Aktivis muslimah
Cianjur, sebuah desa yang indah dan sejuk dengan penduduk yang terbilang padat tak lagi seramah pemandangan saat sebelum terjadi gempa.
Suasana yang kini terlihat hanyalah puing bangunan yang roboh,rumah rumah penduduk hancur rata dengan tanah dan sebagai tertimbun longsor,tak terelakkan korban jiwa yang kini lebih dari 600 orang telah meninggal dunia.
Dilansir REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mengatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa magnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022) bertambah menjadi 635 orang. Data itu setelah tim SAR gabungan menemukan tiga jenazah korban tertimbun longsor.
Bupati Cianjur, Herman Suherman mengatakan, pencarian hari terakhir korban hilang tertimbun longsor akibat gempa lebih dimaksimalkan meski setiap sore lokasi diguyur hujan deras. "Tidak menyurutkan niat tim SAR gabungan untuk melakukan berbagai upaya pencarian," katanya di Cianjur, Selasa (20/12/2022).
Selain itu ribuan orang yang mengalami luka luka dan kehilangan tempat tinggal mereka, akhirnya hingga kini sudah satu bulan mereka hidup dibawah tenda pengungsian yang seadanya.
Menanti uluran bantuan dari pemerintah dan para dermawan.
Namun, sampai kapan kah mereka akan hidup terkatung katung dibawah tenda?
Meskipun sudah ada bantuan dari pemerintah Di Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, masih ada warga yang belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang.
Selain itu, sebagai salah satu desa yang disebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang, warga juga masih menanti kepastian apakah mereka akan terdampak relokasi atau tidak.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan "lebih 8.300 warga telah menerima dana stimulan tahap pertama untuk membenahi rumah mereka".
Sudah satu bulan mereka bertahan ditenda pengungsian menanti kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu, masih banyak warga yang belum mendapatkan dana stimulus untuk memperbaiki rumah karna ketidaksinkronan data akhirnya mereka gamang dengan kepastian relokasi.
Disinilah nampak ketidakoptimalan dan lemahnya peran pemerintah dalam periayahan korban gempa, apalagi persoalan utama adalah rumah tinggal seharusnya pemerintah bergerak cepat untuk menyelesaikannya mengingat Cianjur merupakan daerah sesar gempa .
Lemahnya tanggung jawab negara tentu tidak terlepas dari diterapkannya sistem batil kapitalisme sekuler yang tidak pernah rampung dalam menyelesaikan masalah kehidupan masyarakat.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam yang aturannya berasal dari Allah SWT
Dalam Islam segala aturan yang dibentuk bertujuan untuk kemaslahatan rakyat apalagi dalam menangani bencana.
Negara sangat berperan penting dan tanggap dalam menanganinya,
Sebagai mana dahulu pada masa keemasan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab terjadi musibah paceklik yang terjadi selama 9 bulan, dengan kondisi kekeringan yang melanda itu membuat mati tanaman tanaman,kurangnya kesediaan bahan pokok dan ini membuat rakyat dalam keadaan menderita berkepanjangan.
Namun Kholifah Umar bin Khattab segera meminta bantuan kepada wilayah lain yang tidak terkena paceklik,
Langsung saja bantuan itu datang dan didistribusikan ketengah masyarakat yang membutuhkan.
Andaikata untuk meringankan beban rakyat saya harus membawakan perlengkapan kepada masing-masing keluarga di setiap rumah, lalu mereka saling membagi makanan sampai Allah memberi kelapangan, akan saya lakukan,” tegas Umar.
Kelaparan berkepanjangan menimbulkan bencana susulan berupa penyakit dan kematian. Kendati Umar telah berupaya maksimal, banyak penduduk Arab sakit dan mati. Selama sembilan bulan itu, kaum Muslim merasakan ujian berat.
Tak hanya mengharap bantuan dari kaum Muslim, Amirul Mukminin mengajak rakyat melakukan shalat istisqa untuk meminta hujan. Sekian waktu, Allah mengabulkan doa mereka. Gerimis pertama menghampiri Semenanjung Arab. Tanah basah, pohon bersemi, dan dedaunan menghijau. Kaum Muslim terlepas dari bencana.
Umar telah menetapkan disiplin diri yang sangat keras pada diri sendiri sepanjang musim paceklik. Ia menurunkan taraf hidupnya ke tingkat hidup orang-orang fakir miskin yang hanya makan seadanya.
Umar duduk bersama ribuan orang yang kelaparan dan makan bersama mereka. Ia tidak mau mengistimewakan diri.
Lewat tindakan itu, Umar bin Khattab membuktikan dua hal. Pertama, ia turut merasakan penderitaan rakyatnya sehingga terdorong untuk memperjuangkan nasib mereka.
“Bagaimana saya akan dapat memerhatikan keadaan rakyat jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan.” Jawaban itu terucap dari seorang penguasa besar.
Kedua, tindakan Umar menentramkan hati rakyat bahwa Amirul Mukminin ada bersama mereka di tengah suka-duka.
Sebagaimana sabda Nabi, “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyat, kecuali Allah mengharamkan baginya surga” (HR. Bukhari). Karena itu, sepayah apapun penderitaan rakyat, tidak ada tanda-tanda pemberontakan menggeliat di wilayah kekuasaannya.
Seperti inilah seharusnya bentuk pelayanan seorang pemimpin terhadap rakyatnya dikala terjadi bencana, keseriusan dalam mengurusi rakyat menggambarkan betapa sangat pentingnya negara bertanggung jawab atas rakyatnya.
Wallahu a'lam bissawab
Post a Comment