Tahun telah berganti, namun wajah-wajah keluarga negeri ini tidaklah semakin membaik melainkan semakin buruk dan rapuh. Berbagai serangan terus menghantam hingga bangunan-bangunan keluarga itu nampak tercabik-cabik. Jadilah perceraian menjadi fenomena yang mengarus deras.
Lihat saja total perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama (PA) Klaten saja sepanjang Januari hingga 9 Desember 2022 sebanyak 2.606 perkara. Sementara, total kasus perceraian yang diajukan ke PA Klaten sebanyak 2.219 perkara. (Solopos.com, 11/12/2022)
Sejalan dengan itu Guru Besar IPB, Prof. Euis Sunarti mengatakan bahwa tingkat perceraian begitu tinggi sekitar 1.200 perhari atau 50 perceraian yang sah secara ketok palu per jam.
Fenomena yang mengerikan dimana keluarga yang seharusnya menjadi bingkai kebahagian yang dipenuhi cinta dan kasih sayang serta bertumpunya segala impian dari kedua pasangan. Sekaligus menjadi tempat bagi anak-anak mendapatkan perlindungan, kenyamanan, dan curahan cinta dari kedua orang tuanya. Kini harus berganti menjadi tangisan, percekcokan bahkan sampai pada kekerasan yang mengerikan.
Semua ini tiada lain karena tatanan keluarga ini telah dirampas oleh sistem kapitalis sekuler liberal yang telah dipaksakan diterapkan di negeri ini. Berbagai gempuran dilayangkan untuk merobohkan bangunan keluarga ini. Dimana, kapitalis menjadikan orientasi keluarga hanya pada materi, sehingga pasangan-pasangan suami istri terus berlomba dalam pencapaian materi sebanyak-banyaknya. Karena kapitalis mengajarkan standar kebahagiaan itu pada materi semata.
Selanjutnya, liberal menjadikan kehidupan yang serba bebas tanpa batas. Baik dalam berpendapat, beragama, kepemilikan, maupun berperilaku. Dari sini semua manusia bebas menentukan jalan hidup mereka yang berpayung pada HAM dan anak turunannya seperti kesetaraan gender yang terus dikampanyekan. Jadilah LGBT, pergaulan bebas, berpindah-pindah agama bahkan tak beragama, sampai pada penguasaan sumber daya alam (SDA) secara pribadi menjadi gambaran suram kehidupan hari ini.
Ini semua menjadikan peran keluarga serta bagian-bagian terkecil didalamnya hilang. Seorang ayah yang tidak lagi menjadi pemimpin, ibu yang tidak lagi menjadi pendidik dan pengatur keluarga, dan anak-anak yang tidak lagi menjadi agen penerus perubahan.
Begitupun dengan liberalisasi SDA, menjadikan semua kekayaan negeri yang seharusnya milik rakyat dikuasai dan dikeruk oleh para kapitalis baik swasta maupun asing. Tiada lain karena mereka yang memiliki modal. Begitupun dengan berbagai kebutuhan hidup, itu hanya bisa didapat oleh para pemilik uang saja. Seperti sandang, pangan, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, serta keamanan. Sebab, negara kapitalis menjadikan penguasa hanya sebatas regulator bukan pengurus urusan rakyat. Jadilah para keluarga harus menanggung segala kebutuhan hidup sendiri yang menjadi penyebab mereka termiskinkan secara sistemik.
Selanjutnya, sekulerisme yang menjadi asas kapitalisme menjadikan rapuh dan kosongnya jiwa-jiwa manusia hari ini. Aqidah Islam yang terus dikikis, nilai-nilai agama terus diserang, serta perjuangan yang terus dicegal. Agama dipaksa dijauhkan dari tatanan kehidupan. Jadilah, keluarga-keluarga berjalan tanpa pegangan. Hingga berbagai kemaksiatan terus menjamur, seperti perselingkuhan, KDRT, kekerasan pada anak, pembunuhan anak atau sebaliknya pembunuhan anak kepada orang tua, pemerkosaan dan pencabulan pada anak sampai pada penelantaran pada anak.
Semua ini akan jauh berbeda dengan sistem Islam. Bagaimana sistem Islam akan menjaga bingkai-bingkai kebahagiaan itu berjalan tetap dilaju relnya.
Negara sebagai ra'in akan menjaga setiap rakyatnya terkhusus keluarga tetap dalam ketaatan kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Sehingga, setiap pasangan akan memahami akan hak dan kewajiban masing-masing, sehingga akan terciptanya keharmonisan keluarga.
Selanjutnya, negara juga menjamin akan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan secara terjangkau dan bahkan gratis. Begitupun setiap laki-laki terkhusus kepada kepala keluarga akan diberika pekerjaan, baik dengan pelatihan maupun pemberian modal. Dengan demikian perekonomian keluarga akan menjadi kuat.
Begitupun dengan berbagai pintu kemaksiatan dan penyimpangan negara akan menutup rapat-rapat serta memberikan sanksi yang tegas bagi setiap pelakunya. Seperti, zina, LGBT, perselingkuhan dan semisalnya.
Dengan demikian bangunan keluarga akan terbentengi dari berbagai sisi dan mencegah berbagai gangguan dari luar. Sehingga tujuan keluarga sebagai unit terkecil sebuah peradaban akan terwujud. Wallahu'alam
Post a Comment