Badan penyelenggara jaminan produk halal (BPJPH) kementerian agama menegaskan bahwa 2024 mendatang produk-produk yang tidak mengatomi sertifikat halal bakal terkena sanksi. Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Berdasarkan undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 beserta turunannya, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penghapusan pertama tersebut. Tiga produk tersebut yaitu pertama makanan dan minuman; kedua bahan baku,bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; dan yang ketiga produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Apabila masa penahapan telah berakhir, akan tetapi produk belum bersertifikat halal dan masih beredar dimasyarakat maka akan dikenakan sanksi. Muhammad Aqil Ibrahim (Kemenag) kepala BPJH menjelaskan sanksi yang diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Menurutnya sanksi tersebut sesuai dengan tetentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 tahun 2021.
Keputusan Kepala BPJPH No 141 tahun 2021 mengatur bahwa tarif layanan BLU (Badan Layanan Umum) BPJH terdiri atas dua jenis, yaitu: tarif layanan utama dan tarif layanan penunjang. Tarif layanan utama terdiri atas sertifikat barang dan jasa; akreditas Lembaga Pemeriksaan halal (LPH); registrasi auditor halal; layanan pelatihan auditor dan penyelia halal; serta sertifikat kompetensi auditor dan penyelia halal. Adapun tarif layanan penunjang mencakup penggunaan lahan ruangan, gedung, dan bangunan; penggunaan peralatan dan mesin; penggunaan laboratorium; serta penggunaan kendaraan bermotor.
“Berbeda dengan tahun sebelumnya, sehati 2023 akan dibuka sepanjang tahun. Mulai besok, 2 Januari 2023 pelaku usahaa sudah bisa mendaftar,” ujar Kepala BPJPH M. Aqil Irham,Minggu (1/1/2023). Meskipun diawal tahun 2023 BPJPH kembali membuka sertifikat halal sehati (geratis) dengan 1 juta kuota, namun sertifikat halal yang telah didapatkan tersebut diperpanjang dalam kurun waktu hanya 4 tahun. Berdasarkan permohonan perpanjangan sertifikat halal yang telah ditetapkan untuk usaha mikro dan kecil sebesar Rp.200.000,00, usaha menengah sebesar Rp2.400.000,00, usaha besar dan / atau berasal dari luar negeri sebesar Rp5.000.000.00.
Dampak Penerapan Sistem Kufur
Fasilitas yang diberikan pemerintah berupa sejuta sertifikat gratis tersebut tidak sebanding dengan jumlah UMKM di Indonesia, dimana ada sebagian UMKM yang harus membayar untuk membuat sertifikat halal. Bagaimana jika ada seorang UMKM yang memiliki lebih dari 1 usaha, pastinya mebutuhkan biaya yang besar. Selain itu, pelaku usaha yang tidak termasuk kategori UMK juga harus membayar biaya sertifikat untuk membayar setiap produknya.Apakah dengan sertifikat halal gratis ini membuat rakyaat merasa ringan ? Tentu saja tidak, melainkan rakyat akan terbebani.
Begitulah, jika kita hidup di sistem yang rusak yaitu sistem kapitalis-sekulerisme yang dimana memisahkan agama dari kehidupan kita. Sertifikasi halal menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang ditentukan. Pemerintahan sekuler yang memberikan lebel sertifikat halal tersebut tidak didorong dengan berdasarkan keimanan kepada Allah SWT. dikarenakan faktor materialistik dan ekonomi. Inilah yang terjadi kepada masyarakat apabila sistem kapitalis-sekulerisme yang diterapkan.
Sertifikasi Halal Dalam Islam
Negara yang menerapkan sistem islam tentu berbeda dengan negara yang menerapkan sistem sekulerisme. Sebab sistem islam sangat menjaga dan melindungi masyarakatnya, sehingga masyarakat akan terjamin atas kehalalan produk-produk yang beredar dan bukan dijadikan sebagai bisnis seperti sistem kapitalisme. selain itu, produk-produk yang haram akan diberikan lebel haram dan di edarkan khusus kepada nonmuslim.
Dalam negara islam pembuatan lebel sertifikat halal maupun haram tidak dikenakan biaya sedikit pun dengan kata lain gratis, bahkan negara akan membiayai setiap upaya menjamin produk halal di masyarakat. Jaminan kehalalan produk akan ditentukan dari awal yaitu mulai dari pembuatan bahan, proses produksi, hingga produksi. Semua itu dikerjakan, dikontrol, dan diawasi para ahli dan ulama agar produk yang dikonsumsi oleh masyarakat terjamin kehalalnya karena itu merupakan kewajiban sebuah negara.
Apabila ada yang melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Khilafah, maka akan diberikan sanksi tegas sesuai dengan ketetapan syari’at islam yang melalui takzir. Jika kalau ada penguasa yang mengizinkan menjual produk haram dijual bebas, rakyat boleh mengadu ke Mahkamah Mazhalaim agar dapat memutuskan dan menghilangkan kezoliman tersebut. Sehingga masyarakat yang hidup di wilayah khilafah merasakan rasa tenang di dalam jiwa.
Wallahu ‘alam bishawab
Post a Comment