Tahun 2022 telah berlalu. Namun serentetan persoalan yang dihadapi umat Islam di negeri ini tak kunjung usai seiring bergulirnya tahun. Keterpurukan demi keterpurukan bisa kita lihat dalam segala bidang: sosial, ekonomi, politik, hukum, sosial-budaya dan pendidikan. Hingga akhir tahun 2022 ada banyak problem yang terjadi di Indonesia, yang belum terselesaikan dengan tuntas. Ini juga menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan kian jauh dari harapan.
Terlebiih terkait dengan kondisi generasi muda yang sedang menimpa negeri ini. Di akhir tahun 2022 rakyat sudah disuguhi dengan jumlah kejahatan tindak pidana narkoba sepanjang 2022 sebanyak 39.709 perkara. Angka ini mengalami penurunan 611 perkara atau 1,5 persen dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 40.320 perkara.
Jumlah penyelesaian kasus sepanjang 2022 sebanyak 33.169 perkara. Angka ini mengalami penurunan 4.313 perkara atau 11,5 persen jika dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 37.482 perkara.
"Dalam pengungkapan ini, penyidik menyita barang bukti ganja 78,2 ton, pohon ganja 416.100 batang, heroin 0,26 Kg, kokain 55 Kg, ekstasi 1 juta butir, shabu 6,3 ton dan tembakau gorilla 27 Kg," kata dia.
Ia menambahkan total barang bukti yang diamankan sepanjang 2022 adalah senilai Rp 11 triliun dan menyelamatkan 104 juta jiwa. Tidak hanya itu, ia juga melakukan pelacakan aset milik para pelaku narkoba sepanjang 2022. Hasilnya, ada aliran uang terkait narkoba bernilai fantastis.
"Tahun 2022 Polri berhasil melakukan asset tracing sebesar Rp 131,1 miliar terhadap para pelaku narkoba," kata dia. (Dilansir Republika.co.id Ahad , 01 Jan 2023).
Imbasnya kriminalitas tumbuh sampai taraf yang mengkhawatirkan. Potret buram para pemuda dalam sistem Kapitalisme, begitu nyata di hadapan mata. Pembunuhan terjadi dengan berbagai modus. Anak membunuh ayahnya, ayah membunuh anaknya atau sebaliknya antara ibu dan anak saling membunuh. Walaupun jumlah tindak pidana narkoba mengalami penurunan, namun faktanya pergaulan bebas di kalangan kawula muda merajalela, meningkatnya angka penyintas HIV AIDS yang hampir merata di setiap kota, termasuk penemuan bayi-bayi tak berdosa yang dibuang orangtuanya karena lahir tanpa diinginkan.
Beberapa waktu yang lalu, kita dikejutkan dengan fakta ratusan mahasiswa sebuah perguruan tinggi ternama terjerat Pinjol dan terlibat dalam investasi bodong. Kondisi ini secara jelas menggambarkan bagaimana para mahasiswa yang notabene intelektual muda, tak mampu berpikir kritis dan jernih. Orientasi materi telah menjebak mereka.
Kasus bullying yang dilakukan antar siswa, bullying guru kepada murid atau sebaliknya, tawuran antar pelajar juga masih menghiasi pemberitaan di media massa. Baru-baru ini juga kita menyaksikan fakta miris, seorang nenek yang ditendang oleh beberapa bocah pelajar, yang videonya viral di jagad sosial media. Dan setelah ditelusuri apa motifnya, ternyata mereka melakukan hal itu karena iseng saja. Disisi lain pendidikan yang diharapkan mampu melahirkan generasi terbaik, namun gagal. Pendidikan kering dari nilai-nilai moral dan etika. Apalagi agama. Yang terlahir justru generasi yang permitif, hedonis, materialistis dan individualis. Sungguh miris.
Dengan berbagai persoalan tersebut harapan ada perbaikan kondisi pada tahun 2023 sangatlah tipis. Apalagi saat ini fokus para pejabat sudah biasa dengan agenda pemilu tahun 2024. Muncul narasi bahwa pilkada tahun 2022 dan 2023 ditiadakan karena pemerintah mau fokus menangani pandemi covid-19. Toh, pada 2020 yang lalu, Pilkada tetap jalan meskipun rakyat kompak menolak karena situasi pandemi. Jangan pula tersihir dengan narasi 'demi kualitas demokrasi' atau 'rakyat butuh memilih pemimpinnya'. Itu semua narasi basi. Intinya, semua hanyalah soal merebut dan mempertahankan kekuasaan. Menjadikan pengurusan umat akan makin terbengkelai.
Harapan adanya perubahan yang membawa kebaikan hanya ada ketika Indonesia menerapkan Islam secara Kaffah karena hanya Islam lah sistem yang sempurna. Demikian pula terwujudnya Generasi calon pemimpin yang berkualitas hanya dapat terwujud dalam naungan Khilafah islamiyyah.
Post a Comment