Oleh: Isti Rahmawati, S.Hum
(Pegiat Literasi Islam)
Event Risalah Akhir Tahun sukses diselenggarakan di Kabupaten Bandung. Acara yang bertajuk Nonton Bareng bertema Peduli Generasi Pemimpin Umat dilaksanakan pada Sabtu 31 Desember 2022. Acara dibuka dengan hangat oleh MC daerah, Nunung Nurjanah dan Ammylia Rostikasari. Ratusan Peserta yang memenuhi ruangan bergabung dengan peserta dari wilayah lain secara online maupun offline dan diikuti oleh lebih dari 75.000 peserta.
Di ruang zoom, acara dibuka oleh Ustazah Yuli Kusumadewi. Selanjutnya Ustazah Ratu Erma Rahmayanti memberikan sambutan. Ia mengingatkan pentingnya mengangkat isu generasi muda dan kesadaran tanggung jawab dalam menyelamatkan pemuda.
Memasuki acara inti, ustazah Nanik Wijayanti selaku host melanjutkan acara. Pemateri pertama, Dwi Hendriyanti, S.Pd. menjelaskan tiga faktor yang menyebabkan kerusakan generasi. Pertama, kurikulum yang ada saat ini tidak memiliki standar baku bahkan berubah-ubah sesuai dengan keinginan pembuatnya dengan basis sekularisme. Kurikulum pun hanya berfokus kepada kesuksesan materi namun miskin unsur ketuhanan. Kedua, terdapat disorientasi tujuan dari para guru. Banyak guru yang hanya berfokus pada capaian target jam mengajar. Belum lagi disibukkan dengan tugas administrasi. Ketiga, rusaknya lingkungan. Bisa jadi setiap keluarga membuat proteksi terhadap anak mereka. Namun ketika anak itu pergi ke luar rumah maka dia akan terwarnai dengan lingkungan yang buruk.
Pemateri kedua, Prof Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS menjelaskan kegagalan di dunia pendidikan tinggi disebabkan oleh kebijakan makro dan internasional. Kebijakan sistem pendidikan tinggi di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan politik ekonomi. Menurutnya, kebijakan politik negara ini menggunakan demokrasi yang ditopang oleh sistem ekonomi kapitalisme. Sistem inilah yang mengubah orientasi lulusan untuk menjadi pekerja/buruh. Sulit sekali mencari lulusan yang berorientasi pada lahirnya calon pemimpin masa depan.
Selanjutnya, Hj. Tingting Rohaeti selaku pengasuh pondok pesantren mengkritisi sistem pendidikaan di lembaga pendidikan pesantren. Menurutnya, tsaqafah islam yang diajarkan di pesantren hanya bersifat teoritis. Ada upaya dari musuh-musuh Islam untuk merusak para santri. Masalah ini berawal dari UU No 18 tahun 2019 yang mewajibkan pesantren berasaskan islam moderat yang penuh dengan toleransi. Pada faktanya, moderasi ini justru tengah mencampuradukkan antara ide-ide Islam dan agama lain.
Tak kalah menarik, pembicara keempat Apri Hardiyanti, SH, ketua Kornas Kohati 2018-2020 mengkritisi tujuan pembangunan pemuda sesuai UU 40 tahun 2009 yang menurutnya hanya sekadar teori. Faktanya, pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Allah tidak mungkin terealisasi di sistem saat ini. Pemuda hari ini justru diarahkan menjadi duta moderasi Islam. Mereka pun mengalami degradasi moral karena islam tidak lagi menjadi standar kehidupan. Yang digunakan malah HAM, kesetaraan gender, ide lain yang bertentangan dengan Islam.
Terakhir, ustazah Ratu Erma Rachmayanti menjelaskan solusi atas kerusakan pemuda yang telah dijelaskan oleh keempat pemateri sebelumnya. Tidak ada satu pun tempat yang aman untuk generasi hari ini di sistem sekular. Sudah 100 tahun kita hidup tanpa hukum Allah. Maka sistem yang dapat mewujudkan profil pemuda yang taat kepada Allah hanyalah sistem Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Ia pun memberi pesan kepada para pemuda untuk melanjutkan perjuangan ini. Musuh menyadari besarnya potensi pemuda muslim. Untuk itu, janganlah berlaku jinak kepada mereka.
Akhir sesi di ruang zoom, host mengarahkan peserta untuk membagikan postingan sebagai aksi digital movement untuk mengopinikan kepedulian umat terhadap isu pemuda hari ini. Selanjutnya, sesi testimoni dari dua tokoh nasional yang juga sepakat bahwa kerusakan generasi saat ini hanya bisa diselamatkan oleh Islam. Kemudian, host pusat menyerahkan acara ke host daerah.
Di daerah, host memberikan kesempatan kepada dua tokoh daerah dari Kabupaten Bandung untuk menyampaikan testimoni. Tokoh pertama diwakili oleh Ibu Sandra selaku tokoh masyarakat dan ketua PKK. Beliau turut merasa prihatin terhadap kondisi generasi muslim saat ini. Menurutnya, jika kondisi ini dibiarkan maka anak-cucu generasi selanjutnya yang akan menjadi korban. Untuk itu, beliau menghimbau kepada umat, baik itu mubaligah, ustazah, hingga pemangku kebijakan untuk bersama-sama bertanggung jawab pada isu pemuda ini.
Testimoni kedua disampaikan oleh ustazah Leni Lakani, pengajar di Guru NgajiQu. Beliau menyampaikan bahwa pendidikan Rasulullah saw telah melahirkan ribuan generasi yang berislam kaffah dan semuanya adalah generasi muda. Generasi muda inilah yang akan membangkitkan umat. Islam memerlukan pemuda-pemuda yang akan memimpin umat ini. Sayangnya, saat ini pemuda telah rusak dengan berbagai ide sekular yang mencengkram mereka. Akhirnya, tidak bisa lagi berharap pada sistem yang rusak. Solusinya adalah Islam kaffah.
Selanjutnya, acara ditutup dengan do’a yang dibawakan oleh Ukhti Inti. Suasana pun semakin hangat dan peserta tampak bersemangat kembali. Di akhir acara, host mengajak peserta untuk peduli terhadap kondisi bangsa dan generasi saat ini dengan ikut mengkaji Islam secara insentif. Acara pun ditutup dengan pekikan takbir. Allahuakbar
#SelamatkanGenerasiDenganIslam
#GenerasiMudaPimpinPerubahan
Post a Comment