menyusup ke dalam benak generasi, diposisikan sebagai hal wajar dan benar. Standardisasi, pemahaman, dan keyakinan di tengah masyarakat tentang hakikat benar dan salah, terpuji dan tercela, baik dan buruk, berhasil diporak-porandakan oleh sistem sekuler ini.
Kemaksiatan mendapatkan full support dari suprasistem global, yakni sistem ekonomi kapitalisme neoliberal dan sistem politik demokrasi sekuler. Sebut saja, polemik RUU Minuman Beralkohol, RUU TP-KS, dan RUU Sisdiknas yang membahayakan masa depan generasi, dapat dipastikan akhirnya disahkan oleh para legislator Senayan. Sebaliknya, suara rakyat pada berbagai aksi jalanan pasti diabaikan jika tidak sejalan dengan kepentingan pemilik modal. Dengan demikian, mempertahankan sistem kapitalisme demokrasi hanya akan memperparah kehancuran generasi masa depan.
Islam Membangun Manusia dan Menjaga Masyarakat
Islam datang sebagai sistem kehidupan (way of life) untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Islam memiliki konsep dan metode untuk mewujudkan seluruh konsep tersebut. Dengannya, Islam mampu mewujudkan peradaban agung yang memanusiakan manusia.
Islam membangun manusia terlebih dahulu sebelum Islam membangun bangunan fisik yang bersifat materi. Dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam menjadi asasnya. Tujuan pendidikan adalah mencetak generasi berkepribadian islami (syakhshiyyah islamiyyah) dengan pola pikir dan pola sikap yang dibimbing oleh akidah Islam. Kebahagiaan hidup bagi generasi adalah rida Allah Swt., bukan kadar materi yang berhasil dikumpulkan.
Adapun kurikulum pendidikan Islam, didesain untuk menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang berakidah Islam, matang tsaqafah Islam, pakar serta ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan mengusai teknologi.
Pendidikan dalam sistem Islam mencetak generasi unggul berkarakter pemimpin dalam jumlah massal. Keberadaan mereka di tengah masyarakat menjadi penyejuk pandangan mata (qurrota a’yun) sebagai sosok leader dan problem solver, bukan trouble maker.
Penerapan sistem Islam secara totalitas dalam bidang ipoleksosbudhankam mampu melindungi masyarakat dari segala hal yang berpotensi merusak, baik ideologi, pemikiran, hukum, maupun hasil inovasi teknologi. ni karena kekuasaan politik (imam/khalifah) dalam Islam berfungsi sebagai penjamin kemaslahatan umat (raa’in) serta benteng penjaga kemaslahatan umat dan kedaulatan negara (junnah).
Dalam sistem Islam, dikenal goals setting penerapan syariat (maqashid asy-syar’i) yang menggambarkan sosiologi pembangunan manusia dan masyarakat dengan konsep orisinal (berasal dari wahyu) tanpa intervensi akal manusia. Di dalamnya terkandung metode penjagaan terhadap akidah, akal, keturunan, jiwa, kehormatan, harta, keamanan, hingga negara.
“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant, The Story of Civilization)
Bukti Keagungan Sistem Islam
Sungguh tidak mengherankan apabila sejarah peradaban Islam terbentang dalam kurun waktu yang sangat panjang, yakni selama 1.300 tahun. Sejarah penerapan syariat kafah dalam naungan Khilafah inilah bukti keagungan sistem Islam. Oleh karenanya, tidak heran jika kita mengenal Mushab bin Umair, duta Islam pertama yang sukses mendakwahkan Islam di Madinah sehingga tidak ada satu rumah pun yang tidak memeluk Islam.
Kita juga mengenal Ali bin Abi Thalib sebagai pintunya ilmu; Usamah bin Zaid, panglima perang termuda pilihan Rasulullah saw.; juga Muhammad al-Fatih yang berhasil menaklukkan Konstantinopel pada usia yang masih sangat muda, dengan perencanaan dan strategi yang gemilang.
Ada Shalahuddin al-Ayyubi yang merebut Yerusalem kembali ke pangkuan kaum muslim setelah 88 tahun dikuasai Pasukan Salib. Juga Muhammad Idris asy-Syafi’i (lebih kita kenal dengan nama Imam Syafi’i) yang hafal Al-Qur’an pada usia 9 tahun, hafal kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadis, dan menjadi Mufti Makkah pada usia 15 tahun. Masyaallah!
Sungguh, generasi hebat hanya akan lahir dari rahim sistem Islam. Di bawah naungan Khilafah, akan hadir generasi yang produktif berkarya untuk umat dan hatinya senantiasa bertaut kepada Rabb-nya. Baginya, dunia adalah ladang amal untuk meraih kemuliaan di akhirat di dalam surga Firdaus-Nya kelak. Wallahualambisawab.
Post a Comment