Dalam sistem kehidupan hari ini keamanan memang begitu mahal, terutama bagi perempuan dan anak yang dianggap sebagai kaum lemah. Banyaknya tindak kejahatan pada perempuan dan anak bagai fenomena gunung es, sebab yang tidak terungkap jauh lebih besar.
Seperti kasus mutilasi seorang perempuan di Bekasi yang sedang hangat di media. Korban yang dibunuh dan dimutilasi oleh seorang lelaki yang dugaan motif nya adalah sakit hati karena minta dinikahi. Kasus mengenaskan lainnya adalah kisah anak berusia 12 tahun di Binjai Sumatera Utara yang sekarang sedang hamil delapan bulan akibat kasus perkosaan. Sedihnya lagi, bukannya dilindungi, ia malah diusir warga.
Selain itu lihatlah kasus penculikan anak yang semakin hari semakin marak. Terbaru, kasus Malika di Jakarta yang diculik oleh pemulung yang ternyata dia itu narapidana pencabulan anak.
Miris, anak-anak dan perempuan zaman ini hidup dalam bahaya yang teramat kejam. Seharusnya, mereka pihak yang dilindungi dan dipenuhi seluruh kebutuhannya.
Potret suram kekerasan seksual pada perempuan dan anak menjadi PR yang
harus dikerjakan bersama untuk menciptakan ruang aman dan nyaman bagi perempuan, khususnya bagi anak-anak sebagai upaya pemenuhan hak dasar. Pasalnya, akhir tahun 2022 diwarnai dengan maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak.
Sebab, fakta upaya dari lembaga-lembaga tersebut tidak membuahkan hasil maksimal untuk menyelesaikan kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang marak saat ini. Selama sistem yang dipakai masih sekuler-liberal.
Dalam pandangan sekuler-liberal, semua tindakan boleh dilakukan selama tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Menurut pandangan ini manusia harus diberi kebebasan seluas-luasnya. Tidak boleh dibatasi oleh faktor norma, etika maupun agama.
Problem seksualitas dianggap sebagai problem pribadi atau privat. Negara tidak boleh ikut campur, baik dengan aturan maupun sanksi. Negara hanya boleh mengatur urusan publik. Jika terjadi kekerasan seksual karena dianggap masalah publik barulah negara harus mengatur.
Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan ini menjadi akar masalah maraknya kemaksiatan, termasuk kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Peradaban liberal inilah yang menyuburkan perbuatan amoral tersebut.
Sistem sekuler-liberal juga telah menciptakan lingkaran setan berupa kerusakan sosial yang parah. Yang mengubah serta merusak standar nilai moral individu umat. Yaitu yang seharusnya meyakini perzinahan sebagai bentuk kejahatan, tetapi malah jadi permisif alias serba boleh. Bukannya sebagai pencegah terjadinya tindak kekerasan seksual justru berpotensi menjadi pintu legalisasi zina dan penyimpangan seksual di tengah umat.
Ditambah lagi dengan maraknya program moderasi beragama saat ini, sehingga umat dijauhkan dari pemahaman ajaran Islam yang shahih.
sebab itu, tampak jelas sekuler-liberal sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan membahayakan umat. Ada hal mendasar yang menjadi pembedanya yaitu landasan berpikir atau pandangannya.
Dalam pandangan Islam, seluruh perbuatan manusia wajib terikat dengan hukum syariat. Ada yang dibolehkan, ada yang diwajibkan dan ada yang dilarang. Sekali pun manusia menganggap perbuatan itu baik, jika Islam melarang, maka perbuatan tersebut tetap terlarang.
Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang menyeluruh dan memberi solusi. Sedari awal Islam telah mengharamkan bentuk kekerasan dan penindasan pada umat manusia termasuk tindak kejahatan seksual. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang artinya:
_"Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi_ ". (TQS: Annur (24):33)
Maka sudah tentu Islam mempunyai seperangkat hukum untuk mengatasi kejahatan seksual tersebut. Islam sebagai din yang sempurna tidak akan memberi toleransi sedikit pun bagi para pelaku kejahatan apalagi kejahatan seksual.
Dalam kasus pemerkosaan, Islam akan memberlakukan ‘iqob/sanksi bagi pelaku sesuai dengan syariat. Jika pelakunya belum menikah/ghayr muhsan akan dicambuk seratus kali. Dan jika pelakunya telah menikah/muhsan akan dirajam sampai mati. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya:
" _Perempuan dan laki-laki yang berzina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan_ ". (TQS an Nur(24):2)
Sedangkan untuk korban perkosaan akan berbeda halnya, dia terbebas dari hukuman sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan, (HR Ibnu Majah dan Baihaqi).
Kejahatan seksual lain seperti meraba, ujaran kata-kata jorok, merayu dan lainnya akan di hukum berupa ta’zir yang akan diputuskan oleh hakim/qadhi di pengadilan. Sedangkan orang yang berusaha melakukan zina dengan perempuan namun tidak sampai melakukannya, maka akan diberi sanksi tiga tahun penjara, ditambah hukum cambuk dan pengasingan. Hukuman akan dimaksimalkan jika korbannya adalah orang yang dibawah penguasaannya seperti pegawai, pembantu perempuan (Abdurrahman Al Maliki, Nizham Al ‘uqubat fil Islam. hal. 93).
Untuk kaum LGBT pelakunya diancam dengan sanksi yang tegas, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
“Barang siapa kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth alaihis salam (yakni melakukan homoseksual), bunuhlah pelaku dan objeknya.” (HR. Tirmidzi no. 1456, Abu Dawud no. 4462)
Fakta-fakta tersebut tak bisa kita dipungkiri dan nyatanya kasus kejahatan seksual ini tidak bisa berdiri sendiri. Masalah yang berkaitan erat dengan sistem hidup yang melindunginya. Jika sistem tersebut dibangun untuk
mendorong munculnya nafsu seksual seperti maraknya peredaran pornoaksi dan pornografi diberbagai media, wajar saja masyarakat terbentuk dengan suasana tersebut.
Untuk menutup dan mencegah terjadinya kejahatan seksual ditengah masyarakat islam mempunyai seperabgkat aturan yang mampu untuk mencegah timbulnya nafsu seksual. Kaum laki dan perempuan diperintahkan menutup aurat, menjaga pandangan, larangan berkhalwat serta melarang ikhtilat/campur baur laki perempuan tanpa ada kaidah syara yang membolehkan.
Sebab, hanya dengan syariat Islamlah satu-satunya cara untuk menjaga lahirnya kasus seks bebas dan terhindarnya kejahatan dan kekerasan seksual di tengah masyarakat saat ini.
Namun aturan ini hanya bisa ditegakkan oleh negara. Negara wajib menerapkan syariat Islam secara total, negara tidak membolehkan eksploitasi tubuh dari sisi maskulinitas/kelelakian dan feminitas/kewanitaan di industri hiburan, iklan, dan sejenisnya.
Negara wajib mengedukasi masyarakat mulai dari tingkat ketakwaan individu, aktivitas amar makruf nahi mungkar, negara juga menjamin agar masyarakat hidup bersih tanpa kepornoan, pergaulan bebas, khalwat, dan ikhtilat.Semua itu bisa terealisasikan didalam sebuah biangkai yaitu negara Islam. Wallahu Alam Bishoab
Post a Comment