Partai Politik, Tipe Pemburu Kekuasaan




Oleh: Siti Hajar
Aktivis Dakwah Depok 


Sebanyak 17 partai politik (parpol) ditetapkan sebagai peserta pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (14/12) di Jakarta. Sembilan partai yang saat ini ada di parlemen kembali lolos, sementara sisanya empat partai peserta pemilu sebelumnya, dan empat lagi adalah partai baru. Sementara itu, beberapa partai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menuding KPU tidak transparan dalam menjalankan proses seleksi.

Parpol baru yang dinyatakan tidak memenuhi syarat, salah satunya Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima, yang sejak Selasa (14/12) siang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPU Pusat di Jakarta. Menurut Juru Bicara DPP Prima Farhan Dalimunthe mengatakan KPU tidak transparan. Padahal, Komisioner KPU Idham Holik mengklaim penetapan oleh KPU Pusat dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi ‘dokumen legal yang dimiliki atau diterbitkan oleh KPU Provinsi dan KIP (Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh) seluruh Indonesia.

Jika dilihat, keberadaan parpol dalam praktik politik demokrasi memang sudah lama dipertanyakan. Sebenarnya banyak sedikitnya jumlah partai yang lolos, bersikap seperti apa pun dalam lembaga parpol tersebut tetaplah tidak berpengaruh terutama bagi rakyat itu sendiri. Memang secara teori ada 5 fungsi parpol dalam negara yang menganut demokrasi, yakni sebagai sarana sosialisasi atau pendidikan politik yang berperan mentransmisikan budaya politik untuk membentuk sikap dan orientasi anggota masyarakat sebagai warga negara, sebagai sarana rekrutmen kader politik untuk mengisi bursa kepemimpinan negara, sebagai sarana partisipasi politik yang rakyat menyalurkan aspirasinya untuk memengaruhi proses politik, sebagai sarana komunikasi politik, baik dari pemerintah kepada rakyat maupun dari rakyat kepada pemerintah, dan (5) sebagai sarana pengatur konflik dengan berusaha mengatasi atau meminimalkan terjadinya konflik melalui kerjasama di antara elit politik.

Kelima fungsi ini tampaknya hanya ada di atas kertas, faktanya fungsi parpol tidak lebih dari tipe pemburu kekuasaan, sekaligus perpanjangan kepentingan elit kekuasaan dan para pemilik modal. Keberadaan parpol tidak jarang menjadi sumber konflik di tengah rakyat dan tentunya menghabisi APBN negara. Dan siapa pun parpol yang menang, rakyat selalu diabaikan dan dijadikan manfaat jika diperlukan. Aspirasi mereka nyaris tidak terdengar. Rakyat didekati saat ramai pemilihan. 

Alhasil, keberadaan parpol dalam sistem demokrasi nyaris tidak berguna di tengah kehidupan rakyat.  Janji suci yang dilantunkan racun berbalut madu serta membuat halal haram dan nilai-nilai moral bukanlah dijadikan standar aturan. Tak hanya itu lahirnya sarang koruptor berasal dari parpol itu sendiri. keberadaan mereka jadi alat legitimasi bagi segala bentuk kezaliman yang terus berulang siapa pun itu parpolnya. Jika ada yang memiliki idealisme tinggi, keberadaannya tidak memberi pengaruh signifikan untuk perbaikan negeri. Seperti kata Mahfud MD mekanisme dalam politik demokrasi sebaik malaikat pun orangnya jika tetap berada dalam kubangan sekuler tersebut idealismenya siap tuntuk tunduk kepada kebatilan. 

Lain halnya dalam pandangan Islam. Dalam Islam, politik itu bermakna ‘mengurus urusan rakyat’. Maka, dalam melaksanakan fungsinya, parpol harus mengedukasi rakyat agar memahami apa saja yang berkaitan dengan kemaslahatan mereka. Jika ada kebijakan yang jauh dari maslahat, parpol bisa melakukan muhasabah terhadap penguasa atau melakukan amar makruf nahi mungkar. Keberadaannya selaras dengan aktivitas dakwah dan muhasabah. 

Oleh karenanya, dalam menjalankan aktivitas ini, tidak harus bertumpu pada ada dan tidaknya dana dan jauh dari unsur kepentingan pribadi. Akidah Islam yang menjadi semangat tegaknya partai dan dapat menjadikan parpol jauh dari rutinitas materi sebagai tujuan. Aspek kemaslahatan rakyat hal utama yang menjadi fokus perhatian parpol. Begitu penguasa merumuskan kebijakan yang tidak sesuai dengan kemaslahatan rakyat, tugas partailah memberikan nasehat kepada rakyat. Parpol akan membuat mereka bekerja untuk rakyat dan sigap dalam melakukan muhasabah kepada penguasa.

Suasana keimanan yang melingkupi kerangka pikir yang cemerlang serta perjuangan partai menjadikan kinerja parpol maksimal tanpa intervensi, tanpa janji-janji palsu. Akidah Islam yang menjadi kekuatan perjuangan partai akan terpancar dalam setiap gerak partai. Alih-alih memikirkan dana operasional, partai dalam pandangan Islam begitu menyadari peran strategisnya yang harus bersih dari pemburu kekuasaan. Mengorbankan rakyat merupakan bentuk kezaliman dan keharaman dalam pandangan partai politik Islam.

Oleh karenanya, sudah saatnya seluruh elemen negeri ini berbenah diri. Konsepsi partai politik ala kapitalisme terbukti mandul, pragmatis, dan menghasilkan industri politik yang sangat manipulatif dan menyengsarakan. Jika demikian sudah selayaknya parpol Islam hadir dalam diskursus partai politik, tidak hanya di Indonesia namun semua element kehidupan dunia.[]


Post a Comment

Previous Post Next Post